Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kopi dan Ruang Berkarya bagi Difabel

Media Indonesia
08/9/2024 05:09

JENI dengan cekatan melayani pesanan pengunjung yang datang ke kafe tempatnya bekerja, Dignityku. Barista yang merupakan difabel tuli itu mengandalkan bahasa isyarat dan gerak bibir untuk memahami permintaan pengunjung. Ia kemudian segera meracik minuman pesanan tersebut.

Perempuan berusia 40 tahun itu tak sendiri. Ada tiga barista lain yang juga berkebutuhan khusus. Sang pemilik kafe Hendra Warsita mengaku memang ingin menyediakan ruang bagi difabel, atau penyandang disabilitas, untuk berkarya. Saat ini, ia memiliki empat barista yang merupakan difabel tuli dan autisme.

"Konsep dari awal kami melatih teman-teman difabel, terutama yang tunarungu, autis, low vision, tunadaksa, untuk menjadi baik chef profesional maupun barista," kata Hendra kepada Media Indonesia, Rabu (4/9).

Baca juga : Sulap Limbah Kopi Jadi Briket hingga Pemantik Api

Hendra membuka Dignityku pada 2020 lantaran terinspirasi oleh kafe di Singapura yang mempekerjakan difabel. Kafe dan restoran tersebut berada di bilangan Kebagusan, Jakarta Selatan.

"Dignityku itu artinya martabatku. Saya ingin mereka atau teman-teman difabel ini bermartabat juga di tengah masyarakat. Mereka itu, kan, different, but able. Saya yakin mereka bisa bikin kopi, melayani pengunjung kalau kita latih," ucapnya.

Ia membuka pelatihan secara gratis kepada penyandang disabilitas dengan menghadirkan barista profesional. Ia ingin penyandang disabilitas juga memiliki dasar teori dan praktik kebaristaan yang sesuai dengan industri kopi saat ini.

Baca juga : Menggenjot Produktivitas Kopi di Perkebunan Teh Cikoneng

"Saya hadirkan profesional barista dan juga ahli bahasa isyarat buat membantu komunikasi saat pelatihan," imbuhnya.

Selama melakukan pelatihan selama tiga bulan, penyandang disabilitas tersebut dilatih teori dan sejarah kopi. Lalu, mereka juga diajari menilai cita rasa kopi. Setelah itu, mereka diajari seluk-beluk mesin espresso.

Selepas teori, mereka akan diajari menggunakan mesin espresso. Mulai menggiling kopi, memasukkan kopi dengan merata ke porta filter, mengoperasikan mesin, hingga menghasilkan espresso yang seimbang antara manis, pahit, dan asam.

Baca juga : Mensos Tekankan Pentingnya Ciptakan Ruang yang Sama bagi Disabilitas

 

Libatkan down syndrome

Selain Dignityku, Kopi Kamu melakukan hal serupa, memberikan ruang untuk penyandang disabilitas belajar dan berdaya. Kini, mereka memiliki tujuh barista pengidap down syndrome.

Baca juga : Kelompok Difabel Harus Mendapat Perlakuan Khusus Jika Berhadapan dengan Hukum

General Manager Kopi Kamu Gabriel Joseph Persik mulai melibatkan pengidap down syndrome sejak Agustus 2023. Awalnya, ayah Gabriel sekaligus pemilik Kopi Kamu, Rocky J Persik, mengunjungi festival di Pondok Indah Mall dan melihat gerai Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS) yang menyajikan kopi hasil anak mereka. Rocky pun tertarik untuk memberikan wadah bagi pengidap down syndrome berkarier di kedainya.

"Saat dilihat, memang mereka memiliki basis dalam membuat kopi. Akhirnya dari situ bekerja di sini. Dari 11 barista di sini, tujuh di antaranya merupakan pengidap down syndrome," kata Gabriel kepada Media Indonesia, Kamis (29/8).

Ketujuh barista pengidap down syndrome itu bekerja secara bergiliran pada Selasa, Kamis, dan Sabtu. Ia mengatakan barista tersebut dibayar per jam untuk membuat kopi dan melayani pengunjung.

Saat Media Indonesia berkunjung ke Kopi Kamu, Kamis (29/8), ada tiga barista pengidap down syndrome, yakni Ikhlas, Vanessa, dan Arik Muhammad Rafi. Mereka mengenakan apron barista dan sibuk di belakang bar. Ada yang menuangkan susu ke kopi, ada juga yang membawakan minuman dan makanan kepada pengunjung. Mereka luwes dalam meyalani pembeli pada hari itu.

"Di sini kita memberikan pendampingan dulu. Selalu ada yang memberikan arahan, seperti bikin kopi gitu harus dikasih arahan. Memang butuh waktu untuk lancar, tetapi mereka sudah ada dasar. Jadi, adaptasinya tidak terlalu lama," ungkap Gabriel.

Sejauh ini kehadiran barista pengidap down syndrome tak mengganggu jalannya kedai. Gabriel justru menyebut kehadiran barista berkebutuhan khusus justru membawa keceriaan di kedai.

"Selain melayani, kadang mereka ngobrol dengan pengunjung. Mereka mungkin sudah nyaman. Jadi, baik-baik saja. Di sini juga jadi tempat berkumpul teman-teman pengidap down syndrome karena ada mereka," tuturnya. (Faj/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya