Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
KEMARAU yang melanda sebagian besar wilayah Sumatra Barat sejak akhir Mei 2025 kini memasuki bulan kedua. Bahkan, di beberapa titik seperti Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok, kondisi kering telah berlangsung lebih dari lima bulan. Menurut BMKG Stasiun Klimatologi Sumatera Barat, situasi ini merupakan indikasi jelas perubahan iklim yang mempengaruhi pergeseran pola musim secara signifikan.
“Musim kemarau datang lebih awal dari biasanya dan curah hujan secara umum jauh di bawah normal,” ungkap Rizky A. Saputra, Pranata Meteorologi Geofisika Madya BMKG Stasiun Klimatologi Sumbar. Ia menambahkan, di kawasan yang biasanya diguyur hujan hampir setiap hari, seperti pesisir barat Sumatera dan Kepulauan Mentawai, kini hujan pun menjadi barang langka.
Fenomena ini disebabkan oleh beberapa faktor atmosfer dan laut. Di antaranya, menguatnya angin monsun Australia yang kering, suhu muka laut yang berada dalam kondisi netral–hangat, dan berkurangnya sirkulasi siklonik di sekitar Samudera Hindia. Selain itu, gangguan pola cuaca dari wilayah utara seperti Filipina hingga China ikut mempengaruhi berkurangnya suplai uap air ke wilayah barat Indonesia.
Kemarau ini mulai berdampak nyata terhadap sektor pertanian.
Data terakhir menunjukkan bahwa sawah-sawah di Kabupaten Solok, Tanah Datar, dan Lima Puluh Kota telah mengalami kekeringan. Di beberapa daerah seperti Malalo (Tanah Datar) dan Sei Tarab, petani bahkan sudah mengalami gagal tanam pada musim tanam kedua. Petani jagung dan bawang yang mengandalkan air hujan juga terdampak berat.
“Musim tanam kedua sangat bergantung pada irigasi sederhana atau air dari sungai. Tapi sekarang debit airnya menurun drastis,” jelas Rizky.
Sementara itu, sistem irigasi Anai 2 di Kabupaten Padang Pariaman yang sedang dalam masa perbaikan telah menghentikan aliran air ke sejumlah daerah seperti Sintuk Toboh Gadang, Sunur Nan Sabaris, hingga Ulakan Tapakis. Kondisi ini semakin menyulitkan petani untuk mempertahankan tanaman padi mereka.
BMKG memperkirakan awal musim hujan akan datang bervariasi mulai September hingga Oktober 2025. Namun, hingga saat itu, pemerintah daerah dan petani diimbau melakukan langkah-langkah adaptif. Beberapa daerah, seperti Kabupaten Solok dan Lima Puluh Kota, telah menetapkan status tanggap darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Sebagai bagian dari mitigasi, petani juga disarankan mengalihkan jenis komoditas yang ditanam dari padi ke tanaman yang lebih tahan kekeringan, seperti jagung dan palawija. Langkah ini juga sejalan dengan target swasembada pangan Sumbar yang menargetkan tanam padi seluas 578.859 hektare tahun ini.
Hingga akhir Juni, realisasi tanam masih jauh dari target, baru sekitar 9.038 hektare, meskipun terjadi lonjakan pada Juli hingga total mencapai 45.554 hektare. Namun kekeringan bisa menjadi ancaman besar bagi target ini.
“Musim panas luar biasa. Hari tanpa hujan sangat panjang. Dari hotspot menjadi firespot. Semua pihak harus waspada dan bergerak bersama,” tegas Rizky.
Sementara itu, foto-foto dari lapangan menunjukkan sawah-sawah di Padang Laweh, Sei Tarab (Tanah Datar) dan Muara Sijunjung mulai retak, tanda bahwa tanah kehilangan kelembaban yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. (H-2)
Sebagai langkah antisipasi, masyarakat diingatkan untuk tidak melakukan tindakan yang bisa memicu terjadinya kebakaran.
PLT Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menegaskan pihaknya akan cepat memberikan informasi daerah-daerah yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), khususnya di lahan gambut.
BMKG memperingatkan bahwa cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, meskipun musim kemarau secara klimatologis telah dimulai.
Di kawasan pegunungan dan dataran tinggi, bahkan pada malam hingga pagi hari suhu udara dapat mencapai di bawah 14 derajat celcius.
Ketidakteraturan atmosfer memicu kemunduran musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia, memunculkan cuaca ekstrem yang terus berlanjut.
PEMERINTAH Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, mengimbau para petani agar menunda tanam padi guna mengantisipasi ancaman gagal panen (puso) akibat cuaca buruk dan bencana banjir.
“Ganti rugi tersebut untuk yang lahannya mengalami kerusakan 70% karena terendam banjir sehingga tidak bisa panen,”
Tanaman padi di sawah seluas 856 hektare terancam gagal panen akibat kekeringan di musim kemarau panjang kali ini.
Sawah seluas 1.384 hektare di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, mengalami kekeringan. Sebanyak 583 hektare di antaranya sudah dipastikan gagal panen.
Petani diminta melakukan rekayasa komoditas, yaitu menyesuaikan jenis bibit komoditas, serta pola dan waktu tanamnya dengan kondisi cuaca dan iklim.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved