Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KASUS kekerasan dan diskriminasi terhadap anak di Indonesia terus meningkat. Berita terbaru tentang kekerasan terhadap anak dan kekerasan seksual kian beredar luas. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) maupun dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI) Pimpinan Pusat Aisyiyah setidaknya mengonfirmasi peristiwa tersebut.
Indeks pencarian berita kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak selalu trending setidaknya dalam beberapa pekan ini.
Kabar anak yang berurusan dengan hukum baik sebagai pelaku atau korban saling bersautan di media sosial. Akibatnya sentimen negatif terus mengemuka terhadap keadilan hukum dan upaya serius pemerintah serta semua pihak terhadap meningkatnya kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap anak dipertanyakan.
Baca juga : Buku Fikih Energi Berkeadilan, Komitmen Muhammadiyah untuk Umat, Dukung Transisi Energi yang Adil
Sebab itulah, Lazismu Pusat melalui Divisi Research and Development mengupasnya dalam Ziska Talk bertajuk Zakat untuk Perlindungan Anak dari Kekerasan & Diskriminasi.
Lazismu ingin mengangkatnya dalam perspektif yang relevan agar kesadaran dan ikhtiar memitigasinya bisa dikolaborasikan dan disingergikan dengan semua pihak, termasuk lembaga amil zakat.
Anggota Badan Pengurus Pusat Lazismu Pusat, Ninik Annisa menyebutkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak semakin meningkat. Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI) PP Aisyiyah pada tahun 2024 telah terjadi kasus sebanyak 10.529 berupa kekerasan terhadap anak dan jumlah korbannya mencapai 11.000.
Baca juga : Anak Nikita Mirzani Diduga Aborsi Dua Kali Disuruh Pacar
“Jumlah ini sebetulnya melipatgandakan dari 6 tahun sebelumnya. Di mana pada 2016, terdapat kasus korban laki-laki sebanyak 1.478 dan untuk korban perempuan sebanyak 3.757,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Kamis (3/10).
Ninik Annisa menjelaskan, pada tahun 2024 jumlah korban laki-laki sebanyak 3.376 dan korban perempuan 8.329. “Hal itu tentu saja data yang ada tidak sebenarnya utuh karena masih banyak kasus-kasus yang tidak dilaporkan. Maka kami terutama dari Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) PP Aisyiyah juga menangani kasus serupa, di mana kekerasan terhadap anak terjadi,” imbuhnya.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Divisi Fatwa & Pengembangan Tuntunan MTT PP Muhammadiyah, Asep Salahuddin menyampaikan bahwa tren peningkatan kasus tersebut ataupun faktor-faktor yang melatarbelakanginya perlu dilihat secara komprehensif melalui fikih perlindungan anak.
Baca juga : Perlindungan Anak dari Ancaman Kekerasan Perlu Ditingkatkan
Hal ini menjadi penting, sebab bisa saja dalam pemahaman fikih kebanyakan orang melihatnya secara parsial. Sehingga sistematika dan cara pandangnya terhadap perlindungan anak perlu diteropong dari produk Muhammadiyah berupa fikih perlindungan anak.
“Sama dengan fikih-fikih sebelumnya yang menjadi bagian dari produk pemikiran hukum Islam di Muhammadiyah, bahwa dalam merespon suatu persoalan, perlu ada rumusan-rumusan khusus (spesifik) yang didasarkan pada ajaran-ajaran Islam, khususnya Fikih,” imbuhnya.
Menurut Asep, agama Islam memiliki konsep-konsep dalam merespons “suatu masalah”, maka perlu didiskripsikan lebih jelas konsep-konsep dari ajaran-ajaran Islam tersebut.
Baca juga : Presiden Diminta Segera Sahkan Berbagai Aturan Perlindungan Anak dan Perempuan
“Terkait fikih perlindungan anak sebagaimana telah disusun term of reference-nya oleh Lazismu dalam pokok bahasan ini, posisi saya sebagai MTT PP Muhammadiyah diamanahi untuk menjawab dan memaparkan tentang pertama, sosialisasi nilai-nilai dasar Fikih Perlindungan Anak berdasarkan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Kedua, strategi dan upaya yang dilakukan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah untuk mengatasi kekerasan dan diskriminasi pada anak,” paparnya.
Rumusan itu, tambah Asep, didasarkan pada konsep yang berkesinambungan. Fikih Perlindungan Anak dari cara pandang Islam berbicara baik tentang tauhid, nilai etika dan hukum yang terkait dengan perlindungan anak.
“Fikih Perlindungan Anak digambarkan dalam tiga aspek secara berkesinambungan, antara lain nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asasiyah), prinsip-prinsip umum (al-ushul al-kulliyah) dan pedoman praktis (al-ahkam al-far’iyah),” tuturnya.
Tiga aspek yang ada harus diturunkan lagi, yang pada akhirnya nanti seperti diharapkan oleh Lazismu, bahwa ada pedoman praktisnya yang mungkin menjadi apa yang kita cari bersama, yaitu kiat apa dan strategi apa yang dilakukan oleh MTT terkait persoalan kekerasan dan diskriminasi terhadap anak.
Asep mengatakan bahwa prinsip umum yang mendasari fikih bersumber dari tauhid, kemuliaan manusia, dan nilai-nilainya harus dihayati dengan seksama.
“Apa yang akan kita lakukan dan ketahui untuk meraih keadilan dan adanya kemuliaan sebagai manusia seperti hak hidup dan tumbuh kembang, ini yang harus kita pahami sebagai pedoman praktis tentang anak, hak hidup dan tumbuh kembangnya,” ujarnya.
Seiiring dengan itu, nantinya akan muncul persoalan-persoalan lain seperti aborsi, kematian bayi dan balita, stunting, dan lain-lain. Bagaimana menyikapinya, maka pedoman praktis harus dipahami yang diturunkan dari nilai dasar dan prinsip umum.
Lantas apa prinsip umum yang berkaitan dengan keadilan? Asep menyebut bahwa prinsip itu berkaitan dengan hubungan kesetaraan yang sama antara laki-laki dan perempuan, anak dan ibu, anak dan ayah, dan sebagainya. Dari situ akan muncul pedomannya berupa hak sipil.
“Hak sipil terkait identitas anak, pengasuhan anak, dan anak yang berurusan dengan hukum,” tegasnya.
Dari situ, baru kemudian lanjut Asep, nilai dasar kemaslahatan itu diturunkan dengan prinsip kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan anak. “Dari situ lah pedoman praktisnya, yaitu hak perlindungan seperti tentang pernikahan anak, pengangkatan anak, perdagangan anak, dan kekerasan seksual yang sekarang beritanya viral di media sosial bisa ditangani,” jelasnya.
Asep menyebut, pedoman praktis perlindungan anak dibahas dalam kerangka hak-hak anak dalam empat ranah utama, antara lain meliputi Hak Hidup dan Tumbuh Kembang, Hak Sipil, Hak Keamanan (Perlindungan), dan Hak Pendidikan.
Baginya, pemuliaan anak dalam Islam itu dimulai sejak dalam usia anak bahkan sejak dalam kandungan. Islam melarang melakukan kekerasan dan diskriminasi terhadap anak. Larangan ini menunjukkan betapa mulianya seorang anak, ia tidak bisa dinilai dengan nominal harta sebesar apapun.
“Karena dalam Islam, hak tumbuh kembang berupa aspek psikis (rohaniah) dan aspek fisik (jasmaniah) telah dikupas dalam Munas Tarjih ke-30 pada tahun 2018 di Makassar yang secara normatif dibukukan dalam berita resmi Muhammadiyah dan dapat diunduh secara online,” tandasnya. (H-2)
Kemajuan pesat dalam teknologi video telah menimbulkan kekhawatiran yang serius di Korea Selatan, terutama terkait dengan peningkatan penggunaan teknologi ‘deepfake’ di kalangan remaja.
WAKIL Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Fajar Riza Ul Haq mengatakan, kampus yang berkemajuan ialah kampus yang mampu memberikan dampak bagi masyarakat lokal.
MOMEN Mei-Juni penting untuk disegarkan kembali.
KETUA Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, syariat lahiriyah dalam momentum Idul Adha ialah menyembelih hewan kurban.
Perguruan Tinggi Muhammadiyah & 'Aisyiyah (PTMA) memiliki tantangan strategis untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kenaikan mahasiswa.
Haedar berpendapat, implementasi hal tersebut, yakni sekolah swasta gratis bukan hal yang mudah diimplememtasikan di negara besar dengan penduduk lebih dari 281 juta jiwa.
Pancasila harus betul-betul dijadikan nilai penting yang menjiwai dan sekaligus membentuk pemikiran mendasar dalam kehidupan berbangsa dan penyelenggaraan bernegara.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved