Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
AYAH mendiang Wayan Mirna Salihin, Edi Darmawan Salihin dipolisikan oleh sejumlah mantan karyawan PT Fajar Indah Cakra Cemerlang buntut tak membayar pesangon setelah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Penasihat hukum korban, Manganju Simanulang turut mendampingi para korban menghadiri pemeriksaan Subdit III Sumdaling Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya. Manganju menyebut, total terdapat 38 orang karyawan yang belum menerima haknya hingga saat ini.
"Kita juga tidak tahu. Apa sih alasan perusahaan sehingga kita anggap ini sebagai pembangkangan hukum, melawan hukum sehingga perusahaan hingga saat ini tidak melakukan kewajibannya. Totalnya perusahaan dihukum untuk membayar Rp3,5 Miliar, kurang lebih untuk 38 orang karyawan," kata Manganju di Polda Metro Jaya, Selasa (7/11).
Baca juga : Ini Respons Kejagung Terhadap Viralnya Film Dokumenter soal Kopi Sianida
Manganju menjelaskan, proses hukum merupakan upaya terakhir. Sebelumnya, kliennya mencoba menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui perundingan bipartit, tripartit hingga berujung ke gugatan di Pengadilan Hubungan Industrial.
Baca juga : Mantan Hakim MA Singgung Kasus FS dengan Kopi Sianida
Saat itu, hakim yang memeriksa perkara memutuskan perusahaan dihukum membayar Rp3,5 Miliar kepada 38 orang. Putusan Pengadilan PHI Jakarta No. 206/Pdt Sus PHI/2018/PN JKT PST tanggal 18 Oktober 2018.
"Sebenarnya yang di-PHK itu kurang lebih 800, tetapi yang berani tetap berjuang di pengadilan itu 38 orang," ujar dia.
Laporan tercatat dengan nomor: LP/B/5743/1X/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 26 September 2023.
Adapun, terlapornya adalah Direktur Utama PT Fajar Indah Cakra Cemerlang Edi Darmawan Salihin, Komisaris PT Fajar Indah Cakra Cemerlang Made Sandy Salihin, Direktur PT Fajar Indah Cakra Cemerlang Ni Ketut Sianti dan Febrina Salihin.
Dalam laporan, mereka diduga melanggar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 Juncto Pasal 156 Ayat 23 dan 4.
Sementara itu, salah satu korban, Wartono (57) menceritakan, ia telah bekerja sudah 21 tahun sebagai kurir. Menurut dia, perusahaan mulai goyang kala kasus kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin mencuat. Wartono menyebut, pembayaran gaji ke karyawan saat itu mulai tersendat.
"Harusnya tanggal 1 penggajian bisa mundur bisa sampai tanggal 15 bisa sampai tanggal 30 berikutnya. saya juga sempat negor pak Edi. pak ini kalau cara penggajian begini, karyawan gak bisa makan, ada yang nyicil motor ada yang rumah juga. Pak edi sendiri sempat bilang ntar 3 bulan kemudian akan lancar kembali. 3 bulan lewat tetap juga begitu sampai hampir setahun kurang lebih 8 bulan penggajian gak normal," ujarnya.
Wartono mengatakan, puncaknya terjadi PHK besar-besaran pada Februari 2018. Ketika itu, 21 kantor tutup dan tidak ada kegiatan
"Sampai saat ini sudah tutup kantornya sudah nggak ada kegiatan lagi. sejak Februari 2018," tuturnya.
Wartono berharap kasus ini segera tuntas. Pihak perusahaan segera melunasi kewajibannya untuk membayar pesangon kepada 38 karyawan yang telah di PHK.
"Mudah-mudahan pak edi mendengar keluhan karyawan ini, selama ini kita menuntut. buka lah hati nurani, ayo kita duduk atau kita negosiasi nggak harus 3,5 M atau gimana, ada berapa nya yang penting ada negosiasi ada pertemuan, yang saya sayangkan kan begitu," pungkasnya. (Z-8)
FILM dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso kembali meramaikan kasus pembunuhan yang diduga menggunakan sianida pada 2016
Ketut menyatakan, kasus yang terjadi pada awal 2016 itu telah selesai oleh karena telah di uji lima kali berbagai tingkatan pengadilan
Ayah mendiang Wayan Mirna Salihin, Edi Darmawan Salihin menanggapi permasalahan dirinya dengan para karyawannya terkait PHK sepihak hingga tidak membayar pesangon para karyawannya.
Perkara kopi sianida yang terjadi pada 2016 kembali menarik perhatian publik setelah diputarnya film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso
Advokat pembela Jessica Wongso laporkan ayah Wayan Mirna Salihin, Edi Darmawan Salihin
Enam orang yang ditemukan tewas di dalam kamar hotel mewah Grand Hyatt Erawan di Bangkok, Thailand, diduga meminum dari cangkir teh dan kopi yang dicampur sianida.
Senyawa beracun yang mematikan ini pertama kali ditemukan oleh Carl Wilhelm Scheele pada 1782 dan kemudian untuk pertama kalinya mulai diekstraksi dari kacang almon pada periode 1800.
Polri terus mendalami kasus impor dan perdagangan ilegal bahan kimia berbahaya jenis sodium cyanide (sianida) oleh PT SHC di wilayah Surabaya dan Pasuruan, Jawa Timur.
Menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI), timbal sama seperti sianida yang mematikan,. Bedanya, efek timbal berlangsung perlahan dan menyakitkan karena efeknya luar biasa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved