Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
DUA dokter yang melakukan otopsi independen atas kematian George Floyd mengatakan, pada Senin (1/6), bahwa ia meninggal karena sesak napas dan kematiannya merupakan pembunuhan.
Dikutip dari Channel News Asia, Selasa (2/6), dokter juga mengatakan Floyd tidak memiliki kondisi medis yang mendasari yang berakibat pada kematiannya itu. Ia kemungkinan meninggal sebelum dibawa oleh ambulans.
"Buktinya konsisten dengan asfiksia mekanik sebagai penyebab kematian dan pembunuhan sebagai cara kematian," kata Allecia Wilson dari University of Michigan, salah satu dari dua dokter forensik yang melakukan otopsi independen.
Sebuah video menunjukkan bahwa Floyd memohon untuk dilepaskan dan mengatakan berulang kali bahwa dia tidak bisa bernapas ketika seorang polisi Derek Chauvin menekuk lututnya dengan kuat di leher Floyd selama hampir sembilan menit. Sementara, dua petugas lainnya menekan dengan lutut mereka ke punggung Floyd.
Baca juga: Polisi pun Berlutut Redam Kemarahan
Chauvin, yang berkulit putih dan telah dipecat dari departemen kepolisian Minneapolis, didakwa dengan tuduhan pembunuhan tingkat tiga dan pembunuhan tak berencana pekan lalu.
Michael Baden, yang juga mengambil bagian dalam otopsi independen atas permintaan keluarga Floyd, mengatakan bahwa tindakan dua petugas lainnya juga menyebabkan Floyd tidak bernapas lagi.
"Kita bisa melihat setelah kurang dari empat menit bahwa Floyd tidak bergerak, tidak bernyawa," kata Baden, seraya menambahkan tidak ditemukan kondisi kesehatan yang mendasari pada Floyd yang menyebabkan kematiannya tersebut.
Baden menepis argumen bahwa jika Floyd bisa berbicara, maka dia bisa bernapas.
"Banyak polisi menganggap bahwa jika Anda bisa berbicara, itu berarti Anda bernapas. Itu tidak benar," kata Baden. "Saya berbicara sekarang di depan Anda dan tidak mengambil napas," tambahnya. (CNA/A-2)
Unjuk rasa tersebut merupakan reaksi terhadap operasi penangkapan besar-besaran yang dilakukan Lembaga Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) terhadap para migran tidak berdokumen.
Wakil Gubernur California, Eleni Kounalakis, berencana mengajukan gugatan hukum atas keputusan Presiden Donald Trump yang mengerahkan Garda Nasional.
Penegak hukum di Los Angeles bersiap menghadapi malam yang penuh ketegangan usai demonstrasi terkait penggerebekan imigrasi.
Wali Kota LA, Karen Bass, mengatakan tidak ada kebutuhan menurunkan pasukan federal dan kehadiran Garda Nasional menciptakan kekacauan yang disengaja.
LAPD menyatakan unjuk rasa di luar Pusat Penahanan Metropolitan sebagai perkumpulan ilegal dan mengizinkan penggunaan peluru tak mematikan.
Penyidik mengatakan Mohammed Sabry Soliman merencanakan pelemparan bom molotov ke demonstran pawai untuk sandera Israel, selama satu tahun.
Polisi yang membunuh George Floyd, Derek Chauvin diserang dengan pisau di penjara.
Bagi bibi George Floyd, Angela Harrelson, di antara perkembangan yang paling menonjol setelah kematian keponakannya adalah pengakuan bahwa rasisme sistemik ada.
Chauvin, yang berkulit putih, divonis bersalah oleh persidangan Minnesota, dan dijatuhi hukuman penjara pada Juni tahun lalu, selama 22 tahun dan 1,5 tahun.
Hakim Paul Magnuson memvonis J Alexander Kueng dengan vonis penjara tiga tahun sementar Tou Thao divonis penjara 3,5 tahun.
Pria kulit putih berusia 46 tahun itu mengaku bersalah pada Desember 2021 karena melanggar hak sipil Floyd, pria kulit hitam berusia 46 tahun.
Chauvin tertangkap kamera berlutut di leher Floyd, yang disangka menggunakan uang palsu, selama lebih dari sembilan menit sehingga pria itu pingsan dan meninggal dunia pada 25 Mei 2020.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved