Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Guru Besar IPB Sebut Gelombang Panas tak Berdampak Signifikan

Faustinus Nua
02/5/2024 20:30
Guru Besar IPB Sebut Gelombang Panas tak Berdampak Signifikan
Ilustrasi: para pejalan kaki membawa payung untuk melindungi dari dari suhu panas matahari di kawasan Tosari, Jakarta(MI/Ramdani)

GURU Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengungkapkan bahwa fenomena gelombang panas tidak akan berdampak signifikan terhadap iklim di Indonesia.

"Nggak lah, terjadi di Indonesia nggak. Kalau pun terjadi paling hanya beberapa hari saja. Jadi tidak akan ada dampak yang signifikan terkait gelombang panas," ujarnya kepada Media Indonesia, Kamis (2/5).

Andreas menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang daratannya dikelilingi lautan. Lantas gelombang panas tidak akan terjadi di Indonesia dan dampaknya pun tidak signifikan. Gelombang panas hanya terjadi di negara-negara daratan seperti Amerika Serikat.

Baca juga : BRIN Sebut Indonesia tidak Alami Fenomena Heat Wave

"Gelombang panas itu biasanya memberi dampak yang signifikan di wilayah-wilayah dataran seperti di Amerika, pokoknya daratan besar seperti benua gitu. Indonesia kan laut semua sehingga itu tidak akan memberi dampak yang signifikan," ucapnya.

Terkait potensi kekeringan, krisis air bersih atau pun kebakaran hutan, kata Andreas, bisa terjadi karena saat ini sudah memasuki musim kemarau. Kekeringan dikhawatirkan akan terjadi sebab ada pergeseran musim tanam. Seharusnya musim tanam dimulai pada bulan April karena masih turun hujan. Namun karena pergeseran tersebut, musim tanam baru dimulai di bulan Mei.

"Ya kalau terkait musim kemarau jelas lah terutama untuk pangan. Karena musim tanam kita kemarin kan sudah mundur sekitar satu bulan. Sehingga puncak panen raya itu bergeser dari Maret ke April dan Mei baru mulai tanam," jelasnya.

Baca juga : Puncak Musim Kemarau Mulai Juli, Gelombang Panas Ekstrem tidak Terjadi

"Para petani untuk tanam kedua di bulan Mei. Padahal Mei kan sudah musim kemarau. Jadi itu masalahnya, ini bisa berdampak pada produksi padi kita di tahun 2024," sambungnya.

Di sisi lain, Andreas menyebut ada prediksi datangnya La Nina. Akan tetapi hal itu baru terjadi pada September nanti sehingga hanya bisa berdampak pada musim tanam berikutnya.

"Pangan ini nanti. Kalau secara masif tidak dilakukan produktivitas bisa turun lagi karena ya mungkin September masuk La Nina ya efeknya paling tahun depan," tandasnya. (Van/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya