Headline
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) telah melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Tangerang terkait kasus kekerasan seksual pencabulan anak, yakni guru ngaji cabuli 19 anak laki-laki di Ciledug, Kota Tangerang.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar menyatakan koordinasi berkelanjutan dilakukan untuk memastikan pemenuhan hak anak-anak dan pendampingan sesuai kebutuhan kepada anak yang menjadi korban pnecabulan anak itu.
"Koordinasi dengan UPTD PPA Kota Tangerang telah kami lakukan untuk memastikan pemenuhan hak-hak anak korban dan pemberian layanan yang dibutuhkan, terutama pendampingan psikologis. Kami juga terus bekerja sama dengan Polda Metro Jaya guna memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujar Nahar dalam keterangan resmi, Sabtu (1/2).
Saat ini, katanya, UPTD PPA Kota Tangerang telah melakukan pendampingan psikologis bagi para korban pencabulan anak itu secara berkala. “Mengingat jumlah korban yang cukup banyak, layanan pendampingan dilakukan secara berkesinambungan. Selain itu, pendampingan visum juga telah dilakukan guna mendukung proses hukum yang tengah berlangsung," jelas Nahar.
Dalam kasus ini, Nahar menjelaskan adanya ketimpangan relasi kuasa yang tinggi antara pelaku dan para korbannya yang masih usia anak. Orang dewasa yang memiliki otoritas lebih tinggi dapat menyalahgunakan posisinya jika anak-anak tidak diawasi dengan baik.
“Oleh karena itu, kami mengingatkan seluruh orang tua agar senantiasa mengupayakan pengasuhan dan komunikasi yang positif dengan anak,” tambah Nahar.
Nahar mengapresiasi respons cepat Polresta Tangerang Kota dan Polda Metro Jaya dalam mengungkap kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kota Tangerang. Dari hasil penyidikan aparat kepolisian, pelaku telah melakukan aksi ini sejak tahun 2017 hingga 2024 dengan korban yang tercatat sebanyak 20 orang, di mana 19 di antaranya masih di bawah umur.
Kasus dugaan kekerasan seksual ini, menurutnya, diduga terjadi karena masih lemahnya perlindungan anak dalam komunitas terdekatnya. “Faktor utama yang diduga berkontribusi adalah kurangnya peran keluarga dan masyarakat dalam memberikan perhatian serta pengawasan terhadap anak," ujar Nahar.
Tersangka menurut Nahar dapat dijerat tindak pidana perbuatan pencabulan terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E Jo Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kemen PPPA juga menghimbau kepada masyarakat untuk saling menjaga dan memberikan perlindungan bagi anak di lingkungan terdekat. Peran masyarakat sebagai lingkungan sosial tempat anak bertumbuh dan berkembang juga memiliki andil besar dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak.
“Kami juga mendorong agar masyarakat segera melapor kepada pihak berwenang atau melalui hotline SAPA 129 pada nomor 129 atau WhatsApp 08-111-129-129 jika mengalami atau melihat kekerasan terhadap anak,” ujar Nahar.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengungkapkan pelaku berinisial W (40) yang sehari-hari dikenal sebagai pengajar mengaji, ditangkap aparat kepolisian setelah terungkap melakukan pencabulan terhadap anak-anak di wilayah Sudimara Selatan, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang.
“Tersangka menggunakan berbagai cara untuk menarik perhatian anak-anak agar mau datang ke rumahnya. Ia menyediakan delapan unit handphone yang bisa digunakan korban secara gratis, menawarkan akses hotspot gratis, serta menyediakan makanan dan rokok bagi anak-anak yang menjadi sasarannya,” papar Ade dalam konferensi pers, Jumat (31/1).
“Setelah melakukan tindakan asusila, tersangka memberikan imbalan berupa uang dengan jumlah bervariasi, antara Rp20.000 hingga Rp50.000. Pelaku memanfaatkan kepercayaannya sebagai pengajar mengaji untuk mendekati korban sebelum akhirnya melakukan pelecehan seksual,” jelasnya. (Z-9)
KORBAN kekerasan dan kekerasan seksual hingga saat ini masih belum memperoleh jaminan pasti dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Kasus ini bermula dari laporan seorang perempuan berusia 24 tahun yang mengaku menjadi korban kekerasan seksual oleh Achraf Hakimi di kediaman pribadi sang pemain di Paris.
Pendanaan pemulihan melalui peraturan ini hanya dapat diberikan setelah mekanisme restitusi dijalani, tetapi tidak ada batasan waktu yang tegas.
Dengan PP 29/2025 maka pengobatan korban kekerasan dan kekerasan seksual yang tidak tercover oleh program jaminan kesehatan nasional (JKN), bisa mendapatkan dana bantuan.
Iffa Rosita menegaskan pentingnya implementasi pedoman ini sebagai bentuk komitmen kelembagaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
JCI Jakarta berkolaborasi dengan HIPMI BPP Banom Womenpreneur untuk mendukung misi penting Kids Biennale Indonesia: memerangi bullying dan kekerasan seksual terhadap anak-anak.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved