Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Hari Disabilitas Internasional: Sejauh Mana Fasilitas Disabilitas di Indonesia?

Melani Pau
03/12/2024 10:06
Hari Disabilitas Internasional: Sejauh Mana Fasilitas Disabilitas di Indonesia?
Ilustrasi(Antara)

Hak untuk mengakses fasilitas publik secara adil merupakan bagian dari hak asasi manusia yang bersifat universal. Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menetapkan kewajiban pemerintah untuk menyediakan aksesibilitas yang setara bagi seluruh masyarakat, termasuk penyandang disabilitas. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak tantangan dalam pemenuhan hak ini. Ini harus menjadi perhaitan di momen Hari Disabilitas Internasional yang jatuh pada hari ini, Selasa 3 Desember 2024.  

Dikutip dari jurnal Aksesibilitas Pelayanan Publik bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia, di Kabupaten Tegal, pada 2015 tercatat ada 134 penyandang disabilitas. Meski jalur akses di rumah sakit dinilai ramah disabilitas, fasilitas di tempat lain seperti pasar belum menyediakan jalur khusus. Dalam bidang pendidikan, banyak penyandang disabilitas yang tidak menyelesaikan pendidikan formal mereka. Berbeda dengan masjid-masjid di wilayah tersebut yang dinilai cukup ramah bagi difabel.  

Di Kabupaten Garut, terdapat 5.587 penyandang disabilitas dengan kategori tertinggi adalah retardasi mental sebanyak 1.787 jiwa (31,98%), diikuti oleh disabilitas kaki sebanyak 1.269 jiwa (22,71%), dan disabilitas bicara sebanyak 1.001 jiwa (17,92%). Meski demikian, kurangnya fasilitas publik khusus serta minimnya tenaga profesional membuat pelayanan publik bagi disabilitas di Garut masih belum optimal.  

Di Banda Aceh, sebanyak 449 penyandang disabilitas telah diverifikasi oleh Dinas Sosial. Pelayanan publik di kota ini menunjukkan kemajuan, terutama di sektor kesehatan dengan ketersediaan ramp, lift khusus, dan toilet aksesibel di rumah sakit. Dalam bidang transportasi, ramp halte bus telah dirancang cukup landai sehingga memungkinkan pengguna kursi roda untuk mengaksesnya tanpa bantuan.  

Namun, situasi berbeda terlihat di Pekanbaru, yang mencatatkan 1.032 penyandang disabilitas pada 2011. Hingga kini, fasilitas publik seperti halte bus belum menyediakan akses khusus, sehingga pelayanan publik bagi disabilitas dinilai masih jauh dari memadai. Di Padang, pada 2017 terdapat 2.070 penyandang disabilitas. Trotoar yang dipenuhi penghalang seperti tiang listrik, reklame, dan kendaraan parkir liar menghambat mobilitas mereka.  

Di DKI Jakarta, dengan 14.459 penyandang disabilitas yang tercatat pada 2019, beberapa fasilitas transportasi publik seperti MRT mulai menyediakan guiding block, ramp, dan elevator khusus disabilitas. Namun, fasilitas di gedung umum seperti guiding block dan ramp masih sering kali tidak tersedia. Toilet dan area parkir pun belum sepenuhnya mendukung aksesibilitas bagi pengguna kursi roda.  

Kota Malang, dengan sekitar 135.000 penyandang disabilitas pada 2012, menunjukkan tingkat aksesibilitas fasilitas publik yang rendah. Dari 125 tempat yang disurvei, 83% tidak menyediakan toilet ramah disabilitas, dan hanya 3% yang memiliki guiding block untuk tuna netra. Tempat ibadah juga hanya 25% yang dinilai cukup aksesibel.  

Sementara itu, Bandung mengalami peningkatan jumlah penyandang disabilitas dari 4.123 orang pada 2015 menjadi 5.359 orang pada 2017. Fasilitas transportasi umum seperti Damri dan Trans Metro Bandung sudah menyediakan ruang khusus, tetapi trotoar dengan sudut elevasi yang tidak memadai masih menjadi kendala.  

Di Yogyakarta, terdapat 3.353 penyandang disabilitas dari total 35.264 di Provinsi DIY pada 2011. Kendati beberapa fasilitas publik seperti Hotel Quality dan Puskesmas II Umbulharjo telah aksesibel, bangunan pemerintah seperti Komplek Kantor Pemkot Yogyakarta masih sulit diakses oleh pengguna kursi roda.  

Kota Surakarta pada 2015 mencatat 1.104 penyandang disabilitas. Dari 151 halte BST yang tersedia, hanya 26 yang memiliki ramp dan guiding block. Jalur khusus yang terlalu curam di skybridge terminal membuat pengguna kursi roda kesulitan. Bahkan, kondisi trotoar dan guiding block di kota ini tidak memenuhi standar aksesibilitas.  

Potret di atas menunjukkan bahwa aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di Indonesia masih jauh dari kata ideal. Meski ada beberapa kemajuan di kota tertentu, banyak fasilitas publik yang belum memenuhi standar sehingga hak penyandang disabilitas untuk hidup mandiri dan setara masih perlu terus diperjuangkan. (Z-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya