Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
AKSARA Jawa, salah satu warisan budaya yang sarat dengan keindahan dan filosofi, menyimpan lebih dari sekadar simbol grafis. Di balik lekuk-lekuk cantiknya, aksara ini memiliki beragam jenis yang berfungsi sesuai konteks penggunaannya.
Di antara ragam tersebut, terdapat aksara murda, swara, dan wilangan yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri.
Dalam bahasa Indonesia, wilangan berarti angka. Aksara ini digunakan untuk menuliskan angka-angka dalam bahasa Jawa, seperti jumlah barang, tanggal, atau tahun. Seperti angka pada umumnya, aksara wilangan mewakili bilangan dari 1 hingga 10, yang kemudian bisa dipadukan untuk membentuk angka lebih besar.
Baca juga : 5 Faktor Penyebab Literasi Indonesia Rendah
Misalnya, angka satu dalam aksara Jawa adalah ꧑, yang dilafalkan sebagai siji atau setunggal. Sedangkan angka dua adalah ꧒, dilafalkan loro atau kalih. Angka ini terus berkembang hingga angka-angka yang lebih besar seperti 11 (sewelas atau setunggal welas ꦱꦼꦠꦸꦁꦒꦭ꧀ꦮꦼꦭꦱ꧀) dan 21 (selikur atau setunggal likur ꦱꦼꦠꦸꦁꦒꦭ꧀ꦭꦏꦸꦂ).
Melansir dari Good News From Indonesia, Aksara murda, atau huruf utama, mirip dengan huruf kapital dalam bahasa Indonesia. Aksara ini digunakan untuk menuliskan kata-kata penting seperti nama orang, tempat, atau gelar.
Misalnya, ketika kita menuliskan nama tokoh atau nama kota, aksara murda digunakan pada huruf pertama untuk menunjukkan kehormatan atau penekanan.
Baca juga : 8 Aksara Nusantara: Kekayaan Budaya dan Warisan Sastra Indonesia
Aksara murda terdiri dari delapan huruf: Na, Ka, Ta, Sa, Pa, Nya, Ga, dan Ba. Namun, aksara ini memiliki aturan tertentu. Misalnya, aksara murda tidak bisa digunakan sebagai konsonan penutup atau sigeg, tidak bisa diberi pasangan, namun dapat diberi sandhangan (tanda bunyi).
Aksara swara digunakan untuk menuliskan bunyi vokal yang berdiri sendiri, tanpa diikuti oleh konsonan. Aksara ini sangat berguna untuk mempertegas pelafalan dalam penulisan kata yang dimulai dengan huruf vokal.
Penggunaan aksara swara mengikuti prinsip-prinsip berikut:
Baca juga : Aksara Lampung: Warisan Budaya Tulisan Suku Lampung
Aksara swara digunakan untuk menuliskan kata yang huruf awalnya berupa vokal. Selain itu, aksara ini sering dipakai dalam kata serapan dari bahasa asing untuk mempertegas pelafalannya. Contohnya, kata "Eropa" ditulis dengan jelas sebagai "e-ro-pa" dalam aksara swara, bukan "he-ro-pa."
Aksara swara tidak dapat digunakan sebagai pasangan aksara lain dalam penulisan aksara Jawa. Aksara ini berdiri sendiri dan secara otomatis membentuk sebuah kata tanpa perlu kombinasi dengan aksara lain.
Meskipun berdiri sendiri, aksara swara tetap dapat dipadukan dengan sandhangan (tanda bunyi) lainnya seperti Wignyan, Cecak, dan Layar, untuk memberikan nuansa bunyi yang lebih lengkap.
Ketiga jenis aksara ini tidak hanya menunjukkan keindahan estetika, tetapi juga memperlihatkan cara pandang dan filosofi masyarakat Jawa dalam memandang dunia. Aksara ini menjadi bagian dari identitas budaya yang diwariskan secara turun-temurun, membawa makna mendalam di setiap lekukan hurufnya.
Bagi yang ingin mendalami lebih jauh, memahami perbedaan aksara murda, swara, dan wilangan akan membuka pintu ke dunia sastra dan sejarah Jawa yang kaya dan menarik. 9Z-3)
Aksara Bali terdiri dari beberapa jenis seperti Aksara Wreastra, Swalalita, Wijaksara, dan Modre, masing-masing memiliki fungsi dan karakteristik unik.
Aksara Lontara adalah sistem tulisan tradisional yang berasal dari Sulawesi Selatan, digunakan oleh suku Bugis dan Makassar sejak abad ke-14.
Aksara Bali adalah sistem tulisan tradisional yang berasal dari aksara Brahmi India dan memiliki hubungan erat dengan aksara Kawi serta aksara Jawa.
Aksara Jawa terdiri dari 20 huruf yang membentuk suku kata dan digunakan dalam penulisan dari kiri ke kanan.
Literasi di Indonesia saat ini rendah. Namun, peningkatan literasi di Indonesia masih terkendala oleh beberapa faktor utama.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved