Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

BMKG Sebut Kemarau Dua Bulan Landa Sumatra Barat, Petani Terancam Gagal Panen

Yose Hendra
22/7/2025 20:48
BMKG Sebut Kemarau Dua Bulan Landa Sumatra Barat, Petani Terancam Gagal Panen
Hamparan sawah di Kabupaten Tanah Datar(Antara/Etri Saputra)

KEMARAU yang melanda sebagian besar wilayah Sumatra Barat sejak akhir Mei 2025 kini memasuki bulan kedua. Bahkan, di beberapa titik seperti Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok, kondisi kering telah berlangsung lebih dari lima bulan. Menurut BMKG Stasiun Klimatologi Sumatera Barat, situasi ini merupakan indikasi jelas perubahan iklim yang mempengaruhi pergeseran pola musim secara signifikan.

Musim kemarau datang lebih awal dari biasanya dan curah hujan secara umum jauh di bawah normal,” ungkap Rizky A. Saputra,  Pranata Meteorologi Geofisika Madya BMKG Stasiun Klimatologi Sumbar. Ia menambahkan, di kawasan yang biasanya diguyur hujan hampir setiap hari, seperti pesisir barat Sumatera dan Kepulauan Mentawai, kini hujan pun menjadi barang langka.

Fenomena ini disebabkan oleh beberapa faktor atmosfer dan laut. Di antaranya, menguatnya angin monsun Australia yang kering, suhu muka laut yang berada dalam kondisi netral–hangat, dan berkurangnya sirkulasi siklonik di sekitar Samudera Hindia. Selain itu, gangguan pola cuaca dari wilayah utara seperti Filipina hingga China ikut mempengaruhi berkurangnya suplai uap air ke wilayah barat Indonesia.

Kemarau ini mulai berdampak nyata terhadap sektor pertanian.

Sebanyak 9 kabupaten/kota di Sumatera Barat kini terindikasi mengalami kekeringan kategori “agak kering” hingga “kering”. Di antaranya:

  • Kabupaten Agam: Palupuh, Kamang Mudiak, Koto Tuo, Palembayan
  • Lima Puluh Kota: Akabiluru, Guguak, Suliki, Situjuah, Luhak
  • Pasaman & Pasaman Barat: Rao, Sei Baremas
  • Sijunjung: Sijunjung, Tanjung Ampalu, Lubuk Tarok, Sumpur Kudus
  • Solok: IX Koto, Lembah Gumanti, Danau Kembar, Muaro Pingai
  • Tanah Datar: Malalo, Rambatan, Padang Ganting, Sungayang, Salimpaung
  • Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, Kota Solok dan Sawahlunto

Data terakhir menunjukkan bahwa sawah-sawah di Kabupaten Solok, Tanah Datar, dan Lima Puluh Kota telah mengalami kekeringan. Di beberapa daerah seperti Malalo (Tanah Datar) dan Sei Tarab, petani bahkan sudah mengalami gagal tanam pada musim tanam kedua. Petani jagung dan bawang yang mengandalkan air hujan juga terdampak berat.

“Musim tanam kedua sangat bergantung pada irigasi sederhana atau air dari sungai. Tapi sekarang debit airnya menurun drastis,” jelas Rizky.

Sementara itu, sistem irigasi Anai 2 di Kabupaten Padang Pariaman yang sedang dalam masa perbaikan telah menghentikan aliran air ke sejumlah daerah seperti Sintuk Toboh Gadang, Sunur Nan Sabaris, hingga Ulakan Tapakis. Kondisi ini semakin menyulitkan petani untuk mempertahankan tanaman padi mereka.

BMKG memperkirakan awal musim hujan akan datang bervariasi mulai September hingga Oktober 2025. Namun, hingga saat itu, pemerintah daerah dan petani diimbau melakukan langkah-langkah adaptif. Beberapa daerah, seperti Kabupaten Solok dan Lima Puluh Kota, telah menetapkan status tanggap darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Sebagai bagian dari mitigasi, petani juga disarankan mengalihkan jenis komoditas yang ditanam dari padi ke tanaman yang lebih tahan kekeringan, seperti jagung dan palawija. Langkah ini juga sejalan dengan target swasembada pangan Sumbar yang menargetkan tanam padi seluas 578.859 hektare tahun ini.

Hingga akhir Juni, realisasi tanam masih jauh dari target, baru sekitar 9.038 hektare, meskipun terjadi lonjakan pada Juli hingga total mencapai 45.554 hektare. Namun kekeringan bisa menjadi ancaman besar bagi target ini.

“Musim panas luar biasa. Hari tanpa hujan sangat panjang. Dari hotspot menjadi firespot. Semua pihak harus waspada dan bergerak bersama,” tegas Rizky.

Sementara itu, foto-foto dari lapangan menunjukkan sawah-sawah di Padang Laweh, Sei Tarab (Tanah Datar) dan Muara Sijunjung mulai retak, tanda bahwa tanah kehilangan kelembaban yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya