Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PSIKOLOG klinis anak dan remaja Reti Oktania mengatakan remaja tidak dianjurkan untuk menikah di usia dini karena mereka perlu mengenali lima konsep diri masing-masing, mulai dari kompetensi skolastik hingga tingkah laku sebagai bekal mereka menuju tahap dewasa nanti.
"Kenapa anak usia remaja tidak dianjurkan menikah? Karena di usia tersebut, tugas mereka adalah mengembangkan konsep diri yang positif," kata Reti, Selasa (8/10) malam.
Psikolog lulusan Universitas Indonesia itu menambahkan remaja harus tahu diri mereka memiliki kompetensi sehingga ada lima konsep diri (yang harus mereka ketahui dan kembangkan).
Baca juga : Dialog Antara Orangtua dan Anak Penting untuk Mencegah Tawuran
Terdapat lima konsep diri yang perlu diketahui dan dikembangkan anak serta remaja untuk membantu mereka di tahap dewasa nanti, yaitu kompetensi skolastik, penerimaan sosial, kompetensi atletik, penampilan diri, dan tingkah laku.
"Ketika remaja telah menginjak usia dewasa, mereka sudah siap untuk bertanggung jawab atas pilihan masing-masing, termasuk menikah, karena
sudah dibekali dengan lima konsep diri yang telah dilakukan sebelumnya," ujarnya.
Sebaliknya, remaja yang melakukan pernikahan dini umumnya belum mengenali konsep diri mereka dengan tepat, sehingga berdampak saat mereka telah menjadi orangtua.
Baca juga : Terobosan Baru Instagram, Meningkatkan Privasi dan Kontrol Orangtua Pada Akun Remaja
"Otak depan manusia baru matang di usia 24 atau 25 tahun, otak depan itu berfungsi sebagai decision making untuk mengambil keputusan bertanggung jawab, makanya banyak orangtua yang belum siap, tapi sudah punya anak (salah satunya karena pernikahan dini)," kata psikolog yang tergabung dalam Ikatan Konselor Menyusui Indonesia itu.
"Kalau dia menikah (di usia dini), dia nggak punya lagi kesempatan olahraga atau main sama teman sebayanya karena langsung dikasih tugas menikah," sambungnya.
Ada dua faktor utama terjadinya pernikahan dini baik pada remaja maupun anak, yaitu masalah ekonomi dan kurangnya akses pendidikan.
Baca juga : Kesehatan Mental Terganggu, Remaja Merasa tidak Didukung Orangtua
Di Indonesia, kasus pernikahan dini masih banyak terjadi, terutama di pelosok daerah karena dua masalah utama tersebut.
Oleh sebab itu, Reti menilai perlu adanya andil berbagai pihak untuk memutus rantai pernikahan dini di Indonesia. Mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga orangtua dalam memberikan akses pendidikan serta informasi yang diperlukan bagi anak dan remaja demi masa depan yang lebih baik.
"Pendidikan seksual, dan seberapa siap mental mereka untuk menikah juga perlu dijelaskan. Pemerintah juga perlu memerhatikan kesejahteraan ekonomi, pemerataan pendidikan, dan akses informasi bagi masyarakat agar bisa memutus rantai pernikahan dini," kata salah satu pendiri The Little Wisdom itu.
Reti pun berpesan agar para remaja dan anak-anak di Indonesia dapat mengembangkan potensi diri semaksimal mungkin, tanpa perlu melakukan pernikahan dini. Dengan begitu, mereka dapat meraih masa depan yang lebih baik dan semakin mencintai diri mereka sendiri.
"Anak-anak remaja yang saya sayangi banget, kalian terlahir di dunia pasti punya makna, sebelum kalian dewasa yuk sama-sama cari identitas
kalian, 'Apa sih makna diri saya di dunia?,' melalui pendidikan, sosialisasi, dan menjaga diri supaya kamu lebih mencintai diri kamu dan
terus berbuat baik dengan sesama," pungkas Reti. (Ant/Z-1)
Tidak hanya menyenangkan, bermain juga diakui sebagai sarana penting untuk menumbuhkan berbagai keterampilan hidup yang esensial.
Langkah yang dapat dilakukan orangtua dalam mendorong anak supaya terbiasa mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi antara lain melalui pembelajaran dari kebiasaan sehari-hari.
Kebiasaan makan bergizi seimbang beragam dan aman pada anak bukan semata tentang apa yang disajikan, namun juga penanaman nilai gizi secara konsisten dalam keluarga.
Orangtua dianjurkan untuk menyajikan camilan sehat seperti buah potong segar, jagung rebus, ubi kukus, bola-bola tempe, puding susu tanpa gula tambahan, atau dadar sayur mini.
Pertanian tetap menjadi sektor terbesar untuk pekerja anak, menyumbang 61% dari semua kasus, diikuti oleh jasa (27%), seperti pekerjaan rumah tangga.
Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia Gita Kamath mengatakan bidan merupakan inti dari sistem perawatan kesehatan primer, terutama bagi perempuan dan anak perempuan.
Orangtua perlu memberikan contoh kepada anak dan menjelaskan pentingnya mengonsumsi makanan yang bergizi.
Instansi pendidikan berperan dalam menyediakan ruang aman bagi anak untuk dapat mengembangkan diri dan meningkatkan pengetahuan.
Meski berguna untuk hal positif seperti belajar jarak jauh, ponsel ini juga kerap menjadi pintu masuk untuk berbagai masalah terkait dengan era digital ini.
Pemakaian masker, khususnya di tengah kerumunan mungkin dapat dijadikan kebiasaan yang diajarkan kepada anak-anak.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved