Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Ramai PPN 12%, Waketum MUI KH Marsudi Syuhud : Pajak Elit Atas untuk Subsidi Masyarakat Ekonomi Menengah ke Bawah

Syarief Oebaidillah
02/1/2025 21:29
Ramai PPN 12%, Waketum MUI  KH Marsudi Syuhud : Pajak Elit Atas untuk Subsidi Masyarakat Ekonomi Menengah ke Bawah
Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud(Dok MUI)
MASYARAKAT Indonesia saat ini sedang ramai membicarakan terkait kenaikan PPN 12%. Hal tersebut menuai berbagai pendapat dari kalangan masyarakat, bahkan juga di kalangan pemerintahan.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud mengutarakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebanyak 12% tersebut sudah diatur oleh Undang-undang negara.

“PPN 12% ini sesungguhnya dilakukan karena melaksanakan ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan Perpajakan (UU HPP), kata Kyai Marsudi,dalam keterangannya , Kamis (2/01).

Kyai  Marsudi  menjelaskan kenaikan pajak tersebut hanya berlaku pada barang-barang tertentu yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat menegah ke atas.

“Saya cermati kenaikan ini hanya diperuntukkan untuk barang-barang luxury, barang-barang yang untuk masyarakat kelas menengah ke atas yang mampu beli. Yang mempunyai purchasing power, kekuatan membeli melebihi dari kelas menuju menengah ke bawah,” ungkapnya.

Dikatakan beberapa barang dan jasa mewah yang akan dikenai PPN 12% diantaranya adalah :
1. Rumah Sakit kelas VIP atau pelayanan kesehatan premium lainnya
2. Pendidikan standar internasional berbayar mahal atau pelayanan pendidikan premium lainnya
3. Listrik pelanggan rumah tangga dengan daya 3600-6600 VA
4. Beras premium
5. Buah-buahan premium, udang  yang premium, daging premium dan lainnya.

Selain itu, Kyai Marsudi  menanggapi kondisi ekonomi masyarakat Indonesia saat ini. Menurutnya masyarakat Indonesia saat ini terbagi atas beberapa kelas.

“Kalau saya lihat, fakta kondisi masyarakat saat ini orang biasanya membagi masyarakat menjadi lima kelas, yang pertama adalah kelas atas, kedua kelas menengah, ke tiga kelas menuju menengah, keempat kelas kelompok yang sangat rentang, dan yang nomor lima adalah  kelas bawah atau kelas miskin,” ujarnya.

Dia mengatakan  berdasarkan kutipan yang beredar di media, yang dimaksud kelas atas  adalah golongan  paling atas dalam strata sosial masyarakat. Kelas atas dinilai dengan adanya pengeluaran biaya hidupdi atas Rp 6 juta per bulannya.

Selanjutnya, kelas menengah ditandai dari jumlah pengeluaran Rp 1-6 juta per orang, per bulannya.  Disusul dengan kelas Menuju Menengah. Kelompok ini  merupakan masyarakat yang memiliki pengeluaran biaya hidup antara Rp 500-1 juta masuk ke dalam golongan Menuju Kelas Menengah. 

Lalu kelompok Rentan, yakni kelompok yang terdiri dari masyarakat yang berada di garis kemiskinan namun rentan untuk jadi miskin. Masyarakat yang masuk kelompok ini diklasifikasikan dari pengeluaran Rp354-532 ribu.

Dan yang terakhir adalah kelompok kelas bawah, kelompok ini dikategorikan dari jumlah pengeluaran di bawah Rp 354 ribu dalam sebulan.

“Maka, presiden siapapun ketika membuat kebijakan baik itu kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter akan berdampak pada kelas-kelas ini. Apalagi kebijakan pajak, itu sangat dirasakan oleh dua kelas, yaitu kelas pembayar dan juga kelas mustahiq,” ujarnya.

Hemat dia, mayoritas orang termasuk kepala rumah tangga dan juga  Presiden mempunyai keinginan atau motif yang tinggi untuk memenuhi keluarga maupun kebutuhan bangsanya.

Dalam hal ini, Kiai Marsudi mengutip surat Al- Imron ayat 14.

Artinya : Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun tak terhingga berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.

Melalui ayat tersebut ,lanjut dia,setiap manusia sebagai Individu semuanya rata-rata mempunyai sifat keinginan, seperti keinginan mempunyai rumah, membeli motor, bersekolah di sekolah yang standarnya bagus, membeli baju-baju, membelikan makanan yang enak. 
Hal tersebut karena Allah  swt menciptakan sifat keinginann di dalam diri manusia.

Lebih lanjut Kyai Marsudi menilai dalam konteks berbangsa dan bernegara, setiap pemimpin memiliki dua hal yang harus dilakukan. 
Menurut kitab Dzatiyah As Siyasah Al Iqtishodiyah.

Membangun bangsa ini adalah suatu keharusan.  Apa saja yang harus dibangun. Yaitu bisa membangun alam semesta atau infrastruktur yang bagus dalam rangka menjaga kepentingan anak Bangsanya.
“Untuk melaksanakan Pembangunan harus mempertimbangkan dua hal tersebut diatas, dengan melihat kondisi Ekonomi 9 masyarakat saat ini,” tegasnya.

Kyai Marsudi mengungkapkan  kebijakan ini tentunya sudah menjadi bahan pertimbangan oleh pemerintah yang tujuan utamanya adalah untuk kemaslahatan bersama.

“Bahwa pengambilan kebijakan ini teorinya adalah kebijakan seorang pemimpin yang orientasinya kemaslahatan. Ketika orientasinya adalah kemaslahatan, maka kita wajib taat ketika kemaslahatannya nampak,” tukasnya.

“Bahwa kemaslahatannya adalah antara kelas menengah ke atas taawun dengan kelas menuju menengah ke bawah,” imbuhnya.

Ia menambahkan kondisi hukum di setiap masyarakat merupakan hasil dari keadaan dan perkembangannya. Sama halnya dengan Undang-Undang kenaikan PPN 12% yang  merupakan hasil dari keadaan dan perekmbangan masyarakat dan pemerintah hari ini.

“Dalam konteks ini, Undang-Undangnya sudah ada, dan dalam konteks ini pemerintah mengikuti Undang-Undang yang telah diputus melalui musyawarah,” tuturnya.

“Ketika sudah ada aturan Undang-Undang yang diputus dengan aturan musyawarah, maka kita ikuti. Karena kita berbangsa dan bernegara adalah untuk mengikuti aturan, kalau tidak mengikuti aturan maka kekacauan yang ada,” pungkasnya.(H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya