Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
TARIF paket Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs) yang rendah dan kenaikannya yang lambat disebut menjadi salah satu faktor terjadinya fraud atau kecurangan terkait klaim rumah sakit dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sebagai informasi, tarif INA-CBGs merupakan besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur. Hal itu meliputi seluruh sumber daya rumah sakit yang digunakan dalam pelayanan baik medis maupun nonmedis.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menjelaskan, salah satu alasan klasik yang disampaikan manajemen rumah sakit terkait fraud adalah harga keekonomian INA CBGs yang ada belum masuk harga keekonomian mereka.
Baca juga : DPR Desak BPJS Kesehatan Awasi RS terkait Klaim Fiktif
Timboel mengilustrasikan, misalnya tarif INA CBGs untuk demam berdarah seharga Rp10 juta per pasien. Ketika rumah sakit berhasil menangani pasien sampai sembuh dengan biaya Rp7 juta, rumah sakit tetap akan menerima harga INA CBGs dari demam berdarah Rp10 juta.
Namun jika biaya perawatan si pasien lebih dari tarif INA CBGs, maka itu menjadi tanggungan rumah sakit. Di situlah, kata Timboel, sering terjadi fraud.
“Itu kan readmisi (salah satu jenis fraud). Ada pasien dirawat, hitungannya sudah lebih dari (tarif) INA CBGs, biasanya disuruh pulang terus masuk lagi,” ujar Timboel kepada Media Indonesia, Minggu (4/8).
Baca juga : BPJS Watch Sebut Fraud Terus Terjadi dan Disebabkan Banyak Hal
INA CBGs sendiri terakhir naik pada Januari 2023 sebesar 9,5% melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
“Kapitasi juga naik sekitar 12%. Hanya memang harus kita jelaskan juga bahwa pemerintah (sebelum Permenkes 3 2023) sudah hampir 6 tahun lebih tidak menaikkan INA CBGs, gak menaikkan kapitasi,” kata Timboel.
Sementara, katanya, rumah sakit selalu berhadapan dengan inflasi setiap tahun. “Harga obat, alat kesehatan, upah dokter, upah minum karyawan, kan naik. Artinya rumah sakit punya kewajiban setiap tahun (pengeluaran) naik. Sementara pendapatan mereka, yakni INA CBGs, gak naik-naik,” ujarnya.
Baca juga : BPJS Watch: Jangan Buru-Buru Terapkan KRIS
Karena itulah banyak rumah sakit yang mengakali situasi tersebut dengan kecurangan klaim atau pemalsuan diagnosis.
Timboel mengimbau pemerintah untuk displin dalam peninjauan tarif INA CDGs maupun iuran peserta.
“Di regulasi kan diatur bahwa tarif iuran dari peserta paling lama 2 tahun harus ditinjau, paling tidak untuk PBI. Ini tidak dilakukan dengan disiplin, terakhir 2020 (kenaikan iuran peserta). Katanya mau naik 2025. Sementara sumber pembiayaan INA CBGs itu dari iuran,” papar Timboel.
Baca juga : BPJS Watch: Peserta JKN yang Menunggak dan Nonaktif Harus Dapat Perhatian Khusus
“Iurannya terakhir naik 2020, ini juga yang akhirnya (INA CBGs) naik 2023. Belum tentu 2025 naik lagi tarif INA CBGs,” imbuhnya.
Sebelumnya pada akhir Juli lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan kasus dugaan kecurangan atau fraud terkait klaim fiktif (phantom billing) dan manipulasi diagnosis atas klaim program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di 3 rumah sakit swasta di Sumatera Utara dan Jawa Tengah.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menjelaskan, tim pencegahan dan penanganan kecurangan atau fraud menemukan klaim fiktif (phantom billing) pada layanan fisioterapi dan manipulasi diagnosis atas operasi katarak di 3 rumah sakit swasta tersebut.
“Kasus klaim yang dilakukan 3 rumah sakit ini sebanyak 4.341 kasus pada layanan fisioterapi, tetapi hanya 1.071 kasus yang memiliki catatan rekam medis sehingga kasus yang diduga fiktif sebanyak 3.269 kasus. Sedangkan pada manipulasi diagnosis atas operasi katarak di 3 rumah sakit dengan sampel sebanyak 39 pasien, tetapi hanya 14 pasien yang sesuai diagnosis,” kata Pahala.
Di tiga rumah sakit swasta tersebut, kasus phantom billing atau diduga klaim fiktif atas layanan fisioterapi sebanyak 75% dari total kasus atau senilai dengan Rp501,27 juta. (H-2)
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menekankan jika rumah sakit menolak menggunakan BPJS Kesehatan dari pasien, itu menjadi fraud yang akut di Indonesia.
DIREKTUR Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti membantah isu yang menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan bangkrut dan sering terlambat dalam membayar klaim rumah sakit.
BPJS Kesehatan tidak pernah menolak klaim yang diajukan rumah sakit dengan alasan tidak memiliki cukup dana untuk membayar klaim tersebut.
RUMAH Sakit Muhammadiyah Bandung menghentikan pelayanan terhadap masyarakat yang mau berobat menggunakan BPJS Kesehatan karena ketahuan fraud klaim.
Komisi IX DPR RI mendesak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan agar memperkuat pengawasan terhadap mitranya yakni rumah sakit untuk mencegah adanya klaim fiktif.
KOORDINATOR Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan bahwa penaikan iuran BPJS Kesehatan sebetulnya merupakan suatu keniscayaan.
KOORDINATOR Advokasi Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Watch Timboel Siregar mengusulkan adanya relaksasi yang diberikan kepada peserta mandiri BPJS Kesehatan.
Pertama penerima upah yang hampir di setiap tahun naik karena iuran akan berkorelasi dengan upah.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mendesak para Kepala Daerah memberikan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi seluruh anggota badan Ad Hoc Pilkada 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved