Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Bogor, turun tangan menangani kasus selebgram inisial CIN yang dianiaya dan mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suaminya.
“Kementerian PPPA melalui tim sahabat perempuan dan anak sudah turun dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Korban sudah dalam perlindungan dari kepolisian, itu yang kita lakukan dan juga kita memastikan kepentingan terbaik untuk anaknya,” ujar Deputi Bidang Pemenuhan Hak Perempuan Kementerian PPPA Ratna Susianawati kepada Media Indonesia di Jakarta pada Selasa (13/8).
Ratna menjelaskan bahwa pihaknya akan melakukan pendampingan baik secara hukum dan layanan konseling untuk memenuhi kebutuhan pemulihan bagi korban selama kasusnya berproses.
Baca juga : Kaum Perempuan Berhak Bahagia, Jangan Ragu Lawan KDRT
“Langkah-langkah pendampingannya juga kita sedang koordinasikan, pendampingan psikis yang paling kita utamakan. Kalau melihat kronologis kejadiannya, seperti yang disampaikan korban bahwa perbuatan atau tindakan KDRT ini sudah dilakukan berapa kali oleh pelaku,” katanya.
Lebih lanjut, Ratna mengapresiasi korban yang telah berani berbicara terkait kasus KDRT yang dialaminya. Dikatakan bahwa hal itu diperlukan untuk memberi efek jera pada pelaku serta membuka ruang-ruang keberanian para korban lainnya untuk berbicara dan melaporkan kasusnya.
“Kami apresiasi kepada korban yang sudah berani speak up dan berani menyampaikan kasusnya di publik, dan kemudian menjadi atensi kita semua saat ini. Terlebih lagi baru saat ini korban menyampaikan kondisi yang dialami dalam rumah tangganya,” jelasnya.
Ratna juga menegaskan bahwa pasca pengungkapan kasusnya kepada publik, korban dan anaknya sudah berada di rumah aman dan dipastikan akan dipenuhi hak-haknya. KPPA juga berkoordinasi dengan Polres Bogor untuk menyelidiki kasus KDRT tersebut.
“Korban dan anaknya sudah dalam kondisi yang menjadi perhatian dari kepolisian, yang penting adalah mengamankan dulu dalam arti melindungi hak-hak korban dalam proses-proses selanjutnya, karena saat ini pasti korban mengalami trauma, kemudian juga perlu layanan psikologis. Ini yang sedang kita asesmen dan kita sudah turun semua memastikan itu,” tandasnya. (S-1)
74 persen kekerasan pada perempuanĀ itu terjadi di rumah tangga. Pelakunya 54 persen adalah suami, 13 persen mantan pacar, kemudian ada orang tua, guru, saudara.
Penyidik Polresta Pangkalpinang sudah mengirimkan surah perintah dimulainya penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Negeri Kota Pangkalpinang.
Zuma menilai sejak diimplementasikan pada 2004, UU PKDRT tidak membawa banyak perubahan khususnya dari sisi penegakan hukum dan pencegahan serta proses pemulihan bagi korban kekerasan.
Upaya pemerintah dalam mengimplementasikan pencegahan dan penegakan hukum perlindungan korban KDRT belum menunjukkan hasil yang signifikan
Stigma sosial dan budaya patriarki masih menjadi tantangan dalam mengendalikan KDRT di Indonesia,
PSIKOLOG Klinis Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur Surabaya, Ella Titis Wahyuniansari, menyatakan media sosial bisa membantu korban KDRT untuk lebih terbuka.
MESKI kita sudah memiliki Undang-Undang Kekerasan dalam Rumah Tangga sejak 2004 (UU No 23 Tahun 2004), angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih tinggi.
Semakin hari semakin banyak korban KDRT di Indonesia. Maka, Annisa berpendapat perempuan harus mengetahui hak-haknya ketika itu terjadi.
Sesuai UU, korban KDRT yang melapor ke pihak berwajib harus langsung mendapatkan perlindungan dan kasusnya ditangani dalam waktu 1x24 jam sejak keluar LP.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved