Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Para Pelaku Budaya Internasional Antusias Pelajari Kebudayaan Indonesia

Despian Nurhidayat
11/8/2024 20:27
Para Pelaku Budaya Internasional Antusias Pelajari Kebudayaan Indonesia
Ilustrasi budaya Indonesia(Antara)

KEMENTERIAN Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek), melalui Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, menyelenggarakan Program Residensi Pemajuan Kebudayaan 2024.

Kegiatan ini merupakan bentuk pelaksanaan pembinaan yang termuat dalam salah satu di antara 4 aspek penguatan tata kelola kebudayaan lainnya, yakni pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan.

Baca juga : Kolaborasi Pelaku Budaya Indonesia dengan Internasional untuk Pemajuan Kebudayaan Indonesia

Target pembinaan adalah para pelaku budaya dan komunitas budaya, baik dalam negeri maupun luar negeri, bersama para ahli dalam bidangnya yang tersebar di 3 lokasi pelaksanaan dengan Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK), yaitu Tari Topeng Losari di Cirebon, Jawa Barat, Musikalisasi Pantun dan Tradisi Lisan di Pekanbaru, Riau, dan Olahraga Tradisional Jemparingan di D.I. Yogyakarta.

Pelaku Budaya Internasional yang berpartisipasi pada program ini berasal dari Australia, Meksiko, Italia, India, Kanada, Amerika Serikat, Belanda, Malaysia, Kolombia, India, Ekuador, Thailand, Mesir, Filipina, Yordania, dan Polandia.

Pelaku Budaya Internasional tersebut berkolaborasi dengan Pelaku Budaya Nasional yang telah terseleksi sejumlah 30 orang beresidensi di ketiga tempat di atas bersama para ahli di masing-masing bidangnya.

Baca juga : Membangun Kecintaan Musik Tradisional melalui Recaka Musik Lampung

Melewati minggu pertama pelaksanaan residensi, seluruh peserta menunjukan antusiasme akan kesenian dan tradisi yang mereka pelajari di tiap lokasi. Salah satunya adalah Aryo Hall (27) dari Australia. Ia terlihat begitu antusias ketika bisa mendapatkan pengetahuan baru tentang keberagaman seni budaya Indonesia.

Musisi blasteran Yogyakarta-Australia itu mengaku memiliki kedekatan budaya dengan Indonesia dan telah mempelajari musik karawitan khas Jawa, Sunda, dan Bali selama mengikuti program darmasiswa di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Kali ini ia berharap bisa belajar lebih banyak tentang musik dari Indonesia, utamanya dari Riau.

"Musik Riau berbeda sekali dengan Jawa. Saya ini setengah Yogyakarta, jadi sudah belajar juga tentang karawitan dan sebagainya, tetapi alat musik calempong ini menarik. Ada kehidupan di balik musiknya dan layak untuk dikenalkan lebih luas," ungkapnya, Minggu (11/8).

Baca juga : Muhibah Budaya Jalur Rempah akan Singgah di Melaka

Selain itu mereka juga mempelajari tradisi lisan di Kampar, Riau, yang disebut Koba atau bokoba, yakni tradisi lisan jenis cerita yang disampaikan dengan cara bernyanyi.

Salman Azis menjadi salah satu pelatih dalam kegiatan Residensi Pemajuan Kebudayaan 2024 di Riau dengan tema Musikalisasi Pantun dan Tradisi Lisan. Selain Salman, ada Taslim bin Faham dari Rokan Hulu yang juga didapuk sebagai pelatih.

Cerita koba berisikan tentang kehidupan, alam, makhluk halus dan makhluk-makhluk ajaib, dewa, kayangan, ketampanan dan kecantikan, keperkasaan, dan terkadang diselingi kisah lucu.

Baca juga : Kemendikbud-Ristek Lepas Pelayaran Muhibah Budaya Jalur Rempah 2024

Setiap koba memiliki irama dendang masing-masing, seperti di wilayah Rokan (Hulu dan Hilir) terkenal gaya rantau kopar yang mendayu dan merayu.

Di program ini mereka nantinya akan mengalihwahanakan sastra lisan pantun ke musik, dengan dipandu oleh Rino Dezapaty, komposer sekaligus director Riau Rhythm.

"Harapan kita dari hasil residensi ini, mereka akan membuat musik dengan metodologi baru, dengan proses penciptaan gaya baru," kata Rino Dezapaty.

Rino melanjutkan, targetnya adalah para peserta mampu membuat komposisi musik baru berdasarkan riset yang mereka lakukan selama residensi. Menurutnya penting bagi komposer untuk memadukan imajinasi dan riset yang nantinya diterapkan dalam membuat komposisi musik.

Untuk peserta residensi yang berlokasi di Cirebon, mereka mempelajari Tari Topeng Losari di bawah asuhan Nur Anani M. Irman, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Nani Topeng Losari. Dia merupakan generasi penerus ke tujuh Tari Topeng Losari yang diwariskan langsung dari nenek kandungnya atau generasi ke lima bernama Dewi dan generasi ke enam adalah Sawitri. Selain mempelajari, para peserta diharapkan dapat mengembangkan kesenian tersebut ke level berikutnya.

Adapun para peserta yang berlokasi di D.I. Yogyakarta mempelajari Olahraga Tradisional Jemparingan. Jemparingan merupakan salah satu tradisi Yogyakarta sejak zaman Kerajaan Mataram, yang berbentuk panahan. Kegiatan ini termasuk dalam 10 Objek Pemajuan Kebudayaan berupa olahraga tradisional.

Berbeda dengan olahraga panahan pada umumnya di mana posisi pemanah harus berdiri, dalam jemparingan, pemanah atau yang biasa disebut penjemparing harus duduk saat membidik.

Dalam kegiatan di Yogyakarta, para peserta didampingi oleh Jemparingan Langenastro, sebuah komunitas atau paseduluran olahraga panahan tradisonal yang berpijak pada tradisi dan budaya Yogyakarta.

Komunitas Jemparingan ini merupakan salah satu komunitas tertua di Yogyakarta yang berdiri pada 18 Maret 2012 atas inisiatif warga kampung Langenastran Yogyakarta yang ingin menghidupkan kembali tradisi sembari berolahraga dan berolahraga.

Penamaan komunitas mengambil dari nama Bregada Langenastro (nunggak semi) yang dulu tinggal di Kampung Langenastran. Nantinya para peserta akan mengadaptasi olahraga tradisional jemparingan menjadi ragam bentuk seni pertunjukan yang baru.

Keseluruhan pelaksanaan kegiatan Residensi Pemajuan Kebudayaan memiliki beberapa agenda sebagai hasil yang diharapkan. Agenda-agenda tersebut di antaranya Pemeliharaan Warisan Budaya; Pengembangan Seni; Pemberdayaan Komunitas Lokal; Pengenalan kepada Generasi Muda; dan Promosi Pariwisata Budaya.

Hasil pembelajaran kesenian dan tradisi di tiap lokasi ini nantinya akan dikembangkan menjadi karya-karya kolaboratif dari seluruh peserta. Mereka nantinya akan menampilkannya dalam bentuk karya seni pertunjukan yang dapat diakses langsung oleh masyarakat di Halaman Museum Fatahillah Kota Tua Jakarta, pada 31 Agustus 2024 mendatang. (Z-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda
Berita Lainnya