Headline

Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.

Ketua DPR AS Kunjungi Pemukiman Ilegal Tepi Barat Dikecam

Dhika Kusuma Winata
06/8/2025 10:18
Ketua DPR AS Kunjungi Pemukiman Ilegal Tepi Barat Dikecam
Demonstrasi di Tepi Barat Palestina.(Al Jazeera)

KETIADAAN Hamas di Tepi Barat ternyata tidak membuat wilayah Palestina itu aman dari penjajahan Israel. Kejahatan Negeri Zionis itu makin menjadi karena didukung para pejabat AS. Tengok saja Mike Johnson, legislator tertinggi di Kongres AS, yang mengunjungi permukiman ilegal di Tepi Barat, Senin (5/8).

Kementerian Luar Negeri Palestina menyebut kunjungan Ketua DPR AS itu sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional. Johnson ialah pejabat AS berpangkat tertinggi yang mengunjungi permukiman Israel di Tepi Barat.

Kunjungannya dilakukan di tengah meningkatnya kekerasan pemukim terhadap komunitas Palestina yang menewaskan dua warga negara AS pada Juli. Militer Israel juga mengintensifkan serangan mematikan, pembongkaran rumah, dan kampanye penggusuran di Tepi Barat seiring dengan serangan brutal dan blokadenya terhadap Gaza.

Kunjungan Johnson bertentangan dengan upaya Arab dan AS untuk mengakhiri siklus kekerasan serta sikap publik Washington terhadap agresi para pemukim. "Kementerian menegaskan bahwa semua aktivitas permukiman tidak sah dan ilegal serta merusak peluang untuk menerapkan solusi dua negara dan mencapai perdamaian," tegas Kementerian Luar Negeri Palestina.

Menurut laporan media Israel, Johnson mengunjungi permukiman Ariel salah satu yang terbesar, utara Ramallah. "Yudea dan Samaria ialah garis depan negara Israel dan harus tetap menjadi bagian integralnya," kata Johnson seperti dikutip oleh surat kabar Jerusalem Post. Asal tahu saja, Yudea dan Samaria ialah sebutan daerah zaman dulu dalam Alkitab untuk Tepi Barat. 

Ilegal menurut hukum 

"Sekalipun dunia berpikir sebaliknya, kami mendukung Anda." Komentar Ketua DPR tersebut tampaknya merujuk pada langkah-langkah terbaru yang diambil beberapa negara Barat, termasuk sekutu dekat AS dan Israel, untuk mengakui negara Palestina.

Permukiman Israel di Tepi Barat dan Jerusalem Timur tergolong ilegal menurut hukum internasional. Mahkamah Internasional, pengadilan tertinggi PBB, menegaskan kembali posisi tersebut tahun lalu, dengan mengatakan bahwa kehadiran Israel di wilayah Palestina yang diduduki termasuk melanggar hukum dan harus diakhiri secepat mungkin.

Ketika ditanya tentang kunjungan Johnson, juru bicara PBB Farhan Haq mengatakan kepada wartawan pada Senin, "Sikap kami terhadap permukiman tersebut, seperti yang Anda ketahui, yaitu permukiman tersebut ilegal menurut hukum internasional." Israel merebut Tepi Barat dan Jerusalem Timur pada 1967 dan mencaplok seluruh kota suci tersebut pada 1980.

Pemerintah Israel secara berturut-turut membangun permukiman khusus Yahudi di Tepi Barat di atas tanah yang akan menjadi rumah bagi negara Palestina jika solusi dua negara terwujud. Ratusan ribu pemukim Israel kini tinggal di Tepi Barat yang diduduki.

Konvensi Jenewa Keempat, yang ditandatangani Israel, melarang penguasa pendudukan untuk memindahkan sebagian penduduk sipilnya sendiri ke wilayah yang didudukinya. Meskipun Perjanjian Oslo memberikan Otoritas Palestina beberapa kewenangan kotamadya atas sebagian wilayah Tepi Barat, seluruh wilayah tersebut tetap berada di bawah kendali keamanan penuh Israel.

Israel juga mengendalikan wilayah udara dan pelabuhan masuk di wilayah tersebut. Pemukim Israel di Tepi Barat memiliki hak kewarganegaraan penuh. Namun, warga Palestina hidup di bawah kekuasaan militer Israel. Mereka dapat ditahan tanpa batas waktu tanpa tuduhan.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia terkemuka menuduh Israel memberlakukan sistem apartheid terhadap warga Palestina.

Kewajiban agama 

Selama beberapa dekade, AS secara terbuka menolak permukiman Tepi Barat dan menyerukan solusi dua negara meskipun memberikan bantuan militer miliaran dolar kepada Israel. Namun, Presiden AS Donald Trump mengambil kebijakan lebih jauh yang berpihak pada Israel. Ia menolak untuk mengkritik perluasan permukiman atau mendukung negara Palestina.

Sementara itu, banyak anggota Partai Republik telah lama menyatakan dukungan mereka terhadap Israel dari perspektif teologis. Alasan mereka mendukung sekutu AS tersebut yaitu kewajiban agama.

"Doa kami yaitu agar Amerika selalu mendukung Israel. Kami berdoa untuk pelestarian dan perdamaian Jerusalem. Itulah yang diperintahkan Kitab Suci kepada kami. Ini masalah iman bagi kami," kata Johnson pada Minggu (3/7) saat berkunjung ke Tembok Barat.

Dalam unggahan media sosial, Ketua Partai Republik AS bidang Israel, Marc Zell, mengutip pernyataan Johnson pada Senin bahwa pegunungan di Tepi Barat merupakan harta milik sah orang Yahudi.

 

Sudah ada niat 

Niat beberapa pejabat Israel terkait Tepi Barat semakin jelas. Menteri Kehakiman Yariv Levin dan Menteri Pertahanan Israel Katz--sekutu politik dekat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu--mengeluarkan pernyataan bersama kepada media Israel pekan lalu. Keduanya menekankan bahwa iklim politik saat ini menghadirkan peluang untuk menguasai wilayah Palestina. "Menteri Katz dan Levin telah bekerja selama bertahun-tahun untuk mewujudkan kedaulatan Israel di Yudea dan Samaria. Saat ini, ada momen kesempatan yang tidak boleh dilewatkan."

Hal ini diungkapkan, antara lain, dalam pekerjaan yang dilakukan Menteri Levin selama masa jabatan pertama Presiden Trump bahwa semua hal yang diperlukan dipersiapkan untuk langkah penting ini, mulai dari proposal resolusi hingga peta yang akurat. Katz memimpin serangkaian keputusan yang belum pernah terjadi untuk memperkuat permukiman dan membuka jalan bagi kedaulatan Israel di Yudea dan Samaria.

Para pejabat senior AS yang bertanggung jawab atas hubungan dengan Israel mengisyaratkan perubahan platform terkait kemungkinan Israel mencaplok Tepi Barat secara langsung. Pada Juni, Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee, mengatakan bahwa AS tidak lagi tertarik dengan prospek negara Palestina. Mengenai tempat tinggal jutaan warga Palestina asli Tepi Barat, Huckabee bertanya, "Apakah harus di Yudea dan Samaria?" (Al Jazeera/Middle East Monitor/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya