Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Iran Tingkatkan Pengayaan Uranium akibat Kebijakan Trump

Atikah Ishmah Winahyu
05/1/2021 15:51
Iran Tingkatkan Pengayaan Uranium akibat Kebijakan Trump
Seorang inspektur Badan Energi Atom Internasional memeriksa pembangkit listrik tenaga nuklir Iran.(AFP/Irna/Kazem Ghane)

PADA Senin (4/1) Iran mulai melakukan proses memperkaya uranium hingga kemurnian 20%. Angka ini jauh di atas ambang batas yang ditetapkan oleh kesepakatan nuklir 2015 dengan negara-negara besar sehingga memicu kekhawatiran internasional.

Kegiatan di fasilitas bawah tanahnya, Fordow, dikonfirmasi oleh pengawas PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Langkah ini merupakan penangguhan paling penting dari komitmen Iran di bawah kesepakatan tersebut. Hal tersebut dimulai pada 2019 sebagai tanggapan atas penarikan dramatis Presiden AS Donald Trump dari kesepakatan tahun sebelumnya.

"Proses untuk memproduksi 20% uranium yang diperkaya telah dimulai di kompleks pengayaan Shahid Alimohammadi (Fordow)," kata juru bicara pemerintah Ali Rabiei dalam komentar yang dikutip oleh penyiar negara.

"Presiden Hassan Rouhani telah memerintahkan pengayaan dalam beberapa hari terakhir dan proses injeksi gas dimulai beberapa jam yang lalu," jelasnya.

Menteri Luar Negeri Javad Zarif dalam cuitannya di Twitter, mengatakan bahwa IAEA telah diberitahukan seperti yang seharusnya. "Kami melanjutkan pengayaan 20% sebagaimana diatur oleh parlemen kami," tulisnya.

Dia menekankan bahwa Teheran mengambil langkah setelah bertahun-tahun menghadapi ketidakpatuhan oleh pihak lain. Tindakan mereka sepenuhnya dapat dibatalkan jika ada kepatuhan sepenuhnya oleh semua pihak.

Langkah tersebut diambil kurang dari tiga minggu sebelum akhir masa kepresidenan Trump, yang berusaha menghukum Iran secara ekonomi dan secara diplomatis mengisolasi Iran dengan kampanye tekanan maksimum, termasuk sanksi keras.

Pemerintah Iran mengisyaratkan kesiapan untuk terlibat dengan Presiden terpilih AS Joe Biden, yang telah menyatakan kesediaan untuk kembali berdiplomasi dengan Teheran.

Iran pada 31 Desember 2020 memberi tahu IAEA bahwa mereka akan mulai memproduksi uranium yang diperkaya hingga 20%, tingkat yang dimilikinya sebelum kesepakatan nuklir tercapai.

Menurut laporan terbaru IAEA yang diterbitkan pada November, Teheran sebelumnya memperkaya uranium ke tingkat yang lebih besar dari batas yang ditetapkan dalam perjanjian Wina 2015 (3,67%) tetapi tidak melebihi ambang batas 4,5% dan masih mematuhi inspeksi ketat badan tersebut.

Namun telah terjadi kekacauan sejak pembunuhan fisikawan nuklir Iran Mohsen Fakhrizadeh pada akhir November. Setelah serangan yang dituduhkan kepada Israel itu, kelompok garis keras di Teheran menjanjikan tanggapan dan parlemen yang didominasi konservatif mengesahkan RUU untuk pencabutan sanksi dan perlindungan kepentingan rakyat Iran.

RUU itu juga menyerukan produksi dan penyimpanan setidaknya 120 kilogram per tahun dari 20% uranium yang diperkaya. Itu juga mengamanatkan pemerintah untuk mengakhiri inspeksi PBB terhadap fasilitas nuklir Iran jika pihak yang tersisa dalam kesepakatan yakni Inggris, Tiongkok, Prancis, Jerman, dan Rusia tidak memfasilitasi penjualan minyak Iran dan menjamin pengembalian hasil.

Sebelum RUU itu menjadi undang-undang, Rouhani menilainya sebagai hal yang merugikan jalannya kegiatan diplomatik. Namun dewan Guardian, yang menengahi perselisihan antara parlemen dan pemerintah, menyetujuinya bulan lalu.

Pejabat Iran, termasuk Zarif, mengatakan pemerintah akan mematuhi keputusan parlemen. Dikutip dari situs web pemerintah, Rabiei mengatakan bahwa sikap pemerintah terhadap hukum sudah jelas, tetapi pemerintah menganggap dirinya terikat untuk melaksanakan hukum. (Bangkok Post/OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik