Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
ANCAMAN senyawa Bisphenol A (BPA) pada Kemasan Pangan, khususnya Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) memunculkan pentingnya terobosan kebijakan dalam melakukan Regulasi Pelabelan BPA dalam Kemasan Pangan di Indonesia dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat.
Berbagai pihak mendorong Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) untuk melakukan pelabelan BPA dalam kemasan pangan, termasuk AMDK berbahan plastik polikarbonat dan Kemasan pangan lainnya yang mengandung BPA.
Pandangan itu mengemuka dalam Dialog Publik virtual bertema “Urgensi Regulasi Pelabelan BPA dalam Kemasan Pangan” yang digelar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI), Kamis (04/11/2021).
Peneliti dan Akademisi FIA UI, Dr. Ima Mayasari yang memaparkan policy brief berjudul “Urgensi Regulasi Pelabelan Bisphenol A (BPA) dalam Kemasan Pangan” berpandangan, pentingnya regulasi Pelabelan BPA ini dilandasi pada aspek perlindungan konsumen, berdasarkan bukti-bukti ilmiah, informasi yang tersedia pada pangan Olahan seyogyanya mendukung keamanan terhadap BPA pada Kemasan Pangan.
“Bahaya mengenai toksititas BPA yang dapat berpindah dari Kemasan Pangan ke makanan atau minuman, menjadi pertimbangan mengenai urgensi regulasi pelabelan ini,” tegas Ima Mayasari.
Ima Mayasari mendorong pemerintah mengambil langkah untuk menyusun regulasi yang mampu mengharmonisasikan regulasi terkait kemasan pangan baik hulu oleh Badan POM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Bappenas/Kementerian PPN, dan hilir melalui UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan, dan UU No 32 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan UU No 35 tahun 2014 yang memberikan penekanan pada aspek kemanfaatan untuk melindungi kesehatan masyarakat.
“Pemerintah harus mampu melihat perkembangan kebutuhan masyarakat dan referensi kebijakan yang ada di tataran internasional dengan melakukan benchmark pengaturan kemasan pangan untuk perlindungan kesehatan masyarakat,” terang Ima.
Ima Mayasari juga merekomendasikan Badan POM untuk melakukan perubahan terhadap Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Berikutnya, Ima mendorong pemerintah melakukan penyesuaian dan perubahan terhadap Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24.M-IND/PER/2/2010 tentang pencantuman Logo Tara Pangan, dan Kode Daur Ulang pada Kemasan dari Plastik dan Peraturan lainnya serta Standar Nasional Indonesia (SNI) agar selaras dengan peraturan yang dibuat oleh Kementerian/Lembaga lainnya.
“Pemerintah dan BPOM melakukan edukasi dan sosialisasi sebagai bentuk penyadaran masyarakat terhadap bahaya BPA diiringi dengan kegiatan monitoring evaluasi secara berkala sehingga penyimpangannya dapat segera diketahui dan diatasi,” ungkapnya.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Badan POM, Dra. Rita Endang, mengatakan Badan POM saat ini masih terus melakukan review standar dan peraturan bersama dengan pakar air, pakar polimer plastik, dan pakar keamanan pangan dan Kementerian/Lembaga terkait, termasuk standar kemasan dan label AMDK.
Menurut Rita Endang, Badan POM juga sedang menyusun policy brief pengkajian risiko BPA dalam AMDK yang meliputi, batas migrasi BPA pada Kemasan Galon Polikarbonat tetap 0,6 bpj.
“BPOM dalam menetapkan kebijakan dan regulasi mengedepankan perlindungan kesehatan masyarakat, dinamika regulasi negara lain dan mempertimbangkan Regulatory Impact Assesment (RIA) seperti kesiapan industri pangan serta dampak ekonomi,” terang Rita Endang.
Wakil Ketua Komisi Kerjasama & Pengkajian Kelembagaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Dr. Ermanto Fahamsyah, berpendapat penerapan regulasi pelabelan BPA dalam kemasan pangan dipandang perlu.
"Pelabalan untuk meningkatkan kesadaran pelaku usaha atas pentingnya informasi yang akurat dan lengkap dari suatu produk pangan serta untuk memproduksi pangan yang berkualitas, aman dikonsumsi dan mengikuti standar yang berlaku," jelasnya.
Ermanto Fahamsyah menilai, perlunya peningkatan pengawasan terhadap keamanan kemasan pangan.
Namun ia juga menegaskan perlu adanya pembinaan terhadap pelaku usaha yang memproduksi pangan/kemasan pangan yang aman bagi konsumen, termasuk juga kepada pelaku usaha skala mikro dan kecil.
“Penerapan regulasi pelabelan BPA perlu disertai edukasi kepada konsumen tentang bahaya kandungan BPA pada kemasan pangan serta dalam memilih pangan kemasan yang aman untuk dikonsumsi,” katanya.
Managing Director Centre for Public Policy Studies (CPPS), Carry Nadeak, berpandangan sebuah kebijakan yang dibuat pemerintah harus melibatkan publik sehingga produk kebijakan yang akan dihasilkan mencerminkan kepentingan publik.
Carry Nadeak bilang, ada nilai-nilai tertentu yang muncul dalam masyarakat dan keinginan-keinginan masyarakat yang harus diperhatikan atau dipenuhi oleh pemerintah.
Hal itu seiring dengan cepatnya perubahan informasi dan teknologi yang berdampak pada mudahnya masyarakat mengakses informasi dari berbagai saluran informasi yang ada. Baik melalui media sosial dan media mainstream.
“Dalam konteks rencana regulasi pelabelan BPA, nilai-nilai publik harus dilihat oleh para regulator untuk meninjau kembali apakah regulasi yang dibuat masih relevan saat ini, sehingga akan menjadi salah satu pertimbangan BPOM,” kata Carry Nadeak.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), Nia Umar mengajak semua pihak terlibat dalam sosialisasi tentang resiko BPA. Pihaknya mendukung rekomendasi yang disampaikan tim pengkaji FIA UI agar ada regulasi pelabelan BPA.
“Harapan kami, pemerintah tegas mengatur dan mengedepankan kesehatan masyarakat di atas kepentingan industri,” tegas Nia Umar. (RO/OL-09)
BPOM mengungkapkan temuan mengkhawatirkan terkait paparan senyawa kimia berbahaya Bisphenol A (BPA) dalam galon guna ulang di enam kota besar Indonesia.
Di berbagai pasar di APAC, gagasan bahwa suplemen alami otomatis aman dan efektif juga semakin populer. Namun, persepsi ini dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan.
Kepala Badan POM Taruna Ikrar menjelaskan mengenai kopi berbahan kimia obat dengan klaim sebagai kopi kejantanan berdampak serius bagi kesehatan.
Di TKP 1 ditemukan bahan yang siap untuk diedarkan, dalam kaitan distribusinya. Di TKP yang kedua juga temukan bahan-bahan baku yang siap diolah.
Jamu adalah representasi kearifan lokal yang memiliki bukti empiris kuat dan ditopang oleh kajian ilmiah yang terus berkembang.
Kepala BGN Dadan Hindayana membatah tak melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dadan menyebut sudah ada MoU atau kerja sama dengan BPOM
Sejak dahulu, rumput laut telah menjadi primadona dalam bidang kesehatan, industri, dan kuliner berkat kandungan gizinya yang melimpah.
Program Dokter Spesialis Keliling (Speling) yang diinisiasi Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi dan Wakil Gubernur Taj Yasin mampu menarik dukungan internasional.
Menjaga kebugaran kini telah menjadi bagian penting dari gaya hidup modern.
TENAGA apoteker yang kompeten dan tersebar merata di Indonesia masih menjadi kebutuhan.
Usia baru menginjak 20-an, tapi tubuh terasa cepat pegal dan lelah? Waspadalah—bukan sekadar kelelahan biasa, ini bisa menjadi gejala gangguan metabolisme
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved