Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
SIAPA bilang hanya siswa dari kota besar yang dapat berprestasi? Tiara Prasetyaningtyas perempuan asal Klaten, Jawa Tengah, membuktikan bahwa ilmu patut dikejar dan dapat diusahakan, bukan cuma impian semata. “Keluarga saya keluarga sederhana. Ayah saya dari lereng Gunung Merapi di Sleman, Yogyakarta, yang kemudian membuka toko kecil di Klaten,” cerita Tiara.
Sedari kecil, Tiara sudah menampakkan minat untuk belajar. Ia berprestasi dalam akademik. Saat menempuh Sekolah Menengah Pertama, seorang guru menyadarkan Tiara bahwa dunia lebih luas daripada yang ia lihat di sekelilingnya. Ilmu dapat ia gapai lebih, tidak terbatas di tempat asalnya.
Hal ini membuat Tiara bersemangat untuk bersekolah ke kota besar. Orang tua Tiara turut mendukung dengan janji menyekolahkan Tiara ke Yogyakarta, untuk menempuh Sekolah Menengah Atas. Namun jalan hidup berkata lain.
“Usaha orang tua saya tidak berjalan lancar saat itu dan membuat saya harus tetap bersekolah di Klaten,” kata Tiara.
Meski sedih, hal tersebut tidak mematahkan semangat Tiara. Ia mulai mencoba mendaftar di ajang pertukaran pelajar ke Amerika Serikat melalui Youth Exchange and Study (YES program). Usahanya membuahkan hasil, pada kelas 2 SMA tepatnya pada 2014-2015, Tiara bersekolah di Martha Layne Collins High School dibiayai oleh US Department of State.
Pengalaman belajar di luar negeri membuka wawasan Tiara akan pendidikan berkualitas yang bisa didapatkan oleh siapa saja, sekalipun tidak dari latar belakang keluarga yang istimewa. “Saya percaya, pendidikan yang baik nilainya bisa nol rupiah, tetapi dampaknya bisa mengubah hidup seseorang,” katanya.
Pulang dari Amerika Serikat, Tiara membulatkan tekad untuk belajar di perguruan tinggi terkemuka. Ia berhasil diterima di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Saat kuliah, Tiara menjadi penerima beasiswa S1 dari Tanoto Foundation. “Dari program beasiswa ini ada dua pelajaran yang ditanamkan membekas di benak saya hingga saat ini, yaitu lifelong learning (pembelajaran seumur hidup) dan pay it forward (membalas kebaikan dengan melakukan kebaikan),” kata Tiara.
Pengalaman sebagai penerima beasiswa Tanoto Foundation, membuat Tiara paham bahwa keberhasilan bukan hanya tentang nilai akademis. Lebih penting dari itu adalah nilai sosial: bagaimana seseorang memberi kembali kepada masyarakat.
Tiara mengamalkan semangat ini melalui inisiatif pemberdayaan kelompok disabilitas bernama Agni Project pada masa kuliah. Agni Project adalah inisiatif pemberdayaan penyandang disabilitas di Yogyakarta yang terinspirasi dari komunitas UMKM kreatif di kota asal Tiara. Ia melihat celah di mana para penyandang disabilitas sering kali tak terjangkau oleh sistem kerja formal.
“Suatu saat saya bertanya ke teman-teman UMKM, ‘kalian tahu nggak penjahit yang disabilitas?’ Ternyata ada, tapi mereka belum terorganisasi,” cerita Tiara .
Karena itu, Tiara menjalankan Agni Project sebagai wadah kolaborasi bagi para difabel fisik. Mereka diajari untuk memproduksi barang-barang kreatif seperti tas kecil dan dompet dari sisa kain UMKM, lalu dipasarkan melalui hotel-hotel dan pameran lokal.
Tak hanya menciptakan produk, Agni Project juga membangun ekosistem inklusif yang memberdayakan kelompok tersebut. “Kami bantu mereka bukan karena kasihan, tapi karena mereka mampu. Yang mereka butuhkan itu bukan belas kasih, tapi kesempatan yang setara,” tegas Tiara.
Kini, sedikitnya 25 penyandang disabilitas terlibat dalam proyek ini, dengan sekitar 100 produk terjual tiap bulan. Dari penjualan produk tersebut, beberapa pekerja disabilitas bahkan mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan membantu perekonomian keluarga. “Meski mereka belum sampai bisa mendanai untuk pendidikan tinggi, perubahan kesejahteraan mereka nyata,” kata Tiara.
Dalam perkembangannya, Agni Project juga menarik perhatian sejumlah pihak, hingga kemudian memperoleh pendanaan dari sebuah lembaga internasional yaitu Greenheart International karena keselarasan visi proyek yang dijalankan Tiara dengan aspek sustainability.
Proyek ini berlangsung langgeng, bahkan ketika Tiara melanjutkan studi S2-nya di University of Melbourne di Australia. Semangatnya untuk bergerak di bidang sosial tak pernah surut.
Saat ini, di tengah kesibukan akademis dan kerja Tiara masih memperkenalkan komunitas perajin disabilitas di Yogyakarta. “Saya selalu ingat ketika kita menerima rezeki lebih, di situ juga ada bagian untuk orang lain,” pungkas Tiara. (H-2)
17,85% penyandang disabilitas berusia lebih dari 5 tahun di Indonesia tidak pernah mengenyam pendidikan formal.
MESKI semangat inklusi terus digaungkan, nyatanya hanya sebagian kecil penyandang disabilitas yang berhasil menembus dunia kerja.
PEMBERDAYAAN penyandang disabilitas perlu terus ditingkatkan untuk mendukung proses pembangunan nasional. Saat ini berbagai tantangan masih kerap dihadapi oleh penyandang disabilitas.
Isu kesehatan dan hak reproduksi bagi penyandang disabilitas, terutama perempuan, adalah isu yang fundamental namun kerap terabaikan oleh para pemangku kebijakan.
Penyandang disabilitas mendapat perhatian khusus dengan disediakannya ruang dan fasilitas pendukung, termasuk lowongan pekerjaan inklusif.
Talkshow tersebut menyoroti peran penting keuangan digital dalam meningkatkan kemandirian ekonomi penyandang disabilitas.
Lulusan perguruan tinggi kini menjadi kelompok dengan angka pengangguran tertinggi, mencerminkan krisis kesiapan menghadapi dunia kerja.
Di Tenggarong, Kalimantan Timur, tepatnya di Desa Ponoragan, berdiri Rumah Anak SIGAP—sebuah ruang aman dan ramah anak yang mendukung tumbuh kembang anak
Belajar bersama anak menjadi wujud cinta seorang ayah di Hari Anak Nasional, menciptakan momen hangat, penuh makna, dan ikatan yang semakin erat.
Pemaparan ini dilakukan dalam Konferensi Regional Jaringan Asia-Pasifik untuk Anak Usia Dini (Asia-Pacific Regional Network for Early Childhood/ARNEC) 2025 yang baru saja diselenggarakan.
Nitya Ade Santi, doktor termuda IPB University, kembangkan metode deteksi dampak kebakaran hutan menggunakan citra satelit dan analisis multi-waktu.
Dengan peningkatan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat terus meningkatkan angka partisipasi sekolah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved