PEMUKIM Israel meninggalkan pos terdepan di Tepi Barat pada Jumat (2/7) untuk mematuhi kesepakatan yang dicapai dengan pemerintah baru Perdana Menteri Naftali Bennett, kata seorang reporter AFP.
Mobil terakhir berjalan keluar dari Eviatar sesuai dengan batas waktu 16.00 waktu setempat untuk meninggalkan pos terdepan.
Puluhan keluarga pemukim beberapa minggu lalu mulai membangun permukiman yang bertentangan dengan hukum internasional dan Israel. Ini memicu protes sengit dari warga Palestina di desa-desa terdekat.
"Saya harap kami akan segera kembali ke sini," Sarah Lisson, ibu enam anak, mengatakan kepada AFP sebelum pergi. "Kami bisa membangun rumah besar."
Baca juga: Israel Serang Gaza Balas Balon Pembakar dari Palestina
Daerah puncak bukit tempat para pemukim mendirikan permukiman rumah trailer, gubuk, dan tenda terletak di dekat Nablus di Tepi Barat utara, wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak 1967.
Berdasarkan ketentuan kesepakatan yang diterbitkan oleh pemerintah Israel pada Kamis, para pemukim harus pergi pada hari Jumat sore. Namun, rumah sementara mereka akan tetap ada, dan tentara Israel akan hadir di daerah tersebut.
Saat pemukim pergi, tentara berada di lokasi, kata seorang wartawan AFP. Kementerian pertahanan kemudian akan menilai daerah tersebut untuk kemungkinan mendeklarasikannya sebagai tanah negara sehingga Israel mengizinkan pemukim untuk membangun di Eviatar.
Jika ini terjadi, militer kemudian akan mengizinkan komunitas dengan sekolah agama untuk dibangun. Orang-orang Palestina, yang mengklaim tanah itu sebagai milik mereka, telah mengganggu para pemukim dengan membakar ban mobil, membunyikan klakson, dan mengarahkan sinar laser ke mereka yang menyebabkan bentrokan mematikan dengan pasukan keamanan Israel.
Pada Jumat, orang-orang Palestina kembali berkumpul di seberang lembah untuk memprotes, melemparkan batu, dan membakar ban. Perselisihan di sekitar lokasi titik nyala menempatkan ketegangan awal pada koalisi delapan partai Bennett yang beragam mencakup partai nasionalis sayap kanan Yamina serta kelompok sayap kiri dan anggota parlemen Arab-Israel.
Kesepakatan itu ditolak oleh kelompok sayap kiri Israel serta wali kota Beita, desa Palestina terdekat, yang mengatakan kepada AFP pada Kamis bahwa bentrokan dan protes akan berlanjut selama orang Israel, "Tetap berada di tanah kami." (OL-14)