Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Komnas Haji: Tentukan Segera Besaran BPIH dan Bipih

Despian Nurhidayat
26/12/2024 19:47
Komnas Haji: Tentukan Segera Besaran BPIH dan Bipih
Prajurit TNI AU Sri Mulyono Herlambang menggendong jamaah haji kelompok terbang (kloter) pertama debarkasi Palembang setibanya di Bandara Sultan Mahmud Baddarudin (SMB) II Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (23/6/2024).(ANTARA/NOVA WAHYUDI )

KETUA Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj mengatakan bahwa persiapan haji tahun depan sejauh ini sampai dengan akan berakhirnya 2024 sangat mengkhawatirkan. 

Pasalnya di akhir tahun seperti saat ini dikatakan bahwa Komisi VIII DPR RI, Kementerian Agama dan Badan Penyelenggara Haji belum menyepakati atau belum membahas sama sekali terkait dengan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih).

“Padahal kalau kita melihat misalnya di jadwal yang dirancang oleh Kementerian Agama, itu 2 Mei 2025 adalah pemberangkatan kloter pertama haji Indonesia ke Tanah Suci di Arab Saudi,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Kamis (26/12). 

Lebih lanjut, dia juga mencatat Komisi VIII DPR RI sebelumnya sudah berjanji akan atau siap menggelar rapat di masa reses. Namun kenyataannya hal tersebut tidak kunjung terealisasi.

“Padahal kalau kita lihat misalnya berdasarkan informasi yang telah disampaikan oleh Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi pada Juni silam, penandatangan kontrak terkait dengan kebutuhan-kebutuhan negara-negara yang mengirimkan ibadah hajinya atau jemaah hajinya, itu mesti sudah ditandatangani di 13 Januari 2025 sampai dengan paling akhir itu adalah 14 Februari 2025,” kata Mustolih. 

Dia menegaskan persiapan Indonesia belum ada apa-apa, meskipun sudah ada persiapan petugas, pendaftaran petugas, dan lainnya, tapi semua itu tidak bisa dieksekusi jika tidak ada keputusan mengenai BPIH. 

“Kalau BPIH tidak kunjung dibahas dan disepakati yang kemudian nanti produk hukumnya adalah Keputusan Presiden, di mana Keppres itu merupakan hasil rapat antara Komisi VIII DPR dan Kementerian Agama. Nah ini kesepakatan itu belum terjadi dan masih jauh prosesnya. Padahal sistem di Arab Saudi, kontrak-kontrak, segala macam kebutuhan itu adalah termasuk pemondokan, hotel, catering atau konsumsi, kemudian transportasi, semuanya itu kan menggunakan sistem first come first serve. Siapa yang cepat maka dia yang akan segera mendapatkan layanan,” tuturnya. 

“Bahkan kalau misalnya di tempat-tempat seperti Armusna, khususnya Mina dan Arofah misalnya, itu kan siapa yang dahulu melakukan kontrak, maka dia akan mendapatkan tempat-tempat strategis atau dekat dengan pusat-pusat penyelenggaran ibadah haji. Misalnya kalau di Mina itu kan tendanya atau pemondokannya, tendanya itu tidak jauh dari, atau ring satu dengan jamarot, tempat melempar jumroh. Tapi kalau misalnya terlambat atau kemudian tidak segera, maka bisa jadi jamaah negara tersebut akan mendapatkan tempat yang jauh. Karena semua negara berebut tempat yang strategis. Dalam arti dekat dengan pusat peribadatan,” lanjut Mustolih. 

Untuk itu, Mustolih menilai bahwa pembahasan BPIH ini menjadi jantung atau menjadi kunci penyelenggaraan haji. Maka dari itu, hal ini perlu mendapatkan perhatian dari Presiden Prabowo untuk kemudian segera turun tangan terkait persiapan haji agar segera disiapkan dengan sebaik mungkin.

“Apalagi musim haji 2025 ini adalah musim haji pertama di pemerintahnya Presiden Prabowo. Ini menjadi pertaruhan yang sangat serius. Oleh karena itu apabila persiapannya masih belum matang seperti hari ini, saya kira ini menjadi satu situasi yang perlu disikapi dengan serius oleh Presiden Prabowo. Karena ini menyangkut kepentingan ratusan ribu jemaah,” tegas Mustolih. 

Selain itu, dia juga menyoroti tentang kepastian apakah Bipih akan naik atau tidak. Pasalnya dalam kondisi masyarakat dan ekonomi yang sedang gonjang-ganjing seperti hari ini, alangkah baiknya biaya haji tidak mengalami kenaikan.

“Lalu kita juga butuh kepastian terkait dengan apakah ada tambahan kuota atau tidak pada tahun ini. Ini juga belum ada tanda-tanda bahwa kabar yang berembus atau kemudian informasi seperti tahun sebelumnya ada tambahan 20 ribu. Padahal publik khususnya jemaah yang jumlahnya hari ini mencapai 5,4 juta berharap supaya ada tambahan kuota seperti tahun sebelumnya. Misalnya 20 ribu atau paling tidak tambahan yang signifikan. Misalnya tahun yang lalu lagi, itu kan ada tambahan 10 ribu. Ini belum ada gambaran dan saya kira cukup mengkhawatirkan,” ujarnya. 

Mustolih juga menyoroti Badan Penyelenggaran Haji yang sebetulnya menjadi lembaga yang baik untuk penyelenggaran ibadah haji agar lebih fokus. Namun, karena lembaga ini dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden, publik menangkap seolah-olah ada dualisme antara BP Haji dengan Kementerian Agama. 

“Padahal semestinya kalau kita merujuk pada peraturan atau regulasi, sebetulnya penyelenggaran ibadah haji 2025 masih tanggung jawab atau leading sektornya Kementerian Agama. Ini merujuk pada UU 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,” tegas Mustolih. 

“Di sana jelas bahwa penanggung jawab terkait dengan ibadah haji itu adalah Kementerian Agama. Kalau sepanjang undang-undang ini belum diubah atau belum direvisi, maka semestinya yang masih menjadi leading sektor itu adalah Kementerian Agama,” lanjutnya. 

Kehadiran BP Haji menurut Mustolih akan memperkuat dan terkait dengan supervisi dan koordinasi. Namun di level teknis pelaksanaan penanggung jawab, termasuk kontrak-kontrak yang ada di Arab Saudi, masih menjadi tanggung jawab Kementerian Agama. 

“Tetapi publik seolah-olah terutama ketika ada rapat-rapat DPR, ada dualisme. Ini segera dipertegas oleh Komisi VIII DPR supaya nanti kalau terjadi apa-apa jelas siapa yang bertanggung jawab dan saya kira regulasinya juga masih sangat terang,” pungkas Mustolih.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya