Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.
DI sela hutan kuno, saat Bumi baru mulai pulih dari kepunahan massal, seekor makhluk mungil memanjat cabang pohon, memburu serangga yang bersembunyi di balik kulit kayu. Tubuhnya reptil, tapi ia punya jambul kulit menyerupai bulu, wajah ramping mirip paruh tanpa gigi, dan mata besar yang tajam mengawasi dari ketinggian.
Makhluk ini kini dikenal sebagai Mirasaura grauvogeli—"reptil ajaib Grauvogel"—nama yang diambil dari penemu fosilnya, Louis Grauvogel, yang menggali lapisan batuan Trias Tengah di Alsace sejak 1930-an. Butuh hampir seabad bagi ilmuwan menyadari bahwa fosil ini menyimpan rahasia besar tentang asal-usul reptil.
Di bawah pimpinan Dr. Stephan Spiekman dan Prof. Dr. Rainer Schoch dari Museum Sejarah Alam Stuttgart, para paleontolog menemukan bahwa Mirasaura memiliki jambul punggung berupa tonjolan kulit rumit—bukan sisik biasa, melainkan struktur mirip bulu dengan poros tengah dan kontur ramping.
Bentuknya memang bukan bulu sejati seperti pada burung, tapi cukup mirip untuk diduga sebagai hasil evolusi konvergen. Artinya, struktur ini berkembang sendiri, bukan meniru burung atau dinosaurus. Yang mengejutkan: Mirasaura hidup sebelum dinosaurus pun muncul. Ini bisa berarti struktur mirip bulu sudah ada lebih dari 300 juta tahun lalu, sejak periode Karbon.
“Penemuan ini mengguncang peta besar evolusi reptil,” ujar Dr. Spiekman.
Mirasaura termasuk kelompok drepanosauromorph—reptil pohon bertubuh silindris dengan cakar mencengkeram dan ekor lincah yang bisa digunakan seperti tangan. Beberapa bahkan punya kait di ujung ekor untuk bergelantungan. Perpaduan antara kadal, burung, dan primata, yang muncul di era penuh eksperimen bentuk hidup.
Lewat teknologi pemindaian canggih dari European Synchrotron, tengkorak Mirasaura berhasil direkonstruksi. Hasilnya? Paruh ramping, nyaris tanpa gigi, mata besar yang menghadap ke depan, dan tengkorak atas yang menonjol—semua ciri khas pemanjat pohon dan pemburu celah-celah sempit.
Hal paling mengejutkan justru muncul dari warna: jejak cokelat samar pada jambul yang diawetkan. Di bawah mikroskop, para ilmuwan menemukan struktur mikroskopis bernama melanosome—penyimpan pigmen melanin, sama seperti pada kulit manusia dan bulu burung. Bentuknya lebih mirip bulu daripada sisik atau rambut mamalia.
“Mirasaura membuktikan bahwa keajaiban kulit seperti bulu tak hanya milik burung,” jelas Dr. Valentina Rossi.
Lebih dari sekadar bukti kehidupan yang bangkit dari kepunahan, Mirasaura menunjukkan bahwa evolusi bisa menghasilkan solusi serupa dari jalur berbeda. Burung bukan satu-satunya makhluk yang berevolusi ke arah bulu. Struktur yang kompleks bisa muncul lebih dari sekali, pada makhluk yang berbeda, di masa yang sangat jauh.
“Mirasaura grauvogeli membuktikan bahwa evolusi mampu menciptakan alternatif bulu jauh sebelum dinosaurus muncul,” ujar Prof. Schoch. “Dan kita tak pernah menyangkanya.”
Kini, fosil Mirasaura tersimpan di Museum Stuttgart—saksi bisu dari masa ketika reptil mencoba berbagai bentuk, bukan karena harus, tetapi karena bisa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved