Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) akan mencantumkan label warna atau color guide untuk menampilkan kadar kandungan gula dalam produk dan minuman kemasan dalam waktu dekat.
Dokter spesialis anak konsultan gizi dan metabolik, dr.Yoga Devarea mengatakan bahwa pencantuman label warna pada produk olahan merupakan langkah progresif untuk menekan tingkat konsumsi gula yang tinggi pada masyarakat Indonesia. Hal ini sudah banyak diterapkan diberbagai negara.
“Secara menyeluruh (untuk) mengurangi kandungan gula. Ini sudah diterapkan di banyak negara, salah satu Inggris dan Singapura. Dan harapannya Indonesia kita juga akan mengeluarkan aturan label merah ini dalam waktu dekat,” jelasnya kepada Media Indonesia di Jakarta pada Selasa (3/9).
Baca juga : Regulasi BPA Segera Terbit, BPOM Sesalkan Industri Berpandangan Salah
Menurut Yoga, pelabelan ini sangat penting sebagai pemenuhan hak bagi konsumen untuk mampu membedakan produk yang memiliki gizi baik bagi kesehatan tubuhnya. Dikatakan bahwa pelabelan ini nantinya akan diklasifikasikan menjadi tiga warna.
“Konsumen akan bisa memilih misalnya labeling merah tentu artinya produk itu dianggap tinggi gula, labeling berwarna hijau yang aman gula, lalu yang berwarna orange atau diantaranya seperti warna kuning itu harus berhati-hati. Ini tentu hal yang sangat penting bukan hanya buat anak tetapi juga buat kita secara keseluruhan,” katanya.
Menurut Yoga jika aturan ini diberlakukan maka akan ada batasan dan konsekuensi secara langsung bagi para produsen untuk ikut bertanggung jawab terhadap peredaran gula pada produk
Baca juga : BPOM Buat Langkah Bijak dengan Regulasi Pelabelan Kemasan Mengandung BPA
“Dan ini akan berimplikasi jauh pada produsen yang berharap tidak tidak dilabeli merah, sehingga mereka akan berusaha untuk menurunkan kadar gulanya, Ini terjadi juga sebetulnya di Inggris yang bukan hanya labeling tetapi menerapkan pajak untuk gula,” ungkapnya.
Yoga berharap aturan ini harus dipercepat melihat kasus-kasus penyakit tidak menular yang diakibat oleh konsumsi gula berlebih pada konsumsi produk olahan semakin meningkat, hal ini juga berkonsekuensi terhadap dampak tingginya biaya kesehatan nasional.
“Kita yang di Indonesia kalau ke luar negeri mencoba produk yang sama pasti akan melihat ada beberapa perbedaan kandungan dengan produk-produk di negara yang sudah melakukan regulasi dengan benar,” jelasnya.
Baca juga : Regulasi Pelabelan Bisphenol A (BPA) Penting untuk Lindungi Masyarakat
Kendati demikian, Yoga menekankan bahwa jauh lebih penting bagi pemerintah untuk meningkatkan edukasi masyarakat tentang pentingya membaca informasi komposisi dan kandungan dalam suatu produk dan kesadaran pentingnya menekan konsumsi gula harian.
“Jadi kalau kita mungkin bisa mengendorse ini supaya lebih cepat, rasanya akan lebih baik. Tentunya ini akan berlaku bagus kalau dikerjakan sesuai dan tidak pilih-pilih, sehingga konsumen juga harus dilakukan edukasi yang sama. Edukasinya bisa secara seperti ini atau memang pada saat di label itu diberi tahu apa artinya,” tuturnya.
Sementara itu, Doktor dalam bidang ilmu gizi, Dr. Rosyanne Kushardina mengatakan bahwa WHO telah memberikan rekomendasi bagi negara-negara untuk mengatur makanan yang aman, cukup dan bergizi bagi warganya.
“Jadi aman itu kalau kita bicarakan dengan gula tadi, bisa termasuk konsennya agar aman tapi kehilangan gula-gula itu nantinya juga dapat berdampak negatif kedepannya. Jadi memang saya sangat menghargai aturan pelabelan itu karena harus dipaksa ke regulasi. Bagaimanapun kesetaraan konsumen itu sangat penting, saya juga sebagai konsumen sangat menantikan itu,” imbuhnya. (H-2)
Badan POM juga telah memperkenalkan label Pilihan Lebih Sehat sejak 2019. Sayangnya, label itu dinilai belum mampu secara langsung menunjukkan kadar GGL dalam produk makanan.
Membaca label gizi pada kemasan makanan dan minuman menjadi langkah penting untuk mengontrol asupan gula harian.
Mengonsumsi makanan dan minuman dengan kandungan gula tinggi dapat memicu obesitas serta meningkatkan risiko penyakit kronis seperti diabetes.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) dan International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) melanjutkan penggarapan tahap pilot project implementasi e-labeling.
Kewajiban penerapan nutri-level juga akan dibuat sejalan antara pangan olahan yang ditetapkan oleh Badan POM dengan pangan olahan siap saji yang ditetapkan oleh Kemenkes.
Diabetes menjadi salah satu penyakit yang kian umum, terutama akibat konsumsi gula berlebih dari makanan Ultra Processed Food (UPF).
BPOM mengungkapkan temuan mengkhawatirkan terkait paparan senyawa kimia berbahaya Bisphenol A (BPA) dalam galon guna ulang di enam kota besar Indonesia.
Di berbagai pasar di APAC, gagasan bahwa suplemen alami otomatis aman dan efektif juga semakin populer. Namun, persepsi ini dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan.
Kepala Badan POM Taruna Ikrar menjelaskan mengenai kopi berbahan kimia obat dengan klaim sebagai kopi kejantanan berdampak serius bagi kesehatan.
Di TKP 1 ditemukan bahan yang siap untuk diedarkan, dalam kaitan distribusinya. Di TKP yang kedua juga temukan bahan-bahan baku yang siap diolah.
Jamu adalah representasi kearifan lokal yang memiliki bukti empiris kuat dan ditopang oleh kajian ilmiah yang terus berkembang.
Kepala BGN Dadan Hindayana membatah tak melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dadan menyebut sudah ada MoU atau kerja sama dengan BPOM
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved