Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Trump Dorong Tarif Timbal Balik, Picu Kekhawatiran Perang Dagang dan Inflasi

Thalatie K Yani
14/2/2025 05:55
Trump Dorong Tarif Timbal Balik, Picu Kekhawatiran Perang Dagang dan Inflasi
Presiden Donald Trump mengumumkan rencana tarif timbal balik untuk imbangi perdagangan AS dengan negara-negara yang menerapkan tarif tinggi terhadap produk Amerika.(Media Sosial X)

PRESIDEN Donald Trump kembali menegaskan dorongan luar biasanya untuk perdagangan yang lebih seimbang dengan memerintahkan lembaga pemerintah pada Kamis (13/2) untuk menyelidiki rencana tarif timbal balik baru. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan Amerika, tetapi juga berpotensi memicu perang dagang global serta memperburuk masalah inflasi yang mulai meningkat kembali.

Howard Lutnick, calon Menteri Perdagangan pilihan Trump, mengatakan penyelidikan ini diperkirakan akan selesai pada 1 April. Keputusan akhir mengenai penerapan tarif akan berada di tangan Trump mulai 2 April.

Tarif timbal balik merupakan salah satu janji utama kampanye Trump, yang bertujuan menyeimbangkan perdagangan dengan negara-negara yang mengenakan pajak tinggi terhadap produk Amerika dan mengatasi praktik perdagangan yang dinilai tidak adil.

"Jika mereka mengenakan pajak atau tarif pada kita, maka kita akan membebankan tarif yang sama pada mereka," kata Trump kepada wartawan di Oval Office sebelum menandatangani perintah eksekutif yang disebut "Fair and Reciprocal Plan".

Trump menegaskan kebijakan ini akan mempertimbangkan pajak pertambahan nilai (VAT) yang diterapkan beberapa negara, yang menurutnya lebih memberatkan dibandingkan tarif biasa.

Menurut lembar fakta yang dirilis Gedung Putih, kebijakan ini bertujuan menciptakan kebijakan perdagangan yang lebih adil dan meningkatkan daya saing produk AS di pasar global. "Amerika Serikat adalah salah satu ekonomi paling terbuka di dunia, tetapi mitra dagang kita terus menutup pasar mereka bagi ekspor kita. Kurangnya timbal balik ini tidak adil dan berkontribusi pada defisit perdagangan tahunan kita yang besar," demikian pernyataan Gedung Putih.

India Jadi Sorotan dalam Kebijakan Tarif Trump

Pengumuman tarif ini dilakukan menjelang pertemuan Trump dengan Perdana Menteri India, Narendra Modi. Setelah menandatangani perintah eksekutif, Trump secara khusus menyoroti India sebagai negara dengan tarif impor tertinggi.

"India mengenakan tarif lebih tinggi dibanding negara mana pun," kata Trump, merujuk pada pajak impor India terhadap sepeda motor asal AS.

Menurut Trump, India menerapkan tarif 100% terhadap motor Harley-Davidson dari Amerika, sementara AS hanya mengenakan tarif 2,4% terhadap motor asal India. Trump menambahkan bahwa India dapat menghindari tarif baru jika mereka meningkatkan produksi di AS.

"Jika Anda membangun di sini, Anda tidak akan dikenai tarif sama sekali. Dan saya pikir itulah yang akan terjadi. Negara kita akan dibanjiri lapangan pekerjaan," ujarnya.

Mengapa Trump Mendorong Tarif Timbal Balik?

Berdasarkan data dari Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR), AS saat ini memiliki tarif impor rata-rata berbobot sebesar 2% untuk barang industri. Barang industri, yang mencakup mobil, pakaian, minyak, dan lainnya, mencakup hampir semua impor AS kecuali produk pertanian.

Namun, menurut Gedung Putih, banyak negara menerapkan tarif yang jauh lebih tinggi terhadap ekspor AS, yang dinilai merugikan pekerja dan industri dalam negeri.

Selain menyeimbangkan perdagangan, tarif juga menjadi bagian dari strategi Trump untuk meningkatkan pendapatan guna mendanai perpanjangan pemotongan pajak tahun 2017 dan janji pemotongan pajak lainnya. Namun, para ekonom memperingatkan beban tarif pada akhirnya akan jatuh pada konsumen Amerika, terutama karena inflasi yang mulai meningkat kembali.

"Harga mungkin naik dalam jangka pendek, tetapi pada akhirnya juga akan turun," kata Trump, seraya mengingatkan bahwa masyarakat Amerika perlu bersiap menghadapi "sedikit rasa sakit dalam jangka pendek" akibat kebijakan ini.

Pengenaan tarif dapat meningkatkan biaya impor bagi para pedagang, yang kemudian meneruskannya ke konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi. Hal ini memicu kritik dari berbagai pihak, termasuk editorial Wall Street Journal yang mempertanyakan pemahaman Trump tentang ekonomi, serta Senator Republik Mitch McConnell yang menganggap kebijakan ini dapat merugikan warga Kentucky.

Justin Weidner, ekonom di Deutsche Bank, mengatakan bahwa jika masyarakat tidak memiliki alternatif produk yang lebih murah, mereka pada akhirnya akan menanggung beban tarif. Namun, dampaknya juga bergantung pada apakah produsen, pengecer, atau perusahaan dalam rantai pasokan dapat menyerap sebagian dari biaya tersebut.

Dampak Tarif terhadap Ekonomi AS

Tarif baru ini menyasar negara-negara dengan defisit perdagangan terbesar dengan AS serta negara yang menerapkan tarif lebih tinggi pada barang impor AS dibandingkan sebaliknya.

Tarif timbal balik ini juga akan melengkapi tarif 10% yang telah diberlakukan minggu lalu, selain tarif lebih tinggi terhadap produk Tiongkok serta tarif 25% pada baja dan aluminium yang diumumkan Trump pada Senin. Jika tarif 25% terhadap Meksiko dan Kanada yang dijadwalkan berlaku 1 Maret benar-benar diterapkan, dampaknya dapat mencapai lebih dari US$1.200 per tahun bagi rumah tangga rata-rata di Amerika, menurut penelitian dari Peterson Institute. Tarif timbal balik kemungkinan akan menambah beban tersebut.

Pasar Saham AS Bangkit Setelah Pengumuman

Meski kebijakan tarif Trump menimbulkan kekhawatiran, pasar saham AS tetap bereaksi positif. Investor merasa lega karena tarif timbal balik tidak langsung diberlakukan.

Pada Kamis sore, pasar saham AS mengalami kenaikan: Dow Jones naik 343 poin (+0,8%), Nasdaq melonjak 1,5%, dan S&P 500 bertambah 1%.

"Seperti biasa, Trump mengeluarkan pernyataan penuh gebrakan, lalu menahan diri," kata Michael Block, analis pasar di Third Seven Capital. "Awalnya kita mengira yang terburuk akan terjadi, tetapi ternyata ini hanya bagian dari strategi negosiasi Trump."

Keith Lerner, Kepala Investasi di Truist Wealth, menambahkan bahwa para investor menduga tarif hanya akan digunakan sebagai alat tawar-menawar dan tidak akan setinggi atau secepat yang dikhawatirkan.

"Tidak mungkin besok kita tiba-tiba memiliki tarif 50% untuk semua impor," katanya.

Namun, ancaman tarif tetap bisa menciptakan ketidakpastian yang menekan investasi bisnis dan dapat membuat Federal Reserve menunda pemotongan suku bunga lebih lanjut. (CNN/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya