Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
DNA adalah kode genetik yang memberikan instruksi biologis bagi setiap spesies hidup, namun tidak semua bagian DNA membantu spesies bertahan hidup. Beberapa bagian DNA justru lebih mirip parasit, menumpang demi kelangsungan hidupnya sendiri.
Untuk menerjemahkan DNA menjadi protein banyak elemen DNA egois ini harus dihapus dari kode genetik. Proses ini memungkinkan tubuh memproduksi beragam protein yang memungkinkan kehidupan kompleks, namun juga dapat menyebabkan masalah kesehatan, seperti beberapa jenis kanker.
Para peneliti dari University of California, Santa Cruz mempelajari cara elemen-elemen genetik ini bersembunyi dan menggandakan diri mereka, agar bisa berkembang biak di dalam DNA suatu spesies, atau bahkan meloncat dari satu spesies ke spesies lain yang tidak berkaitan dalam proses yang disebut "transfer gen horizontal."
Sebuah studi baru di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences membuktikan jenis elemen genetik yang disebut "introner" adalah penyebab utama penyebaran banyak gen egois ini di dalam dan antarspesies. Studi ini memberikan bukti untuk delapan kejadian di mana introner berpindah antarspesies yang tidak berkerabat, menjadi contoh terbukti pertama dari fenomena ini.
Hasil ini membantu kita memahami bagaimana genom berevolusi menjadi sangat kompleks, dan bagaimana kita dapat memanfaatkan kompleksitas tersebut dalam riset kesehatan manusia.
"[Introner] adalah cara bagaimana arsitektur dan kompleksitas genom muncul, tetapi tidak selalu karena ada seleksi alam yang menguntungkan kompleksitas ini," kata Russ Corbett-Detig, penulis senior studi ini dan profesor teknik biomolekuler di Baskin School of Engineering. "Beberapa mungkin pada akhirnya menguntungkan inangnya, tetapi sebagian besar hanyalah penipu yang menemukan cara yang sangat baik untuk bersembunyi dalam genom."
Corbett-Detig dan mantan mahasiswa sarjananya, Landen Gozashti—sekarang peneliti postdoktoral di UC Berkeley setelah menyelesaikan Ph.D. di Harvard—telah menghabiskan bertahun-tahun mempelajari intron, segmen DNA non-kode yang harus dihilangkan sebelum protein dapat diproduksi.
Mereka ingin mencari tahu mengapa potongan DNA yang tidak mengkode protein ini muncul dalam jumlah berbeda di seluruh hewan, tumbuhan, jamur, dan protista, serta bagaimana mereka berhasil menggandakan diri dan bertahan hidup. Sudah lama menjadi misteri bagaimana semua intron ini pertama kali muncul dalam DNA, karena sebagian besar tampaknya tidak memiliki fungsi evolusioner.
Ilmuwan tertarik pada hal ini untuk lebih memahami evolusi genom, tetapi juga karena intron memungkinkan proses penting yang disebut "splicing alternatif." Intron harus dipotong dari urutan DNA untuk membentuk protein, tetapi proses ini dapat bervariasi dan menghasilkan kesalahan, yang berarti versi berbeda dari protein dapat dihasilkan dari gen yang sama.
Pada akhirnya, ini memungkinkan organisme menjadi lebih kompleks, tetapi juga memperbesar risiko gangguan kesehatan jika splicing merusak gen. Banyak peneliti, termasuk di UC Santa Cruz Genomics Institute, sedang mempelajari bagaimana splicing alternatif ini dapat dianalisis untuk lebih memahami penyakit genetik. Penelitian ini memperkuat sains dasar dari pekerjaan yang berkaitan dengan kesehatan tersebut.
Dalam studi ini, para peneliti membuktikan introner adalah salah satu cara utama munculnya intron baru dalam DNA suatu spesies. Introner adalah jenis elemen transposabel, gen "loncat" yang bisa berpindah dari satu bagian genom ke bagian lain, dan telah menemukan cara untuk menggandakan intron secara luas dalam genom.
Penelitian sebelumnya dari tim ini telah mengarah ke hipotesis tersebut, namun metode canggih mereka dalam menelusuri DNA berbagai spesies kini memungkinkan mereka secara definitif mengonfirmasi hipotesis tersebut.
Para peneliti mencari introner dalam DNA ribuan spesies, sesuatu yang baru-baru ini dimungkinkan berkat upaya terkoordinasi untuk mengurutkan keanekaragaman hayati dan membuat data tersebut tersedia untuk umum, seperti Earth BioGenome Project dan Sanger Tree of Life.
Mereka menemukan bukti 1.093 keluarga introner di antara 8.716 genom yang mereka analisis, menunjukkan bahwa ada banyak jenis introner yang mampu menyebarkan intron dalam genom berbagai spesies.
"Karena transposon sangat beragam dan ada di hampir setiap eukariota, ini menyiratkan bahwa ini benar-benar bisa menjadi cara umum munculnya intron baru dalam berbagai garis keturunan," kata Corbett-Detig.
Introner ini paling sering ditemukan pada spesies alga, jamur, dan berbagai eukariota bersel satu, dengan contoh juga ditemukan pada landak laut dan tunikata, hewan laut bertubuh tabung.
Di antara banyak genom yang mereka analisis, para peneliti menemukan bukti langsung pertama dari transfer gen horizontal introner. Mereka menemukan delapan contoh introner yang melompat dari genom satu spesies ke spesies lain yang tidak berkerabat, di mana perkawinan tidak mungkin menjelaskan perpindahan tersebut.
Dalam satu kasus, para peneliti menemukan transfer gen horizontal antara dua spesies yang sangat tidak berkerabat sehingga nenek moyang bersama terakhir mereka hidup 1,6 miliar tahun yang lalu. Dalam meneliti genom kedua spesies—spons laut dan protista laut bernama dinoflagellata—mereka menemukan bukti bahwa sekitar 40 juta tahun lalu, sebuah introner meloncat dari salah satu spesies ke spesies lainnya.
Para peneliti berspekulasi bahwa introner mungkin menumpang pada virus raksasa untuk berpindah antarspesies. "Virus itu sendiri juga merupakan elemen egois, jadi ini seperti elemen egois yang menumpang pada elemen egois lainnya," kata Corbett-Detig.
Meskipun hanya ditemukan delapan contoh transfer gen horizontal, para peneliti meyakini bahwa akan ada lebih banyak lagi jika mereka terus mencari di antara 8,74 juta spesies eukariota yang ada.
"Dengan mempertimbangkan betapa sedikitnya keanekaragaman eukariota yang telah kami sampel, saya yakin jika kami meneliti sisanya, kami akan menemukan jauh lebih banyak lagi," kata Corbett-Detig. (Science Daily/Z-2)
Fosil tengkorak dinosaurus yang diperkirakan berusia sekitar 200 juta tahun berhasil ditemukan di wilayah Lufeng, barat daya Tiongkok.
Buku catatan itu adalah bagian dari Buku Catatan Transmutasi, kumpulan jurnal pertama Darwin mengemukakan gagasannya tentang bagaimana hewan bertransmutasi, atau berubah.
Harimau (Panthera tigris) adalah salah satu kucing besar yang paling dikenal di dunia, namun keberadaan mereka terbatas pada benua Asia.
Kelelawar adalah satu-satunya mamalia yang mampu terbang, dan di balik sayapnya tersembunyi banyak misteri evolusi.
Siapa sangka, dinosaurus yang pernah hidup jutaan tahun lalu bisa begitu mirip dengan penguin atau burung penyelam modern? Baru-baru ini, ilmuwan menemukan spesies theropoda yang sangat unik.
Evolusi merupakan perubahan struktur tubuh makhluk hidup yang berlangsung secara perlahan-lahan dalam waktu yang sangat lama.
Generasi Beta: Pahlawan atau korban revolusi teknologi? Mari kita bahas.
Dalam dekade terakhir, masyarakat Indonesia mulai akrab dengan dunia digital. Mulai dari kakek-nenek hingga cucu telah melek teknologi informasi.
Di era digital yang terus berkembang, transformasi digital bukan hanya sekadar tren. Itu telah menjadi kebutuhan mendesak dalam berbagai bidang, termasuk di bidang kesehatan.
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (Simpus) adalah sebuah sistem digital yang dirancang khusus untuk membantu Puskesmas dalam mengelola berbagai informasi kesehatan.
Kalian harus perbanyak minum air putih. Air putih bermanfaat baik untuk kesehatan kulit. Dengan asupan cairan tubuh yang baik maka badan dan kulit menjadi terwat.
Putri Catherine dari Wales mengumumkan sedang menjalani kemoterapi pencegahan untuk mengobati kanker. Tapi apa itu kemoterapi pencegahan?
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved