Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
MENANGGAPI sebagian wilayah Asia Tenggara yang terkena heat wave, Ahli Klimatologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menegaskan bahwa wilayah Indonesia kemungkinan besar tidak akan mengalaminya.
“Untuk wilayah di Indonesia kita sudah pernah melakukan riset tentang panas ini. Hari berturut-turut melampaui ambang batas panas di atas 30 derajat celsius minimal 3 hari bukan heat wave tapi hot spells. Jadi kondisi ini adalah kondisi di mana dalam beberapa hari minimal 3 hari berturut-turut di atas rata-rata. Itu sudah terjadi terutama untuk wilayah Indonesia tertinggi di Maret dan Oktober yang keduanya masa atau periode ketika matahari posisinya di atas ekuator,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Senin (29/4).
Lebih lanjut, menurutnya hot spells terjadi di beberapa kota besar khususnya di wilayah Jawa dan Sumatra. BRIN menyatakan sudah pernah meneliti hal tersebut.
Baca juga : Puncak Musim Kemarau Mulai Juli, Gelombang Panas Ekstrem tidak Terjadi
Kendati demikian, menurutnya sejak April ini, wilayah Indonesia masih akan mengalami hujan karena terdapat dinamika pembentukan vortex di Samudra Hindia.
“Kita masuk pra pembentukan vortex jadi masih banyak hujan sehingga kalau ancaman heat wave tidak ada. Kita juga sudah teliti kalau pun terjadi heat wave di negara ASEAN, itu terakhir berhenti di Semenanjung Malaysia. Dia tidak akan pengaruhi Indonesia karena Indonesia dipenuhi laut atau dipisahkan laut yang luas,” ujar Erma.
“Kondisi ini dengan adanya laut menguntungkan Indonesia untuk tidak terjadinya heat wave. Jadi berhentinya di semenanjung Malaysia. Kalau pun masuk mungkin di Riau dan Batam yang akan terhenti di sana karena berdekatan,” pungkasnya. (Z-8)
BMKG memperingatkan bahwa cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, meskipun musim kemarau secara klimatologis telah dimulai.
Di kawasan pegunungan dan dataran tinggi, bahkan pada malam hingga pagi hari suhu udara dapat mencapai di bawah 14 derajat celcius.
Ketidakteraturan atmosfer memicu kemunduran musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia, memunculkan cuaca ekstrem yang terus berlanjut.
BMKG menegaskan fenomena cuaca dingin di Indonesia bukan disebabkan Aphelion, melainkan Monsun Dingin Australia dan musim kemarau.
Di musim kemarun ini, BPBD mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan tidak membuka kebun dengan cara membakar hutan dan lahan.
SEBANYAK 10,25 hektare lahan pertanian di Tanah Datar terdampak kekeringan, dan 5,25 hektare di antaranya sudah dinyatakan puso atau gagal panen.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved