Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
BUPATI Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) Johanes Don Bosco Do mengatakan dua desa di wilayahnya mengalami kekeringan terparah sejak September 2019. Dua desa itu ialah Tedakesa di Kecamatan Aesesa dan Rindu Wawo di Kecamatan Aesesa Selatan. Kondisi itu terjadi karena sumber air di dua desa itu terletak di lokasi yang lebih rendah dari permukiman penduduk.
"Kita butuh teknologi untuk menaikan air dari tempat yang rendah ke permukiman," katanya kepada wartawan di sela-sela kegiatan Jelajah Timur-Run for Equality yang digelar Plan Indonesia, Minggu (20/10).
Lari maraton untuk amal (charity run) ini diikuti 28 pelari menempuh jarak 57 kilometer dari Kabupaten Ende ke Nagekeo dengan target mengumpulkan hingga Rp300 juta untuk membangun fasilitas air bersih di 153 dusun di NTT. Termasuk dusun-dusun di dua desa tersebut yang mengalami kekeringan terparah di Nagekeo.
Masalah lain yang dihadapi kabupaten tersebut tambah Johanes, banyak daerah resapan air berubah fungsi menjadi ladang pertanian. Termasuk kebakaran padang yang terjadi setiap tahun. Akibatnya pada musim kemarau, penyusutan sumber air lebih cepat dari biasanya.
"Akhir Mei masih ada air, tetapi memasuki Agustus hingga September, sumber-sumber air mulai kering," ujarnya.
Untuk itu, pemerintah daerah setempat terus memberikan edukasi kepada warga tidak menebang hutan agar sumber air tidak terganggu. Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah ialah membangun terasering untuk mengurangi perambahan hutan.
"Tujuannya daerah-daerah yang gundul, atau tidak punya harapan sama sekali, bisa digarap oleh masyarakat," ujarnya.
Menurutnya dari tujuh kecamatan di Nagekeo, kecamatan yang mengalami kekeringan terbanyak ialah Aesesa Selatan. Kekeringan juga terjadi di sebagian besar Kecamatan Aesesa, Wolowae, Nangaroro, Maupongo dan Boawae
"Rata-rata desa-desa di daerah tengah dan selatan, sumber airnya ada pada tempat yang lebih rendah dari permukiman sehingga kita butuh pompa. Sementara untuk hilir malah kekurangan biaya untuk transmisi," kata Johanes.
Sedangan untuk memenuhi kebutuhan air, warga di desa-desa yang mengalami kekeringan, membeli air lewat mobil tengki. Di Kelurahan Nangaroro, Kecamatan Nangaroro misalnya warga mengumpulkan uang untuk membeli air seharga Rp75 ribu per 1.100 liter.
baca juga: Warga Aceh Berharap JK Hadiri Peringatan 15 Tahun Tsunami
Ketua RT 15 Kelurahan Nangaroro, Armandus Djogo mengatakan warga membeli air hanya untuk kebutuhan minum. Sedangkan untuk mandi dan cuci, mereka pergi ke sungai yang jaraknya sekitar 10 kilometer.
"Kalau pergi ke sungai ramai-ramai untuk mandi dan cuci," ujarnya. (OL-3)
"Kami juga sudah mempersiapkan anggaran untuk operasional truk tangki penyuplai air bersih yang jumlahnya ada lima unit dengan kapasitas 5.000 liter dan 4.000 liter,"
AKIBAT tidak turun hujan dan krisis air saluran irigasi, kekeringan lahan sawah di Kabupaten Pidie, Aceh, semakin parah.
Di Desa Ceurih Kupula, Desa Pulo Tunong, Desa Mesjid Reubee dan Desa Geudong, puluhan ha lahan sawah mengering. Lalu tanah bagian lantai rumpun padi pecah-pecah.
SEBANYAK 10,25 hektare lahan pertanian di Tanah Datar terdampak kekeringan, dan 5,25 hektare di antaranya sudah dinyatakan puso atau gagal panen.
SIUMA menggunakan sensor kelembaban tanah berbasis IoT yang terkoneksi langsung ke grup WhatsApp petani, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan irigasi secara real time.
PERUBAHAN pola cuaca semakin nyata di Indonesia. Peneliti BRIN Erma Yulihastin, mengungkapkan bahwa musim hujan saat ini tak lagi berjalan secara reguler.
BMKG memperingatkan bahwa cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, meskipun musim kemarau secara klimatologis telah dimulai.
Di kawasan pegunungan dan dataran tinggi, bahkan pada malam hingga pagi hari suhu udara dapat mencapai di bawah 14 derajat celcius.
Ketidakteraturan atmosfer memicu kemunduran musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia, memunculkan cuaca ekstrem yang terus berlanjut.
BMKG menegaskan fenomena cuaca dingin di Indonesia bukan disebabkan Aphelion, melainkan Monsun Dingin Australia dan musim kemarau.
Di musim kemarun ini, BPBD mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan tidak membuka kebun dengan cara membakar hutan dan lahan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved