Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Menjerat Remaja Korea dalam Kasus Seksual, Apa Itu Deepfake?

Melani Pau
27/8/2024 20:05
 Menjerat Remaja Korea dalam Kasus Seksual, Apa Itu Deepfake?
Teknologi deepfake yang mengancam remaja(Ilustrasi)

KEMAJUAN pesat dalam teknologi video telah menimbulkan kekhawatiran yang serius di Korea Selatan, terutama terkait dengan peningkatan penggunaan teknologi ‘deepfake’ di kalangan remaja. 

Anak-anak muda yang melek teknologi semakin banyak yang memanfaatkan kemampuan deepfake untuk menghasilkan gambar seksual tanpa izin dari individu yang menjadi target mereka, yang seringkali adalah teman sebaya.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran yang semakin besar karena laporan terbaru menunjukkan bahwa pada tahun 2023 terjadi 180 kasus pidana yang melibatkan penggunaan teknologi deepfake. 

Baca juga : Mitsubishi Electric Indonesia di Indonesia 4.0 Conference and Expo: Revolusi Factory Automation dan Sustainability

Dari total 120 orang yang dihukum karena pelanggaran ini, 91 di antaranya adalah remaja, sebagaimana diungkapkan oleh Perwakilan Cho Eun-hee dari Partai Kekuatan Rakyat, berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Kepolisian Nasional.

Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun 2022, di mana terdapat 156 kasus serupa, dan persentase remaja yang terlibat dalam kejahatan ini meningkat dari 61% pada tahun 2022 menjadi 75,8% pada tahun 2023.

Menurut Cho, kejahatan seks digital yang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada korbannya ini semakin menyebar di kalangan remaja, seolah-olah telah menjadi semacam permainan yang tidak berbahaya

Baca juga : Diskusi Teknologi dan Manajemen Proyek Menjadi Sorotan di Hari Kedua FFPM 2024

Cho mendesak agar dilakukan revisi sistematis untuk mencegah penyebaran kejahatan ini di masa mendatang. 

Pada 21 Agustus, Kantor Pendidikan Metropolitan Busan mengumumkan bahwa empat siswa sekolah menengah sedang dalam penyelidikan polisi karena menggunakan teknologi deepfake untuk secara digital meniru wajah 18 siswa dan dua guru mereka, yang kemudian digunakan untuk membuat sekitar 80 gambar pornografi yang disebarkan melalui aplikasi pesan instan.

Pada tahun 2023, terjadi 12 kasus penyebaran deepfake pornografi di kalangan siswa di Busan, namun dalam enam bulan pertama tahun 2024 saja, jumlah kasus telah meningkat menjadi 15. 

Baca juga : PU-Pera Dorong Digitalisasi dalam Pengelolaan Perumahan

Di Pulau Jeju, seorang siswa remaja di sekolah internasional ditangkap karena membuat konten pornografi deepfake menggunakan wajah teman-temannya, dan setidaknya 11 siswa ditemukan menjadi korban dari kejahatan tersebut.

Kejahatan deepfake ini dapat bermacam-macam bentuknya. Ada kalanya gambar-gambar tersebut digunakan sebagai alat untuk menindas korban, namun ada juga kasus di mana gambar tersebut dibuat dengan tujuan mencari keuntungan finansial.

Sebagai contoh, pada tahun 2022, seorang siswa sekolah menengah dinyatakan bersalah karena menjual konten pornografi yang termasuk foto-foto hasil rekayasa kepada 110 orang melalui internet, dengan imbalan sertifikat hadiah. 

Baca juga : Beradaptasi pada Perubahan Teknologi Perbesar Peluang Kerja Kaum Muda

Akses mudah ke teknologi kecerdasan buatan (AI) di kalangan remaja Korea Selatan turut memperburuk situasi ini. Menurut survei yang dilakukan oleh Badan Informasi Nasional pada bulan Mei, sekitar 77,5% remaja di Korea Selatan mengaku sudah mengetahui tentang AI generatif, dan lebih dari setengahnya, yakni 52,1%, mengaku telah menggunakannya.

Meskipun sebagian besar dari mereka menggunakan teknologi ini untuk tujuan yang sah, data kepolisian menunjukkan bahwa ada segelintir yang memanfaatkannya untuk keperluan ilegal.

Meskipun jumlah remaja yang dihukum karena menggunakan teknologi deepfake meningkat, hukuman yang dijatuhkan sering kali ringan, terutama karena undang-undang yang berlaku memberikan hukuman yang lebih ringan bagi pelaku yang masih di bawah umur.

Berdasarkan hukum yang ada, orang dewasa yang mengedit atau memproses konten video, audio, atau foto palsu orang lain dalam bentuk yang menyebabkan rasa malu seksual dan menyebarkannya dapat dihukum hingga lima tahun penjara atau denda hingga 50 juta won (sekitar Rp581 juta). 

Namun, analisis terbaru dari surat kabar Hankyoreh menunjukkan bahwa hukuman yang dijatuhkan dalam praktiknya jauh lebih ringan.

Dari 46 putusan pengadilan terkait video palsu, hanya satu orang yang dijatuhi hukuman penjara, sementara 15 orang lainnya hanya menerima hukuman yang ditangguhkan, dan dua orang dikenai denda.

Dalam salah satu kasus, seorang pemuda yang memanipulasi foto sepupunya yang masih remaja dan menyebarkannya melalui aplikasi pesan awalnya dijatuhi hukuman dua tahun penjara, tetapi hukuman tersebut kemudian dikurangi menjadi hukuman yang ditangguhkan oleh pengadilan banding dengan alasan bahwa terdakwa masih muda, tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya, dan orang tuanya telah berjanji untuk mengawasinya agar tidak mengulangi perbuatannya. 

Para ahli kriminal menekankan perlunya pemerintah untuk meningkatkan pendidikan kepada siswa tentang beratnya kejahatan ini.

Profesor psikologi kriminal Lee Soo-jung dari Universitas Kyunggi menyarankan agar pelajaran tentang teknologi komputer, seperti pengkodean, juga mencakup aspek hukum dan etika.

Ia menekankan bahwa pendidikan semacam ini harus dimulai sejak usia dini, untuk mencegah anak-anak menganggap tindakan tersebut sebagai hal yang sepele atau lucu. (alinea.id/Z-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana
Berita Lainnya