Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
MENTERI Kebudayaan Fadli Zon mengatakan anggaran penulisan ulang sejarah nasional mencapai Rp9 miliar. Hal itu disampaikan saat rapat kerja (raker) di Komisi X DPR soal rencana penulisan ulang sejarah. Fadli mengatakan akan ada 11 jilid buku yang dibuat dalam proyek penulisan ulang sejarah tersebut.
"Saya lupa anggarannya berapa, enggak banyak sih. Kalau tidak salah catatannya Rp9 miliar. Ada 113 sejarawan ya, dari lebih dari 30-an perguruan tinggi dan juga para penulisnya dari Aceh sampai Papua," ujar Fadli, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR RI, Senin, (26/5).
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi X DPR RI, Puti Guntur Soekarno, mengatakan proyek penulisan ulang sejarah tidak boleh dilakukan dengan terburu-buru.
“Rancangan dokumen sejarah yang sedang disusun dengan waktu yang terbatas, menimbulkan polemik dari berbagai pihak, termasuk budayawan dan sejarawan. Dokumen sejarah ini terkesan mendelegitimasi dari berbagai sumber sejarah,” ujar Puti Guntur Soekarno, dalam keterangannya, Selasa, (27/5).
Anggota DPR RI dari fraksi PDIP tersebut mempertanyakan akan dibawa kemana sejarah bangsa. Sebab kata dia, banyak fakta-fakta sejarah yang kemudian hilang dalam rancangan naskah dokumen sejarah tersebut.
“Seperti minimnya dan tidak proporsional catatan sejarah mengenai Konferensi Asia-Afrika. Padahal KAA merupakan agenda fenomenal dan menjadi mercusuar sejarah bangsa Indonesia di kancah internasiona yang diinisiasi Bung Karno,” katanya.
Konferensi Asia Afrika, sambungnya, merupakan peristiwa sejarah besar dunia sehingga dampaknya masih terasa hingga saat ini, yakni munculnya Gerakan nonblok, dan politik bebas aktif.
Puti juga mempertanyakan soal mata pelajaran sejarah yang tidak menjadi pelajaran wajib dalam kurikulum nasional. Padahal sejarah merupakan identitas dan modal berbangsa yang harus ditanamkan sejak usia dini.
“Karena itu, perlu dijadikan mata pelajaran wajib agar ada internalisasi nilai sejarah berbangsa bagi generasi penerus bangsa,” tuturnya.
Puti menegaskan, menyusun sejarah tak boleh tergesa-gesa. Sebab sejarah harus ditulis dengan hati-hati dan bersumber pada fakta-fakta objektif yang terjadi dimasa lampau.
“Yang menjadi pertanyaan penyusunan sejarah ini seperti tergesa-gesa, rencana akan diluncurkan di 17 Agustus mendatang, seperti kejar tayang,” ucapnya.
Rapat Dengar Pendapat Komisi X dengan Menteri Kebudayaan tersebut menghasilkan beberapa butir keputusan. Keputusan tersebut berfokus pada agar penulisan sejarah tidak bias kolonial dan bisa meneguhkan identitas nasional dan relevansi terhadap generasi muda.
Ia mengatakan, penulisan sejarah harus melibatkan banyak pemangku kepentingan, sehingga buku sejarah Indonesia bisa merekam sejarah secara objektif, mendalam, komprehensif dan bermanfaat dalam dunia pendidikan dan memperkuat karakter bangsa.
“Dan yang tidak kalah penting, buku sejarah Indonesia tersebut, tidak disebut sebagai buku sejarah resmi atau buku sejarah resmi baru,” tandasnya. (Ant/H-3)
PENELITI senior BRIN Lili Romli menyayangkan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon tentang tidak adanya bukti yang kuat terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998.
Menurutnya, pengingkaran terhadap peristiwa tersebut adalah bentuk penghapusan jejak sejarah Indonesia.
Proyek penyusunan ulang sejarah Indonesia ini sangat problematik dan potensial digunakan oleh rezim penguasa untuk merekayasa dan membelokkan sejarah sesuai dengan kepentingan rezim.
Pegiat HAM Perempuan Yuniyanti Chizaifah menegaskan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada pemerkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa dalam tragedi Mei 1998
Djarot mengatakan penulisan sejarah seharusnya berdasarkan fakta, bukan berdasarkan kepentingan politik. Maka dari itu, ia mengingatkan agar sejarah tidak dimanipulasi.
KETUA DPR RI Puan Maharani menanggapi rencana Kementerian Kebudayaan untuk menjalankan proyek penulisan ulang sejarah.
WAKIL Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian menegaskan tragedi perkosaan massal yang terjadi pada 1998 tidak bisa ditutup atau dihapuskan dengan penulisan ulang sejarah
ANGGOTA Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kerusuhan Mei 1998, Nursyahbani Katjasungkana, menegaskan bahwa dirinya menolak narasi tunggal penulisan ulang sejarah yang digagas oleh Fadli Zon.
Fadli Zon mengatakan sensitivitas seputar terminologi pemerkosaan massal harus dikelola dengan bijak dan empatik.
Ini jawaban Menteri Kebudayaan Fadli Zon usai banyak dikritik akibat pernyataannya soal pemerkosaan Mei 1998.
Kerusuhan yang melanda berbagai kota besar bukan hanya menimbulkan kerusakan fisik dan ekonomi, tetapi juga trauma sosial yang mendalam.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved