Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PENEMUAN fosil otak yang tak biasa mengungkap leluhur laba-laba dan arakhnida lainnya kemungkinan dahulu hidup di laut, bukan langsung di daratan seperti yang lama diyakini.
Temuan ini berasal dari fosil hewan laut purba bernama Mollisonia symmetrica, yang hidup sekitar 515–480 juta tahun lalu pada periode Kambrium. Fosilnya menunjukkan susunan otak yang berkebalikan dengan kebanyakan arthropoda modern, kelompok hewan tak bertulang belakang yang mencakup serangga, udang, dan lipan. Namun, pola ini mirip dengan otak laba-laba dan kalajengking modern, menurut penelitian yang dipublikasikan 22 Juni di jurnal Current Biology.
“Asal-usul arakhnida masih menjadi perdebatan, apakah mereka muncul dari lingkungan laut atau semi-akuatik seperti kepiting tapal kuda,” jelas Nicholas Strausfeld, profesor neurobiologi arthropoda dari University of Arizona.
Tim peneliti meneliti fosil otak dan sistem saraf pusat M. symmetrica dari formasi Burgess Shale di Pegunungan Rocky, Kanada. Mereka menemukan susunan otaknya tidak seperti kepiting tapal kuda (Limulus), melainkan terbalik seperti pada laba-laba modern.
“Seolah-olah otak tipe Limulus yang terlihat pada fosil Kambrium, atau pada krustasea dan serangga, telah dibalik, dan inilah yang kita lihat pada laba-laba modern,” kata Strausfeld.
Susunan otak terbalik ini hanya ditemukan pada arakhnida modern, sehingga kemungkinan M. symmetrica adalah leluhur awal laba-laba. Artinya, arakhnida berevolusi di laut sebelum akhirnya beradaptasi ke daratan.
M. symmetrica memiliki tubuh bersegmen seperti kalajengking, cangkang bulat, dan enam pasang kaki untuk bergerak dan berburu. Analisis komputer terhadap ciri otak dan tubuh beberapa arthropoda purba dan modern menunjukkan garis keturunan Mollisonia kemungkinan berevolusi menjadi arakhnida, salah satu predator arthropoda paling sukses di planet ini.
Penelitian tentang otak laba-laba modern menunjukkan susunan terbalik ini membantu mereka mengoordinasikan gerakan berburu yang cepat, senyap, dan presisi. Keahlian berburu laba-laba di darat mungkin bahkan mendorong serangga mengembangkan sayap agar bisa kabur dari predator.
“Terbang memberi keuntungan besar saat dikejar laba-laba,” ujar Strausfeld. “Namun, meski bisa terbang, jutaan serangga tetap terjebak dalam jaring sutra yang dirajut laba-laba.”
Temuan ini memperkuat dugaan evolusi laba-laba dan kerabatnya dimulai di laut, jauh sebelum mereka menjadi penguasa daratan dalam hal kecepatan, kelincahan, dan strategi berburu. (Live Science/Z-2)
Perempuan ini menggunakan racun laba-laba black widow untuk mendapatkan efek mabuk. Malah mendapatkan perawatan medis untuk selamatkan nyawanya.
Lebih dari 43.000 spesies laba-laba yang ditemukan di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, hanya sebagian kecil yang dianggap berbahaya
Jika anak Anda tersengat atau digigit serangga, orangtua atau orang yang berada di sekitar anak perlu memberikan pertolongan pertama
Studi ini dapat membuka jalan bagi penelitian ilmiah lebih lanjut tentang proses regenerasi.
Laba-laba ke-50.000 yang terdaftar adalah jenis Guriurius minuano, yang termasuk dalam famili Salticidae dari laba-laba jenis pelompat dan berburu mangsanya di semak serta pohon.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved