Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

MUI: Pasal Aborsi dalam PP 28/2024 Belum Tepat dengan Prinsip Islam

M. Iqbal Al Machmudi
01/8/2024 17:40
MUI: Pasal Aborsi dalam PP 28/2024 Belum Tepat dengan Prinsip Islam
Ketua MUI Cholil Nafis hadiar secara virtual(MI/ANDRI WIDIYANTO)

KETUA MUI Bidang Dakwah, M. Cholil Nafis mengatakan bahwa pasal terkait aborsi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan masih belum sesuai dengan ketentuan agama Islam.

Ia menjelaskan aborsi hanya bisa dilakukan ketika terjadi kedaruratan medis, korban pemerkosaan, dan usia kehamilan sebelum 40 hari atau sebelum peniupan ruh.

"PP 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana UU Kesehatan soal aborsi sudah sesuai dengan Islam hanya kurang ketentuan soal boleh aborsi karena diperkosa itu harus usia kehamilannya sebelum usia 40 hari. Ulama sepakat tidak boleh aborsi sesudah ditiupnya ruh, usia kehamilan di atas 120 hari," kata Cholil saat dihubungi, Kamis (1/8).

Baca juga : ICJR : Tidak Ada Kebaruan Aturan Aborsi bagi Korban Perkosaan

Ia menegaskan ketentuan aborsi karena perkosaan harus dibatasi usianya yakni sebelum ditiupkan ruh.

Dalam fatwa Nomor 1/MUNAS VI/MUI/2000 menyebut melakukan aborsi (pengguguran janin) sesudah nafkh al-ruh hukumnya adalah haram, kecuali jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu. Melakukan aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh al-ruh, hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan oleh syari’ah Islam. Mengharamkan semua pihak untuk melakukan, membantu, atau mengizinkan aborsi.

Sementara ketentuan aborsi diatur dalam PP 28/2024 Pasal 116 yakni setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.

Baca juga : Honduras Dilaporkan ke PBB karena Larangan Aborsi

Namun beberapa pasal dalam regulasi turunan tersebut masih belum sesuai dengan ketentuan agama Islam seperti Pasal 102 huruf a terkait praktik sunat pada perempuan.

"PP 28/2024 tentang Kesehatan pada pasal 102 yang menghapus praktik sunat perempuan bertentangan dengan syariah. Sebab Islam menganjurkan (makramah) khitan perempuan. Karenanya bertentangan kalo PP tersebut itu melarang khitan perempuan. Khitan perempuan tidak wajib tapi tidak boleh dilarang," jelasnya.

Diketahui, Presiden RI Joko Widodo baru mengesahkan PP 28/2024 per 30 Mei lalu. (Iam)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Reynaldi
Berita Lainnya