Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
DOSEN Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia, Hijrah Purnama mengungkapkan, penanganan sampah di Indonesia saat ini masih lebih banyak yang menggunakan sistem kumpul-angkut-buang.
Sistem ini sesungguhnya memilik banyak kelemahan, salah satunya adalah pemenuhan lahan untuk TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang semakin sulit didapat dan semakin terbatas.
Dalam pidato Milad ke-82 Universitas Islam Indonesia yang jatuh pada 30 Rajab 1446 Hijriyah atau bertepatan dengan Kamis (30/1), Hijrah Purnama lebih lanjut mengatakan selain terjadinya persaingan untuk memanfaatkan lahan untuk aktivitas lain seperti pemukiman, pertanian dan perdagangan serta peruntukan lainnya, juga muncul penolakan kuat di kalangan masyarakat yang pada akhirnya dapat memicu konflik sosial.
Dia menambahkan biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan sebuah TPA juga sangat tinggi yang dapat mencapai Rp13,8 miliar per hektare, belum lagi dengan biaya operasional yang berkisar Rp80 hingga Rp876 ribu per ton sampah yang masuk ke TPA.
"Secara total se-Indonesia diperkirakan membutuhkan biaya sebesar Rp33 triliun per tahun untuk aktivitas pengelolaan sampah. Tentunya menjadi biaya yang sangat besar untuk mengolah sampah di akhir sebuah sistem atau end off pipe," katanya.
Dalam sidang senat terbuka yang dimpimpin Rektor Prof. Fathul Wahid di kampus Jalan Kaliurang KM-14 itu, Hijrah lebih lanjut mengemukakan, seharusnya menanganan sampah dimulai sejak dari sumbernya melalui aktivitas cegah-pilah-olah atau dikenal dengan prinsip cradle to grave, sehingga beban di akhir sistem menjadi lebih rendah.
Perjalanan panjang sampah jelasnya, pada umumnya dalam sistem perkotaan dimulai sejak dari sumbernya (pemukiman, sekolah, perkantoran, aktivitas perdagangan dan lainnya) menuju pengumpulan hingga transit di Tempat Penampungan Sementara (TPS) sebagai transfer point, kemudian dilanjutkan dengan aktivitas pengangkutan hingga berakhir ke TPA.
Aliran sampah ini, kata dia, selain menjadi aliran energi juga menjadi aliran pendanaan yang harus ditutupi daerah agar sampahnya dapat disimpan di tempat yang aman. Berikut adalah ilustrasi perjalanan sampah sejak dari sumbernya dengan berbagai pola yang terjadi di Indonesia.
Enam provinsi
Pada kesempatan itu ia menyodorkan data dari laporan kinerja pengelolaan sampah nasional pada 2023, terdapat 38% sampah yang belum terkelola. Sedangkan 62% sampah terkelola masih berakhir di TPA, menyebabkan sebagian besar TPA di Indonesia kelebihan kapasitas atau over capacity. Dengan pola produksi yang sama maka daya dukung dan tampung TPA nasional akan terlampui pada 2028 atau bahkan lebih cepat.
Hingga 2024, hanya 6 provinsi (Kepulauan Riau, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Selatan, Bali dan Jakarta) yang memiliki proporsi anggaran penanganan sampah lebih besar dari 1% dari total APBD.
Di provinsi lainnya, pada 2024 anggaran yang disediakan pada kisaran 0,6%. Hal ini, katanya menyebabkan operasional TPA menjadi open dumping sebesar 21,85% seharusnya statusnya adalah controlled atau sanitary landfill, bahkan ada yang tidak dikelola dan terbuang ke lingkungan, angka ini mencapai 39,14%.
Pada kesempatan itu pula, Hijrah mengungkapkan populasi penduduk pada 2024 mencapai di atas 281 juta jiwa. Dengan jumlah tersebut, Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat.
"Sebagai rumah bagi 3,5% populasi dunia, Indonesia memiliki tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan penduduknya, mulai dari layanan publik hingga pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan," ujarnya.
Masalah serius
Dalam satu dekade terakhir, pertumbuhan penduduk Indonesia rata-rata mencapai 1,1% per tahun, menambah hampir 3 juta jiwa setiap tahunnya. Jumlah tersebut berbanding lurus dengan potensi sampah yang dihasilkannya yaitu mencapai 70,8 juta ton per tahunnya pada 2025, atau dengan kata lain kuantitasnya mendekati 194 ribu ton setiap harinya dan 8 ribu ton per jam nya. "Diprediksi hingga 2045, Indonesia berpotensi menghasilkan 82,2 juta ton sampah per tahunnya," ujarnya.
Dengan kuantitas tersebut, menjadikan sampah menjadi salah satu masalah yang serius dihadapi oleh Indonesia. Data yang menunjukkan kuantitas sampah yang dihasilkan terus meningkat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.
Menghadapi kompleksitas pengelolaan sampah tersebut, kata Hijrah, maka sudah saatnya untuk menerapkan pendekatan untuk penerapan solusi yang inovatif dan adaptif terhadap tantangan masa depan.
Penting untuk mengutamakan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam menciptakan solusi berkelanjutan yang mampu mengatasi persoalan struktural, teknis, dan finansial.
"Dengan memahami kebutuhan lingkungan dan dampak aktivitas manusia,
kita dapat menciptakan solusi yang tidak hanya mengatasi tantangan saat ini, tetapi juga memastikan kelestarian bumi bagi generasi mendatang," ujarnya.
Hijrah mengatakan dengan visi yang jelas dan komitmen yang kuat, Indonesia memiliki peluang besar untuk bertransisi dari kesadaran akan masalah sampah menuju aksi konkret yang mendorong zero waste society. "Tidak hanya mengelola sampah secara efektif, melainkan juga memanfaatkannya sebagai sumber daya yang mendukung pembangunan hijau dan keberlanjutan lingkungan," tegasnya. (N-2)
Aksi Kolaboratif ini diisi berbagai rangkaian acara, mulai bersih-bersih pantai, penanaman cemara laut, talkshow lingkungan, serta edukasi untuk masyarakat dan pelajar.
Enviu Zero Waste telah membangun sekitar 9 solusi dan startup, termasuk Alner, yang menyediakan sistem guna ulang untuk kebutuhan sehari-hari seperti sabun, sampo, dan detergen.
Masyarakat di sekitar wilayah jaringan diajak aktif peduli lingkungan melalui program tukar sampah dengan internet.
Pengoperasian excavator amphibi ini menjadi bagian dari strategi panjang penanganan revitalisasi sungai di Kota Banjarmasin.
Disampaikan Wako Hendri, Gemilang Sehati ini dibagi dalam beberapa tahap. Tahap I sudah terlaksana di sekolah-sekolah di Padang Panjang.
KLH juga mendorong perusahaan untuk bertanggung jawab melalui skema Extended Producer Responsibility (EPR), sebagai produsen wajib mengelola sisa kemasan produk mereka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved