Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
PASAR kopi di Indonesia diproyeksikan akan terus mengalami perkembangan selama lima tahun mendatang. Dalam beberapa tahun terakhir, skala pasar kopi Indonesia dikategorikan memiliki pertumbuhan tinggi. Dalam analisis yang dirilis oleh perusahaan konsultan bisnis asal India, Redseer, pertumbuhan pasar kopi Indonesia akan mengalami peningkatan 11% (CAGR/compound annual growth rate, tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata investasi selama periode tertentu) hingga kurun 2030.
Roshan Behera, partner di Redseer Strategy Consultant, mengatakan meski secara umum merupakan pasar yang secara tradisional lebih lekat dengan penikmat teh, Indonesia tergolong cepat dalam mengadopsi budaya minum kopi. Dengan basis populasi yang besar, Indonesia mampu menjadi contoh model dari penerimaan budaya ngopi.
“Hal yang menarik ialah generasi baru peminum kopi di Indonesia secara langsung memilih untuk membeli kopi hangat dari kedai kopi terdekat. Karena itu, Indonesia menjadi pasar yang menarik bagi sejumlah startup kopi dengan pertumbuhan konsumsi kopi di luar rumah yang paling tinggi,” kata Behera dalam amatannya di situs Redseer, dikutip Media Indonesia, Kamis (26/12).
Dalam analisis Redseer, populasi dewasa di Indonesia (30%) rerata meminum kopi sebanyak 5-6 cangkir per minggu dengan preferensi kopi yang masih memiliki tambahan manis. Secara skala konsumsi kopi di luar rumah, populasi peminum kopi Indonesia memang masih dikategorikan medium meski secara pertumbuhan terbilang tinggi. Kondisi tersebut dibandingkan dengan pasar kopi di Singapura yang 50% populasi dewasanya meminum 6-7 cangkir kopi per minggu, preferensi kopi yang lebih kuat (tanpa tambahan manis). Secara tingkat konsumsi kopi di luar rumah, Singapura memang lebih tinggi. Namun? untuk pertumbuhannya, dalam analisis Redseer, dikategorikan rendah.
Lalu, Filipina, sebanyak 60% populasi dewasanya meminum rerata 7-8 cangkir kopi per minggu dengan preferensi kopi manis. Dalam skala konsumsi kopi di luar rumah, Filipina digolongkan rendah, tetapi tingkat pertumbuhannya tinggi. “Singapura merupakan pasar peminum kopi yang relatif sudah matang dengan tingkat keterjangkauan yang tinggi. Ini jelas merupakan pasar bagi merek kopi dapat menemukan lokasi yang stabil meskipun pertumbuhan keseluruhan di pasar mungkin tidak terlalu eksponensial. Sementara Filipina memiliki budaya kopi yang mengakar kuat. Mereka mengonsumsi jumlah cangkir kopi terbanyak di seluruh Asia Tenggara," ucapnya.
Behera menyebut adanya peningkatan pendapatan dan populasi muda di Filipina membuat konsumsi kopi di luar rumah berkembang pesat. Di luar konsumsi di rumah, Behera melihat adanya peningkatan pesat dalam pola minum rumah tangga serta beralih dari kopi instan ke penawaran yang lebih premium. Dari data tersebut, Filipina memang masih jadi negara yang unggul secara angka penjualan/transaksi gerai kopi. Meski demikian, Indonesia sebenarnya memiliki potensi dalam pengembangan varian produk kopi/minuman dengan basis kopi yang dicari oleh para konsumen. Secara lanskap, merek-merek lokal pun terus bermunculan dan semakin menguatkan posisi mereka di pasar, menantang merek internasional yang sudah lama beroperasi di Indonesia.
Fore Coffee, yang masuk ke pasar kopi Indonesia dengan penempatan posisi sebagai kopi premium, mengeklaim tetap memberikan harga terjangkau (premium affordable). Fore melihat potensi pasar kopi Indonesia ke depan memang akan terus meningkat dan bakal menambah gerai-gerai yang bisa dijadikan sebagai tempat nongkrong.
“Berdasar data kami, konsumsi kopi per kapita kita memang masih rendah jika dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lain. Tapi Indonesia adalah produsen kopi terbesar keempat di dunia. Jika berbicara market, di Indonesia satu kedapi kopi melayani setidaknya 28 ribu populasi jika diandingkan dengan Singapura yang satu kedai kopi melayani 7.000 orang. Jadi, kalau secara peluang, Indonesia punya peluang empat kali lebih besar dibanding Singapura, berbicara sisi market size,” kata CEO & Co-Founder Fore Coffee Vico Lomar di kantor pusat Fore Coffee, Gedung Graha Ganesha, Gambir, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Vico menambahkan, pada awal 2000-an, banyak merek internasional masuk Indonesia. Namun, merek Indonesia baru berkembang pada 2017. Kedai kopi pun kian banyak bermunculan. Masyarakat Indonesia kemudian dihadapkan pada kultur ngopi di kedai kopi. “Ke depan akan banyak pemain kopi, bukan dari lokal saja, tapi juga dunia masuk ke Indonesia. Peluang masih besar untuk berkembang. Perkembangan ini yang diproyeksikan mencapai 11% hingga 5 tahun mendatang, menjadi yang terbesar di seluruh dunia,” ungkap Vico.
Mode takeaway
Redseer juga membagikan amatan mereka. Mode takeaway (dibungkus) menjadi salah satu sumber pendapatan terbesar para gerai kopi di Indonesia. Hal itu juga memungkinkan para merek kopi untuk mengembangkan gerai-gerai yang lebih kecil dan lebih menguntungkan. Fore Coffee, misalnya, membagi tiga segmentasi gerai mereka. Pertama, ialah model flagship dengan skala ruang lebih besar, lalu model medium dengan skala 100-200 meter persegi, dan ketiga ialah model satelit yang dikhususkan untuk melayani pesan antar.
Meski demikian, Vico juga mengamati kalangan muda Indonesia kini lebih banyak menikmati ngopi di tempat. Hal itu disandarkan pada faktor pengalaman yang ditawarkan oleh gerai kopi serta kultur nongkrong dan bersosialisasi. Sebab itu pula, Vico menyebutkan salah satu proyeksi mendatang merek kopinya ialah lebih banyak mengembangkan gerai tipe medium.
Lokal lebih vokal
Anisa Fatimatuzzahro, 29, pengajar yang saat ini juga tengah menempuh studi, ialah salah satu yang kerap minum kopi di kedai kopi. Dalam sepekan, ia bisa empat hingga lima kali ke kedai kopi. Salah satu alasannya lebih memilih minum kopi di kedai kopi ialah karena suasana.
“Tempat kopi yang aku datangi itu suasananya nyaman sekali, baik buat nugas atau bengong, buat kerja juga enak, dan poin plus kopinya enak. Aku kalau sudah cocok sama satu kopi, bakal di situ terus. Kalau di Semarang, aku sukanya ngopi di Fore. Kalau di Pemalang, ada kedai kopi lokal namanya Uttara,” kata Anisa kepada Media Indonesia, Kamis (26/12).
Jika malas ke luar rumah, ia memesan kopi via aplikasi pengantaran daring. Biasanya Annisa menaruh bujet berkisar Rp50 ribu-Rp100 ribu untuk sekali ngopi. Sementara itu, Al Hajat Masitoh, 29, pramugari di salah satu maskapai penerbangan, mengungkapkan dalam sepekan bisa lebih dari lima kali ngopi di luar. Salah satu alasannya ialah untuk me time.
“Lebih sering enggak ganti-ganti tempat ngopi. Cuma memang ada momen suka nyobain beda-beda kedai kopi karena seru bisa eksplorasi biji-biji kopinya. Tiap kedai kopi punya cita rasa yang berbeda-beda. Kalau rata-rata dari kedai kopi yang biasa saja sampai yang lumayan fancy, biasanya menghabiskan sekitar Rp100-Rp300 ribuan,” tutur Al kepada Media Indonesia, Kamis (26/12).
Dalam amatan Redseer, kopi merek lokal kerap mendapat skor yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan merek internasional. Meski kerap kali rasa jadi alasan utama, nyatanya keterkenalan merek menjadi pendorong pengambilan keputusan terbesar konsumen. “Kami menemukan merek-merek lokal sering kali mendapat nilai yang lebih tinggi dalam uji cita rasa jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan raksasa global. Mungkin merek lokal harus lebih fokus pada brand-building untuk menciptakan keunggulan yang berbeda karena intensitas persaingan meningkat seiring dengan menemukan strategi untuk mengomunikasikan penawaran mereka yang superior dan nilai tambah,” tukas Behera. (M-2)
Produsen kopi Kolombia Wilton Benitez, pemenang kompetisi The Golden Bean 2022 memberikan kelas pengajaran coffee processing bagi para prosesor kopi di Jawa Barat
Metode CO2 menggunakan karbon dioksida di bawah tekanan tinggi untuk menghilangkan kafein tanpa menggunakan bahan kimia yang keras.
Kopi decaf alternatif bagi pencinta kafein, tetapi memiliki intoleransi pada lambung.
DALAM kurun waktu 10 tahun terakhir, Jawa Tengah selalu berada dalam peringkat 10 teratas penghasil kopi di Indonesia.
Petani yang sudah tesertifikasi harus mengikuti aturan yang ditetapkan, pun mendapat pelatihan proses tanam, panen, dan pascapanen kopi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved