Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
GURU Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengungkapkan bahwa fenomena gelombang panas tidak akan berdampak signifikan terhadap iklim di Indonesia.
"Nggak lah, terjadi di Indonesia nggak. Kalau pun terjadi paling hanya beberapa hari saja. Jadi tidak akan ada dampak yang signifikan terkait gelombang panas," ujarnya kepada Media Indonesia, Kamis (2/5).
Andreas menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang daratannya dikelilingi lautan. Lantas gelombang panas tidak akan terjadi di Indonesia dan dampaknya pun tidak signifikan. Gelombang panas hanya terjadi di negara-negara daratan seperti Amerika Serikat.
Baca juga : BRIN Sebut Indonesia tidak Alami Fenomena Heat Wave
"Gelombang panas itu biasanya memberi dampak yang signifikan di wilayah-wilayah dataran seperti di Amerika, pokoknya daratan besar seperti benua gitu. Indonesia kan laut semua sehingga itu tidak akan memberi dampak yang signifikan," ucapnya.
Terkait potensi kekeringan, krisis air bersih atau pun kebakaran hutan, kata Andreas, bisa terjadi karena saat ini sudah memasuki musim kemarau. Kekeringan dikhawatirkan akan terjadi sebab ada pergeseran musim tanam. Seharusnya musim tanam dimulai pada bulan April karena masih turun hujan. Namun karena pergeseran tersebut, musim tanam baru dimulai di bulan Mei.
"Ya kalau terkait musim kemarau jelas lah terutama untuk pangan. Karena musim tanam kita kemarin kan sudah mundur sekitar satu bulan. Sehingga puncak panen raya itu bergeser dari Maret ke April dan Mei baru mulai tanam," jelasnya.
Baca juga : Puncak Musim Kemarau Mulai Juli, Gelombang Panas Ekstrem tidak Terjadi
"Para petani untuk tanam kedua di bulan Mei. Padahal Mei kan sudah musim kemarau. Jadi itu masalahnya, ini bisa berdampak pada produksi padi kita di tahun 2024," sambungnya.
Di sisi lain, Andreas menyebut ada prediksi datangnya La Nina. Akan tetapi hal itu baru terjadi pada September nanti sehingga hanya bisa berdampak pada musim tanam berikutnya.
"Pangan ini nanti. Kalau secara masif tidak dilakukan produktivitas bisa turun lagi karena ya mungkin September masuk La Nina ya efeknya paling tahun depan," tandasnya. (Van/Z-7)
Mundurnya musim tanam disebabkan adanya revitalisasi atau perbaikan saluran irigasi baik air yang mengalir melalui Saluran Induk Cipelang dan Saluran Induk Sindupraja.
Di Desa Ceurih Kupula, Desa Pulo Tunong, Desa Mesjid Reubee dan Desa Geudong, puluhan ha lahan sawah mengering. Lalu tanah bagian lantai rumpun padi pecah-pecah.
Adapun ketersediaan air masih memadai dan lancar. Apalagi dalam dua pekan terakhir sering turun hujan dan debit air jaringan irigasi teknis masih tersedia.
Semua petani yang terdaftar dalam eRDKK mendapatkan pupuk subsidi tepat waktu
MEMASUKI musim tanam, PT Pupuk Indonesia menyalurkan pupuk bersubsidi sebanyak 6,6 juta ton kepada petani terdaftar di seluruh Indonesia.
SETELAH cuaca panas berlangsung hampir empat pekan terakhir, kini hujan mulai turun pada Sabtu (2/11) sore, di kawasan Kabupaten Pidie, Aceh.
Uni Eropa mengirimkan dua pesawat pemadam kebakaran ke Spanyol untuk membantu memadamkan kebakaran hutan.
Gelombang panas mencapai 44°C melanda Eropa Selatan, memicu kebakaran hutan dan memaksa ribuan orang tinggalkan rumah.
Gelombang panas ekstrem melanda negara-negara Nordik. Kondisi ini diperparah dengan krisis iklim.
Heat dome memicu gelombang panas ekstrem di Amerika Serikat, dengan suhu mencapai hampir 100°F di Midwest dan Pantai Timur.
Di Madrid, suhu bisa mencapai 39 derajat Celsius, sedangkan area pegunungan di sekitarnya akan mencatat suhu sekitar 35 derajat Celsius.
Gelombang panas ekstrem melanda Eropa. Spanyol dan Inggris mencatat rekor suhu tertinggi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved