PELAKSANA Tugas Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jakarta Raya, Dedy Irsan meminta penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) TA 2022/2023 bisa dilaksanakan dengan objektif, transparan, akuntabel, dan tidak diskriminatif.
Ombudsman Jakarta Raya menggarisbawahi aturan daya tampung yang kerap diabaikan pada PPDB tingkat SMA dan SMK. Sehingga melanggar ketentuan daya tampung siswa yang diterima di sekolah.
“Untuk diingat bersama, daya tampung ditetapkan oleh Dinas Pendidikan setempat, dalam hal ini misalnya PPDB SMA dan SMK ditetapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat, untuk memastikan bahwa sekolah dapat memenuhi SPM (standar pelayanan minimal) jumlah siswa dalam satu rombongan belajar (rombel) atau kelas yang dimiliki oleh sekolah sebagaimana diatur oleh Kementerian Pendidikan” kata Dedy dalam keterangannya, Kamis (26/5).
Faktanya, lanjut Dedy, ketentuan daya tampung ini seperti diabaikan oleh beberapa SMA dan SMK milik pemerintah di Provinsi DKI Jakarta dan di Bogor, Depok serta Bekasi.
Ironisnya, hal tersebut tidak tampak dari penyelenggaraan PPDB yang dislogankan beserta dengan aturan dan tahapan-tahapan yang harus diikuti secara ketat oleh para calon siswa atau orangtua/wali murid.
Baca juga : DPRD DKI Kritik Rencana Perluasan Gage di Jakarta
Ia menjelaskan, ada sekolah yang kemudian memaksakan lebih dari 40 siswa per kelas. Selain itu, sangat mungkin sekolah akhirnya menggunakan ruang laboratorium atau ruang perpustakan sebagai kelas untuk menampung siswa-siswa tersebut.
Namun, Dedy menambahkan, tidak sedikit SMA/SMK di bawah Pemerintah Provinsi yang di sisi lain belum dapat memenuhi kuota atau daya tampung tersebut. Secara sederhana, menurut Dedy, sekolah ‘favorit’ akan cenderung melanggar ketentuan daya tampung dan sebaliknya sekolah negeri lain malah kekurangan siswa.
“Oleh karenanya, kami memandang, Dinas Pendidikan perlu mengevaluasi betul formula ataupun proses penyusunan Daya Tampung ini. Jika tahun ini sudah yakin, maka perlu lebih serius mengawasi implementasinya dalam proses PPDB. Sebab jika tidak, untuk apa?,” tandasnya.
Menurut Dedy, pihak yang akan paling dirugikan dari rusaknya integritas PPDB adalah siswa. Akibat dari banyaknya upaya yang pada akhirnya mencederai proses PPDB, siswa tidak dapat memperoleh layanan Pendidikan yang optimal karena sekolah gagal memenuhi SPM Pendidikan. (OL-7)