Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Fenomena "Kabur Aja Dulu": Ekspresi Kegelisahan Anak Muda Indonesia Hadapi Masa Depan Tak Pasti

Sandiago
13/6/2025 16:00
Fenomena
Ilustrasi(freepik)

Fenomena “Kabur Aja Dulu” tengah menjadi sorotan di kalangan anak muda Indonesia sebagai bentuk ekspresi kegelisahan terhadap masa depan yang penuh ketidakpastian. Viralnya tagar ini menunjukkan bahwa generasi muda tengah menghadapi tekanan dari berbagai persoalan sosial, ekonomi, dan politik di dalam negeri.

Latar Belakang Kegelisahan Anak Muda

Dr. Muhammad Yorga Permana, Dosen dan Peneliti Tenaga Kerja di Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB, menjelaskan fenomena ini dipicu sejumlah faktor seperti sulitnya akses terhadap pekerjaan, tingginya biaya pendidikan, rendahnya tingkat upah, serta kebijakan pemerintah yang dinilai belum mampu membuka cukup banyak peluang bagi kaum muda.

“Fenomena ini sebetulnya bukan hal baru. Tetapi kini menjadi gunung es yang meledak akibat kombinasi angka pengangguran yang tinggi dan akses informasi yang lebih terbuka tentang peluang kerja serta beasiswa luar negeri,” jelas Yorga.

Data dari SBM ITB menunjukkan bahwa angka pengangguran resmi di Indonesia mencapai 7,2 juta orang, dengan hanya 40% pekerjaan yang masuk kategori sektor formal, sementara 60% sisanya adalah pekerjaan informal. Kondisi ini menimbulkan keresahan mendalam bagi anak muda yang menginginkan kehidupan lebih baik.

Fenomena Digital dan Peran Media Sosial

Fenomena ini juga merupakan bagian dari gerakan digital yang memanfaatkan media sosial untuk membangun kesadaran publik terhadap isu-isu politik dan ekonomi. Prof. Dr. Bagong Suyanto, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga (UNAIR), menyatakan, “Wacana tagar Kabur Aja Dulu merupakan gerakan yang muncul di era perkembangan digital. Mereka memanfaatkan media sosial untuk mengajak masyarakat peduli pada isu-isu politik maupun ekonomi.”

Menurut Prof. Bagong, ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah, terutama soal efisiensi anggaran yang dianggap tidak transparan dan inkonsistensi dalam program sosial, menjadi salah satu pemicu utama munculnya fenomena ini. 

“Publik berharap ada transparansi, alasan efisiensi harusnya ada kejelasan akan dipergunakan untuk apa. Sebagian masyarakat membaca ada indikasi masalah pada keuangan negara sehingga merasa tidak baik-baik saja,” harap Bagong. 

Kritik dan Sindiran Anak Muda

Dr. Hempri Suyatna, Dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan UGM, melihat tagar ini sebagai ekspresi kritis sekaligus sindiran dari anak muda terhadap kondisi sosial politik di Indonesia.

“Situasi di dalam negeri dianggap kurang menguntungkan. Negara juga dianggap kurang hadir dalam memecahkan persoalan rakyat,” jelas Hempri.

Ia menambahkan bahwa ketidakpastian masa depan pendidikan dan lapangan kerja mendorong generasi muda memilih mencari peluang di luar negeri.

Dampak dan Harapan

Fenomena “Kabur Aja Dulu” juga menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya brain drain, di mana talenta-talenta terbaik Indonesia memilih berkarier di luar negeri. Namun, Dr. Hempri berharap adanya ekosistem yang menarik agar para diaspora dapat kembali dan berkontribusi bagi pembangunan nasional.

“Saya kira diperlukan ekosistem dan dukungan yang menarik sehingga para diaspora yang di luar negeri dapat kembali ke Indonesia,” harap Hempri. (SBM ITB/Universitas Airlangga (UNAIR)/Universitas Gadjah Mada (UGM)/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya