Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Putusan MK Soal Pembiayaan Sekolah Dasar dan Menengah Gratis Perlu Dibaca Secara Kritis

Despian Nurhidayat
28/5/2025 20:32
Putusan MK Soal Pembiayaan Sekolah Dasar dan Menengah Gratis Perlu Dibaca Secara Kritis
Ilustrasi.(ANTARA)

Pengamat pendidikan sekaligus CEO Jurusanku, Ina Liem mengatakan bahwa pernyataan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mendorong pembiayaan sekolah dasar dan menengah secara gratis, termasuk di sekolah swasta, perlu dibaca secara kritis. 

“Judul ‘sekolah swasta digratiskan’ sangat menyesatkan. Faktanya, negara tidak mungkin menggaji guru-guru swasta secara penuh, apalagi di sekolah-sekolah berstandar tinggi. Bahkan untuk guru negeri saja, persoalan kesejahteraan masih belum tuntas,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu (28/5). 

Lebih lanjut, menurutnya yang sesungguhnya dimaksud dalam putusan MK adalah bentuk bantuan operasional, mirip skema dana BOS, yang selama ini sudah diberikan ke sebagian sekolah swasta dengan kriteria tertentu. 

“Ini bukan pendidikan gratis penuh, tapi subsidi terbatas,” tegas Ina Liem. 

Dia merasa permasalahan dari kebijakan ini adalah berpotensi menjadi kebijakan berbasis proyek, di mana pemerintah membuka keran anggaran untuk sekolah-sekolah swasta tertentu dengan dalih pemerataan akses, padahal berisiko tinggi terjadi konflik kepentingan. 

“Bisa saja sekolah penerima bantuan tersebut adalah bentukan atau punya afiliasi dengan pihak-pihak tertentu yang dekat dengan pengambil kebijakan,” kata dia. 

Lebih mengkhawatirkan lagi, lanjut Ina Liem, kebijakan ini justru dapat melanggengkan praktik ketidakadilan yang sudah lama terjadi di sekolah negeri, seperti penyelewengan dana BOS dan PIP yang terjadi hampir tiap tahun dan jual beli kursi di sekolah negeri favorit, yang membuat siswa dari keluarga mampu bisa ‘membeli jalan masuk’, sementara siswa miskin tersisih. 

“Akibatnya negara harus mengeluarkan anggaran lebih untuk menampung lagi anak-anak ini di sekolah swasta,” jelas Ina Liem. 

Hal ini akan menimbulkan distorsi persepsi publik, seolah siswa miskin sudah ditampung di sekolah swasta dengan dana pemerintah, padahal kenyataannya mereka tetap harus menanggung biaya tambahan, dengan banyak ‘potongan’ dan iuran terselubung.

“Dengan kata lain, alasan keadilan sosial yang dipakai sebagai dalih kebijakan ini justru menutupi praktik tidak adil yang lebih sistemik. Jika akar masalahnya yaitu korupsi anggaran, manipulasi seleksi, dan tidak meratanya kualitas sekolah negeri tidak dibenahi, maka dana bantuan ke swasta hanya menjadi tambalan sekaligus ladang baru untuk penyelewengan,” jelasnya. 

Secara terpisah, pengamat pendidikan sekaligus Rektor Institut Media Digital Emtek (IMDE), Totok Amin Soefijanto menekankan bahwa putusan MK ini harus dibarengi dengan pemetaan kualitas SD dan SMP swasta yang sudah ada. 

“Kemendikdasmen dan pemerintah daerah khususnya pemerintah kota dan pemerintah kabupaten harus menjalankan amar putusan MK ini dengan serius agar anak-anak kita mendapatkan pendidikan bermutu. Kenapa perlu standar mutu, karena biasanya nanti muncul sekolah swasta yang sebenarnya sudah ‘mati’ jadi dihidupkan kembali oleh yayasannya agar kebagian anggaran pemerintah,” ujar Totok. 

Presiden bersama Menteri Keuangan juga dikatakan harus mengalokasikan anggaran pendidikan yang berjumlah 20% dari APBN dengan sepenuhnya. Misalnya, sekolah-sekolah kedinasan mulai sekarang tidak lagi gratis, agar dana pendidikan bisa maksimal menjalankan keputusan MK tersebut.

“Baiknya sekolah swasta yang premium dapat didorong untuk gratis, melalui beban gaji guru dan tenaga kependidikan dialihkan ke pemerintah atau biaya sekolah ditanggung oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat.  Belajar dari program Sekolah Kolaborasi di Pemprov Jakarta, anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri dapat dialihkan ke sekolah swasta mitra dengan biaya sekolahnya ditanggung oleh Pemprov.  Model seperti ini dapat diterapkan di daerah,” pungkasnya. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya