Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
SETELAH terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pemerintah perlu melaksanakan edukasi dan distribusi informasi terlebih dahulu untuk meminimalkan sebagian masyarakat yang merasa dirugikan akibat kebijakan ini.
Pemerintah bisa merumuskan kembali peta jalan pengendalian zat adiktif berupa produk tembakau dan rokok elektronik di Indonesia dengan menekankan aspek-aspek kesehatan sebagai landasan dasar, termasuk relasi dan dampaknya dengan keberlangsungan UMKM. Dengan begitu, akan ada kepastian dampak terhadap UMKM dan perencanaan mitigasinya.
"Kekhawatiran di kalangan pelaku usaha (UMKM) dapat dipahami, namun sejauh ini belum ada bukti yang menunjukkan bahwa aturan pengendalian zat adiktif berupa produk tembakau dan rokok elektronik akan berdampak negatif terhadap pedagang kecil," ungkap Project Lead for Tobacco Control Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Beladenta Amalia saat dihubungi, Minggu (4/8).
Baca juga : Implementasi PP Pengendalian Tembakau, Jangan Hanya di Atas Kertas
Pascapenerbitan PP, umumnya pemerintah akan menerbitkan Peraturan Menteri terkait atau aturan teknis lainnya sebagai pedoman pelaksanaan peraturan, termasuk mengatur sanksi dan denda bagi pelanggarnya.
"Tentu proses perumusan Peraturan Menteri dan Peta Jalan akan memakan waktu. Meski begitu, pemerintah tetap berkewajiban memfasilitasi proses pelibatan bermakna dengan mempertimbangkan masukan setiap pihak dalam perumusan kebijakan-kebijakan tersebut," ujar Beladenta.
"Kami mengharapkan proses perumusan kebijakan tidak terbatas pada rekonsiliasi atau pemenuhan kepentingan semua pihak, tetapi juga dilandasi semangat utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat," imbuhnya.
Baca juga : PP No 28/2024 belum Tegas, masih Bisa Dikompromikan
Sementara itu, Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) mewakili seluruh pelaku usaha pasar rakyat menolak PP tersebut. Ketua Umum APARSI, Suhendro, menilai penerbitan PP Kesehatan itu akan mengancam keberlangsungan hidup 9 juta pedagang di pasar rakyat. Salah satu pasal larangan menjual rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain serta larangan menjual rokok secara eceran yang dinilai masih sangat rancu untuk diberlakukan.
"Kami menolak keras dua larangan ini karena beberapa faktor. Salah satunya karena banyak pasar yang berdekatan dengan sekolah, institusi pendidikan, atau fasilitas bermain anak. Peraturan ini juga dapat menurunkan omzet pedagang pasar yang banyak berasal dari penjualan produk tembakau. Hal ini akan menimbulkan permasalahan baru bagi kami sebagai pelaku usaha," ungkapnya
Dengan kondisi tersebut, Suhendro memaparkan, larangan terhadap produk tembakau yang ditegaskan dalam PP Kesehatan ini dapat menekan pertumbuhan ekonomi pedagang pasar yang sampai saat ini masih baru bertumbuh dari imbas pandemi beberapa tahun sebelumnya.
"Jika aturan ini diberlakukan, kami telah menghitung penurunan omzet usaha sebesar 20%-30%, bahkan sampai pada ancaman penutupan usaha karena komoditas ini menjadi penyumbang omzet terbesar bagi teman-teman pedagang pasar," pungkasnya.
PP ini tak hanya mengatur soal penindakan, tapi juga pencegahan judol.
Terdapat sejumlah penyesuaian tarif, utamanya pada komoditas batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, platina, dan timah.
Bila aturan tersebut perlu diperkuat, maka PP yang sudah disahkan bisa dijadikan Undang-Undang (UU)
(KLHK) tengah menyusun Peraturan Pemerintah (PP) mengenai sistem penyangga kehidupan.
Pemberlakuan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 dan aturan turunannya melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 2024 menuai apresiasi publik.
DPR meminta Kementerian Kesehatan merevisi Pasal 103 ayat 4e PP 28/2024 karenga pemerintah dianggap menyetujui pembagian alat kontrasepsi di lingkungan sekolah.
BELAKANGAN banyak universitas menyuarakan kritik kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait kondisi layanan kesehatan hingga UU Kesehatan.
ANGGOTA Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago meminta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin duduk bersama dengan para Guru Besar FK Ui untuk duduk bersama.
Kebijakan ini dapat menghilangkan sejarah budaya lokal kretek di Indonesia.
Selain itu, ada tugas dan fungsi kolegium, konsil kesehatan, majelis kesehatan, serta sinergi dengan organisasi profesi yang sudah diatur dalam UU No 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
HKTI menyatakan sikap tegas menolak kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved