Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

BRIN Kembangkan Inovasi Skrining Kanker Serviks Berbasis AI

Ihfa Firdausya
23/1/2025 15:43
BRIN Kembangkan Inovasi Skrining Kanker Serviks Berbasis AI
Gedung BRIN.(Dok.MI)

PENELITI Pusat Riset Biomedis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Monica D Hartanti mengembangkan inovasi skrining kanker serviks untuk meningkatkan deteksi dini dan mengurangi biaya pengobatan 

Salah satu inovasi yang dikembangkan adalah analisis VOC urine (Volatile Organic Compounds), urin mengandung senyawa volatil yang dapat menjadi penanda kanker serviks.

“Dengan dukungan kecerdasan buatan (AI), metode ini diharapkan meningkatkan akurasi deteksi,” ungkap Monica dalam keterangan resmi, Kamis (23/1).

Selain itu dikembangkan metode mRPA-NALFIA yang bekerja mirip tes kehamilan. Metode ini menggunakan Recombinase Polymerase Amplification (RPA) untuk memperbanyak DNA dalam satu siklus pada suhu konstan tanpa mesin PCR. Hasilnya dapat diperoleh dalam waktu kurang dari lima menit melalui visualisasi strip test.

Meskipun inovasi seperti mRPA-NALFIA dan analisis VOC urine menunjukkan potensi besar, Monica mengakui tantangan tetap ada. Termasuk peningkatan sensitivitas dan spesifisitas serta faktor eksternal yang memengaruhi hasil VOC.

“Dataset besar diperlukan untuk melatih AI agar lebih akurat dalam mendeteksi penanda kanker,” ujar dia.

Hasil awal klasifikasi machine learning dari 20% data menunjukkan akurasi 61%, dengan target peningkatan hingga 80%. “Penelitian terus dilakukan untuk mengoptimalkan analisis dan membedakan antara subjek non-kanker dan kanker,” ujar Monica.

Langkah selanjutnya mencakup studi validasi dengan lebih banyak sampel, optimasi algoritma AI untuk analisis multi-biomarker, serta pengembangan perangkat lunak yang ramah pengguna.

“Selain itu, kolaborasi dengan penyedia layanan kesehatan lokal dilakukan agar teknologi ini lebih terjangkau dan dapat diadopsi secara luas oleh masyarakat,” tambahnya.

Setelah optimasi, sambung Monica, inovasi mRPA-NALFIA dan urine VOC analysis dengan akurasi hingga 80% berpotensi menjadi metode skrining yang lebih murah, cepat, dan nyaman bagi pasien.

“Meski tetap memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk diagnosis pasti, teknologi ini diharapkan menjadi alternatif skrining awal yang lebih efektif serta berkontribusi pada upaya pencegahan dan deteksi dini kanker serviks di Indonesia,” harapnya.

Kanker serviks menempati peringkat kedua setelah kanker payudara di Indonesia. Monica menjelaskan, kanker serviks umumnya disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe 16 dan 18. Namun, penelitian menunjukkan bahwa HPV tipe 52 juga berperan dalam perkembangannya.

Fokus penelitian pada tiga tipe utama HPV (16, 18, dan 52) menemukan bahwa tipe 52 sering muncul. Karena itu perlu metode deteksi yang lebih cepat dan hemat biaya dibandingkan teknik konvensional.

Menurut Monica, infeksi HPV yang berkembang menjadi kanker serviks sering tidak terdeteksi sejak awal. Padahal, biaya pengobatannya sangat besar, mencapai Rp3-4 triliun pada 2019-2020.

Oleh karena itu, skrining sebelum kanker berkembang menjadi langkah penting dalam upaya pencegahan. “Sayangnya, metode skrining saat ini masih memiliki kendala seperti sensitivitas rendah, biaya tinggi, kemungkinan hasil negatif palsu, serta hambatan psikologis bagi pasien,” tutur Monica.

Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN Indi Dharmayanti mengungkapkan, virus HPV menular melalui kontak seksual. Tetapi dapat dicegah dengan vaksinasi HPV, skrining rutin menggunakan pap smear atau inspeksi visual asam asetat (IVA), serta pengelolaan lesi pra-kanker secara efektif. 

Data Global Cancer Observatory (Globocan) 2020 menunjukkan, kanker serviks menempati peringkat keempat sebagai jenis kanker paling umum pada wanita, dengan lebih dari 600.000 kasus baru dan 340.000 kematian per tahun.

Untuk mendukung target eliminasi kanker serviks yang dicanangkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2030, Indi menyebut diperlukan pendekatan terpadu yang mencakup tiga strategi utama.
Pertama, vaksinasi HPV pada 90% anak perempuan sebelum usia 15 tahun. Kedua, skrining dini pada 70% wanita usia 35 hingga 45 tahun. Ketiga, pengobatan 90% kasus lesi pra-kanker dan kanker invasif. (H-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya