Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Ketua PBB Desak Negara-negara Mengatasi Dampak Panas Ekstrem yang Meningkat

Thalatie K Yani
26/7/2024 05:35
Ketua PBB Desak Negara-negara Mengatasi Dampak Panas Ekstrem yang Meningkat
Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, mendesak negara-negara bertindak menanggapi dampak panas ekstrem yang dipicu perubahan iklim(Media sosial X)

SEKJEN Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, mendesak negara-negara untuk mengambil tindakan guna mengatasi dampak "panas yang melumpuhkan," karena dunia mengalami suhu tertinggi yang memengaruhi komunitas rentan.

Berbicara kepada wartawan, Kamis, Guterres mengatakan miliaran orang di seluruh dunia mengalami "epidemi panas ekstrem" yang dipicu perubahan iklim.

“Panas ekstrem semakin merobek ekonomi, memperlebar ketidaksetaraan, merusak Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dan membunuh orang,” kata Sekretaris Jenderal PBB itu.

Baca juga : Sekjen PBB: Dampak Perubahan Iklim Mengancam Kelangsungan Manusia

“Kita tahu apa yang menyebabkannya: perubahan iklim yang dipicu oleh bahan bakar fosil dan ulah manusia. Dan kita tahu bahwa situasinya akan semakin buruk; panas ekstrem adalah keadaan baru yang tidak normal.”

Peringatan Guterres muncul sehari setelah pengamat iklim Uni Eropa mengatakan bahwa dunia telah mengalami hari terpanas dalam catatan minggu ini.

Layanan Perubahan Iklim Copernicus (C3S) mengatakan, Rabu, suhu permukaan rata-rata global pada 22 Juli naik menjadi 17,15 derajat Celsius (62,9 derajat Fahrenheit) – atau 0,06 derajat Celsius lebih tinggi dari rekor yang tercatat hanya sehari sebelumnya.

Baca juga : PBB Ungkap Dampak Nyata Pemanasan Global

Setiap bulan sejak Juni 2023 kini telah tercatat sebagai bulan terpanas di planet ini sejak pencatatan dimulai pada 1940, dibandingkan dengan bulan yang sama di tahun-tahun sebelumnya, menurut C3S.

Rekor suhu tertinggi terakhir kali dicatat selama empat hari berturut pada awal Juli 2023. Sebelumnya, hari terpanas terjadi pada Agustus 2016.

Jutaan orang di seluruh dunia telah mengalami suhu tertinggi dalam beberapa minggu terakhir, termasuk di Timur Tengah, Afrika, dan Asia, di mana krisis ini memperburuk ketidaksetaraan sosial.

Baca juga : Sekjen PBB Ajak Semua Negara Tekan Emisi Gas Rumah Kaca

Lebih dari 70% tenaga kerja global – sekitar 2,4 miliar orang – kini berada dalam risiko tinggi terhadap panas ekstrem, menurut laporan dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) yang diterbitkan, Kamis.

Di Afrika, hampir 93% tenaga kerja terpapar panas berlebih, dan 84% tenaga kerja di negara-negara Arab, temuan laporan tersebut.

Panas berlebih telah dikaitkan dengan hampir 23 juta cedera di tempat kerja di seluruh dunia, dan sekitar 19.000 kematian setiap tahunnya.

Baca juga : Antonio Guterres: Kebijakan Israel di Tepi Barat Menghancurkan Prospek Solusi Dua Negara

Para ahli juga telah memperingatkan seiring dengan intensifikasi dampak perubahan iklim, pola cuaca menjadi lebih ekstrem dengan kekeringan, badai super, banjir, dan kebakaran hutan yang memengaruhi sebagian besar belahan dunia.

Selama konferensi pers, Kamis, Guterres mengatakan negara-negara harus mengurangi ketergantungan mereka pada bahan bakar fosil, yang memperburuk krisis iklim.

“Para pemimpin di semua lini harus bangkit dan bertindak – dan itu berarti pemerintah, terutama negara-negara G20,” kata kepala PBB tersebut.

“Kepemimpinan dari mereka yang memiliki kemampuan dan kapasitas terbesar sangat penting. Negara-negara harus menghentikan penggunaan bahan bakar fosil dengan cepat dan adil.” (Al Jazeera/Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya