Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
DEPUTI Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) Nahar menegaskan bahwa menikahkan korban kekerasan seksual (KS) dengan pelaku tidak sesuai dengan Undang-Undang 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Hal tersebut menanggapi kasus kasus kekerasan seksual terhadap dua anak perempuan di bawah umur di Purworejo. Kakak beradik DSA (15) dan KSH (17) menjadi korban pelecehan seksual oleh sejumlah orang.
DSA yang dilecehkan oleh AIS (19) selama pertengahan 2022 hingga Juni 2023 sebanyak 5 kali akhirnya hamil dan melahirkan. Keduanya dinikahkan secara siri oleh perangkat desa.
Nahar mengimbau agar semua pihak melaksanakan amanat UU TPKS dalam penyelesaian kekerasan seksual. “Kasus TPKS tidak mengenal damai atau diselesaikan di luar proses peradilan, kecuali dengan pelaku berusia anak,” katanya saat dihubungi Media Indonesia, Kamis (14/11).
“Dan menikahkan korban dengan pelaku kekerasan seksual berusia anak adalah TPKS dalam bentuk pemaksaan perkawinan. Ini seharusnya tidak dilakukan sebelum memastikan proses hukum dan kondisi korbannya,” jelas Nahar.
Ia pun menegaskan bahwa kasus di Purworejo harus diungkap dan didalami untuk memastikan penyelesaian dugaan kekerasan seksual sesuai peraturan yang berlaku dan benar-benar memperhatikan kepentingan terbaik anak korban.
“Berdasarkan kesaksian anak korban, perlu dikembangkan siapa saja pelakunya dan diselesaikan melalui proses hukum dan upaya pemulihan bagi korban,” kata Nahar.
Dihubungi terpisah, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dian Sasmita mengatakan pihaknya sedang mendalami kasus tersebut. Ia mendorong UPTD PPA Kabupaten Purworejo dan Provinsi Jawa tengah fokus terhadap dukungan pemulihan anak korban.
“Karena anak korban tentunya ada kerentanan ketika ditanya berulang-ulang terkait kasusnya. Pendampingan psikolog secara intensif dan peksos sangat penting,” ujarnya. (Z-9)
UPAYA yang terukur untuk mewujudkan gerakan mengatasi kondisi darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak harus segera direalisasikan.
KORBAN kekerasan dan kekerasan seksual hingga saat ini masih belum memperoleh jaminan pasti dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Kasus ini bermula dari laporan seorang perempuan berusia 24 tahun yang mengaku menjadi korban kekerasan seksual oleh Achraf Hakimi di kediaman pribadi sang pemain di Paris.
Pendanaan pemulihan melalui peraturan ini hanya dapat diberikan setelah mekanisme restitusi dijalani, tetapi tidak ada batasan waktu yang tegas.
Dengan PP 29/2025 maka pengobatan korban kekerasan dan kekerasan seksual yang tidak tercover oleh program jaminan kesehatan nasional (JKN), bisa mendapatkan dana bantuan.
Iffa Rosita menegaskan pentingnya implementasi pedoman ini sebagai bentuk komitmen kelembagaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
WARTAWAN Senior Usman Kansong menilai bahwa pendekatan hukum dalam implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) hingga kini masih tersendat.
SEORANG mahasiswi berusia 19 tahun korban kekerasan seksual di Karawang, Jawa Barat, dipaksa menikah dengan pelaku yang juga adalah pamannya sendiri.
SEJAK disahkan 9 Mei 2022, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) belum optimal ditegakkan dalam melindungi korban kekerasan seksual.
MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi telah mengunjungi anak korban dugaan kekerasan seksual dan kedua orangtuanya.
Raja Faisal mendorong pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di setiap wilayah guna memberikan pendampingan kepada para korban.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved