Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
BALI adalah salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan budaya, termasuk aksara. Penggunaan aksara Bali di kantor pemerintahan dan swasta di provinsi ini diatur Peraturan Gubernur Bali mengenai Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali Tahun 2018.
Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat Bali untuk memahami aksara Bali secara mendalam. Hal itu agar mereka dapat ikut serta dalam penggunaannya dan pelestariannya.
Aksara Bali berasal dari aksara Brahmi India, melalui perantara aksara Kawi, dan memiliki hubungan erat dengan aksara Jawa. Sejak pertengahan abad ke-15, aksara Bali telah digunakan secara aktif dalam sastra dan tulisan sehari-hari di Bali, dan masih diajarkan sebagai bagian dari kurikulum lokal, meskipun penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari telah menurun.
Baca juga : Memahami Aksara Jawa dan Contohnya
Aksara Bali adalah sistem tulisan abugida yang terdiri dari 18 hingga 33 aksara dasar, tergantung pada bahasa yang digunakan. Seperti aksara Brahmi lainnya, setiap konsonan mewakili satu suku kata dengan vokal inheren /a/, yang dapat diubah dengan diakritik tertentu.
Penulisan aksara Bali dilakukan dari kiri ke kanan, dan secara tradisional tidak menggunakan spasi antar kata (scriptio continua), meski dilengkapi dengan beberapa tanda baca.
Sebagian besar aksara Bali ditemukan dalam lontar, yaitu daun palem yang diproses khusus untuk dijadikan media tulis. Media lontar telah digunakan di Indonesia sejak zaman Hindu-Buddha dan memiliki sejarah panjang di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Baca juga : Ternyata Aksara Jawa Punya Ragam yang Menarik! Ini Dia Bedanya Murda, Swara, dan Wilangan
Daun palem yang digunakan untuk lontar di Bali adalah dari jenis palem tal (Borassus flabellifer), juga dikenal sebagai palem siwalan. Hanya daun dari palem tertentu yang cocok untuk dijadikan lontar, dan yang dianggap terbaik di Bali berasal dari daerah kering di utara Karangasem, sekitar Culik, Kubu, dan Tianyar.
Aksara Bali digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menulis bahasa Bali. Tak hanya itu, aksara Bali ini juga dipakai untuk menulis rerajahan yang berhubungan dengan upacara keagamaan atau kekuatan magis.
Aksara Bali dibagi menjadi dua kategori berdasarkan fungsinya, yaitu aksara Biasa dan aksara Suci. Aksara Biasa digunakan untuk menulis bahasa Bali dalam kegiatan sehari-hari, sementara aksara Suci digunakan untuk keperluan yang berkaitan dengan keagamaan.
Baca juga : 5 Faktor Penyebab Literasi Indonesia Rendah
Kedua jenis aksara ini kemudian dibagi lagi menjadi beberapa variasi. Berikut adalah penjelasan mengenai jenis-jenis aksara tersebut:
Aksara Wreastra terdiri dari 18 aksara konsonan yaitu ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, ma, ga, ba, nga, pa, ja, ya, dan nya. Vokal dalam aksara ini diambil dari aksara wisarga yang dipadukan dengan pangangge, seperti ulu, pepet, taleng, tedong, suku, dan taleng tedong.
Aksara Swalelita terdiri dari 47 aksara, yang mencakup 14 aksara vokal dan 33 aksara konsonan. Vokal dalam aksara Swalelita terdiri dari A, a, I, i, U, u, E, Ai, O, Au, re, ro, le, dan le. Aksara konsonan dalam Swalelita dibagi lagi menjadi lima kelompok berdasarkan jenisnya: Kantia, Talawia, Musdanya, Dantia, dan Ostia.
Baca juga : 8 Aksara Nusantara: Kekayaan Budaya dan Warisan Sastra Indonesia
Aksara Wijaksara meliputi Ongkara, Rwa Bhineda, Triaksara, Pancaksara, Panca Brahma, Desaksara, Caturdasaksara, dan Sodasaksara. Beberapa dari nama-nama aksara tersebut merupakan kombinasi dari aksara Wijaksara lainnya, seperti Caturaksara, Soaksara, dan Ekadaksara.
Aksara Modre adalah jenis aksara Bali yang sulit dibaca karena adanya pengangge aksara dan penggunaan gambar-gambar tertentu. Aksara Modre dibagi menjadi empat tipe: tipe utama, tipe aksara kotak, tipe lambang-lambang, dan tipe lainnya.
Untuk menulis angka dalam aksara Bali, perlu latihan terlebih dahulu. Menulis angka dengan aksara Bali bisa menjadi cukup rumit, terutama bagi pemula yang baru belajar aksara ini.
Namun, sebelum itu, mari kita mulai dengan mempelajari cara menghitung angka 1 hingga 10 dalam bahasa Bali di bawah ini:
Di aksara Bali, tanda baca seperti titik dan koma dalam huruf Latin digantikan dengan istilah carik. Dalam bahasa Indonesia, carik berarti "selesai".
Carik terdiri dari dua jenis, yakni carik siki dan carik kalih. Carik siki berfungsi mirip dengan tanda koma, sedangkan carik kalih berfungsi seperti tanda titik.
Carik siki memiliki bentuk yang mirip dengan angka "1" dalam huruf Latin. Sementara itu, carik kalih ditandai dengan dua simbol yang terletak berdekatan.
Menulis aksara Bali memiliki aturan khusus yang perlu diperhatikan. Meskipun prosesnya mirip dengan menulis dalam bahasa lain, aksara Bali memiliki kompleksitas tambahan.
Dalam buku "Celah-celah Kunci Pasang Aksara Bali" oleh I Nengah Tinggen, dijelaskan beberapa aturan menulis aksara Bali sebagai berikut:
Aksara Bali terdiri dari beberapa jenis seperti Aksara Wreastra, Swalalita, Wijaksara, dan Modre, masing-masing memiliki fungsi dan karakteristik unik.
Aksara Lontara adalah sistem tulisan tradisional yang berasal dari Sulawesi Selatan, digunakan oleh suku Bugis dan Makassar sejak abad ke-14.
Aksara Jawa terdiri dari 20 huruf yang membentuk suku kata dan digunakan dalam penulisan dari kiri ke kanan.
Aksara Jawa, sebagai warisan budaya yang penuh filosofi dan keindahan, terdiri dari berbagai jenis aksara yang digunakan dalam konteks berbeda.
Literasi di Indonesia saat ini rendah. Namun, peningkatan literasi di Indonesia masih terkendala oleh beberapa faktor utama.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved