Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
GURU besar bidang gizi masyarakat dan sumber daya keluarga dari Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Prof Ali Khomsan menyampaikan bahwa upaya untuk mengurangi konsumsi makanan dan minuman manis pada anak semestinya dilakukan secara bertahap.
"Pengurangan konsumsi gula tentu dilakukan secara bertahap," kata Ali, dikutip Rabu (21/8).
Ia mengemukakan anak yang terbiasa mengonsumsi makanan dan minuman manis bisa tantrum jika asupan gula mereka langsung dikurangi secara drastis.
Baca juga : Ini Batasan Konsumsi Gula dan Garam pada Anak
Karena asupan gula dapat mempengaruhi tingkat energi dan suasana hati anak, lanjutnya, penurunan asupan secara mendadak dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman, membuat anak gelisah, dan mudah marah.
Oleh karena itu, pengurangan gula sebaiknya dilakukan secara bertahap agar anak lebih mudah beradaptasi dan tidak mengalami stres berlebihan.
Prof Ali menyarankan orangtua untuk mengurangi takaran gula pada minuman anak sedikit demi sedikit serta memilih produk yang rendah gula
saat membeli minuman dalam kemasan.
Baca juga : Ibu Panutan Utama Anak dalam Konsumsi Gula
"Kalau orangtua yang membuat minuman manis itu, bisa mengurangi gula dalam minuman anak. Tapi, untuk minuman kemasan, coba pilih yang less sugar," katanya.
Prof Ali juga menyampaikan kebiasaan orangtua, utamanya ibu, dalam mengonsumsi makanan dan minuman manis bisa mempengaruhi pola konsumsi gula anak.
Oleh karena itu, para orangtua sebaiknya mengedukasi diri dan meningkatkan pengetahuan tentang gizi agar bisa menjadi contoh baik dalam menerapkan pola makan sehat di rumah.
Baca juga : Orangtua Berperan Penting Cegah Perundungan Anak
"Edukasi gizi di tingkat rumah tangga perlu, dan ibu menjadi panutan utama anak, sehingga seorang ibu dianjurkan melek gizi," kata Prof Ali.
Dia menyampaikan konsumsi gula anak usia sekolah normalnya 25 gram per hari.
"Asupan gula proporsional anak usia sekolah itu sekitar 25 gram per hari. Ini bisa dilihat berapa gram belanja gula per bulan di rumah tangga, dibagi jumlah anggota rumah tangga. Kalau makanan kemasan bisa dilihat di label gizi," ungkapnya.
Anak usia 12 hingga 18 tahun, yang mengalami diabetes tipe 1 cenderung meningkat. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut kenaikannya mencapai 70% dari 2010 hingga 2023. (Ant/Z-1)
Berbicara kepada anak-anak tentang penyakit serius, seperti kanker bisa menjadi tantangan besar bagi orang tua.
Momen lebaran bukan hanya tentang kebahagiaan, tetapi juga kesempatan bagi anak-anak untuk belajar mengelola uang.
Artis, model, dan pembawa acara Dian Ayu Lestari membagikan tips liburan bersama anak-anak, termasuk memilih tempat yang cocok dan mempersiapkan peralatan penting.
Si kecil cenderung lebih mudah pilek dan batuk di musim hujan. Pengaruh cuaca pada perkembangan kuman menjadi salah satu penyebabnya.
Agar anak tidak stunting, upaya pencegahan perlu dilakukan sejak jauh hari, bahkan sebelum masa kehamilan.
Sebagian orang tua melarang anak bermain hujan. Padahal, bermain di tengah hujan memberi sejumlah manfaat buat anak.
Studi menunjukkan semakin banyak waktu yang dihabiskan remaja di media sosial, semakin besar kemungkinan mereka mengalami perundungan terkait berat badan.
Hasil survei baru menunjukkan banyak orangtua merasa stres saat menghadapi waktu makan anak-anak mereka.
Survei Ohio State University Wexner Medical Center menemukan sekitar 66% dari 1.005 orangtua merasa tuntutan menjadi orangtua membuat mereka merasa kesepian.
Untuk mencegah perilaku tantrum pada anak, perlu diterapkan komunikasi yang baik sejak dini dan orangtua harus menjadi contoh yang baik pada anak.
Yuks mengenal lebih dekat apa itu helicopter parenting dan dampaknya.
alah satu alasan anak mengalami tantrum yakni kesulitan mengekspresikan keinginannya
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved