Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

KemenPPPA Siapkan Rumah Perlindungan Untuk Perempuan Pekerja

Devi Harahap
26/2/2024 22:37
KemenPPPA Siapkan Rumah Perlindungan Untuk Perempuan Pekerja
Ilustrasi(MI)

PARA pekerja perempuan di Indonesia jumlahnya cukup signifikan sebanyak 52,74 juta atau setara dengan 38,88 persen. Angka dari angkatan kerja perempuan tersebut dinilai memiliki peranan penting dalam peningkatan produktivitas ekonomi nasional.

Akan tetapi, posisi tawar pekerja perempuan dalam struktur industri kerja kerap kali tidak setara dan mengalami berbagai tindak kekerasan serta pelecehan. Sebagian besar dari pekerja perempuan itu pun kerap tidak berani melaporkan kasusnya karena diancam dan takut kehilangan pekerjaan.

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang Kemen PPPA, Priyadi Santosa mengatakan perlindungan terhadap pekerja perempuan harus terus ditingkatkan. Untuk memberikan perlindungan kepada mereka, fasilitas layanan pengaduan pada industri kerja akan dibentuk melalui penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan atau RP3.

Baca juga :  Wanita Buddhis Therevada Turun Tangan Cegah Kekerasan Seksual

“Pelayanan ini sebagai upaya memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan di kawasan industri mulai dari pencegahan, penanganan hingga pendampingan. Melalui RP3 diharapkan bisa meningkatkan kapasitas dan edukasi di tempat kerja agar terbentuk kesadaran gender sehingga jika berhasil, aduan akan lebih kecil dan lebih banyak aktivitas konsultasi,” ujar Priyadi pada Media Talk di Gedung KemenPPPA pada Senin (26/2).

Menurut Priyadi, layanan ini akan berjalan profesional dengan merekrut tenaga ahli yang mampu menangani kasus-kasus pengaduan kekerasan. Dalam hal ini, pekerja perempuan dapat menceritakan pengalaman kekerasan yang dialami tanpa merasa takut, dalam hal ini petugas akan melakukan proses identifikasi jenis pelanggaran atau kekerasan yang dialami serta menjaga kerahasiaan data korban.

“Kami akan merekrut tenaga pelayanan secara profesional, bukan berasal dari tenaga kerja di perusahaan tersebut agar bisa berspektif gender dan adil dalam menelaah kasus pengaduan. Penerimaan aduan dan pendampingan ini juga akan terkoneksi UPTD PPA di provinsi dan kabupaten/kota,” ungkapnya.

Baca juga : Butuh Peran Semua Pihak Cegah Kekerasan Seksual

Priyadi memaparkan bahwa perempuan juga menjadi kelompok rentan yang mengalami kekerasan dalam ranah publik, khususnya di tempat kerja. Perlakuan yang mereka alami antara lain pelecehan seksual, kekerasan fisik dan kekerasan psikis.

“Perempuan di tempat kerja mengalami kekerasan karena adanya diskriminasi dan budaya patriarki, perempuan ditempatkan sebagai orang yang hanya bisa mengurus urusan domestik, fasilitas industri juga belum berspektif gender, adanya relasi kuasa dan jika ada kasus kekerasan akan ditutupi.

Lebih lanjut, Priyadi mengungkapkan gap angkatan kerja dan upah antara perempuan dan laki-laki masih timpang. Selain itu, sebanyak 9% perempuan masih mengalami kekerasan di tempat kerja dengan data sebanyak 347 kasus dan 384 korban. Hal itu berdampak psikologis, finansial dan fiskal jika tidak ada rumah perlindungan bagi perempuan pekerja.

Baca juga : Polisi Tahan WN AS Pelaku Kekerasan Seksual di Vila Canggu

“Perempuan sampai saat ini masih tergolong kelompok yang rentan menjadi korban kekerasan, baik itu kekerasan fisik, verbal dan kekerasan seksual. Tindak kekerasan tersebut bukan hanya terjadi di ranah domestik, namun juga di tempat publik seperti tempat kerja, baik di institusi pemerintahan ataupun swasta,” ujarnya.

Menurut data International Labor Office (ILO) pada September 2022, 70,93% pekerja Indonesia pernah mengalami kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Melalui data tersebut, 69,35% responden pernah mengalami lebih dari satu jenis kekerasan dan pelecehan.

Selain itu, 72,77% responden pernah menyaksikan kekerasan dan pelecehan di tempat kerja dan 53,36% lainnya menjadi korban sekaligus saksi. Secara bentuk-bentuk kekerasan dan pelecehan, bentuk psikologis paling sering dialami responden (77,4%), diikuti dengan kekerasan dan pelecehan seksual (50,48%). Selain itu, setidaknya 58,06% pekerja telah menjadi korban di setiap sektor.

Baca juga : RUU Perlindungan Data Pribadi belum Lindungi Perempuan dari Kekerasan Siber

Saat ini, layanan RP3 sudah ada di 6 provinsi yang tersebar di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia yaitu Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Melalui data tersebut, sudah ada 72 perusahaan yang menandatangani perencanaan pembuatan RP3 dan 10 perusahaan yang sudah siap menerapkannya.

“RP3 mendekatkan pelayanan ke para perempuan secara langsung di tempat kerja. Saat ini kami sudah masuk ke 10 perusahaan, yang paling siap untuk menerapkan RP3 ini ada di wilayah Jakarta tepatnya pada kawasan industri Pulogadung, ada juga di kawasan industri Subang, Jawa Barat. Ke depan RP3 akan masuk kepada lingkungan perusahaan kelapa sawit yang rentan terhadap perempuan pekerja. Layanan ini tidak dikenakan biaya,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Ngatiyem sangat menyambut baik RP3 dalam rangka melindungi pekerja perempuan dan menyediakan tempat kerja yang aman dan nyaman sehingga produktivitas ekonomi perusahaan tercapai.

Baca juga : Wujudkan Sekolah yang Aman, Kemendikbud-Ristek Gandeng Komunitas Ibu Penggerak

“Kekerasan itu sejatinya merugikan semuanya, lingkungan kerja dan perusahaan dari sisi produktivitas dan nama baik. Pelaku kekerasan di perusahaan bisa pengusaha, tingkat manajemen, pekerja buruh dan pihak terkait di perusahaan pada akhirnya semua orang berpeluang menjadi korban dan pelaku jika tidak memberi hormat dan permataban terhadap manusia, sehingga pelayanan pengaduan ini harus didekatkan kepada masyarakat termasuk perempuan pekerja,” jelasnya.

Menurut Ngatiyem, selain melindungi perempuan pekerja, mendekatkan jangkauan upaya penanganan dan perlindungan perempuan, terutama di kawasan industri, kehadiran rumah perlindungan bagi perempuan pekerja di kawasan industri juga memberi ruang untuk kerja-kerja kolaborasi penanganan masalah-masalah kekerasan yang dialami perempuan di sektor industri.

“Banyak perempuan pekerja yang akhirnya memilih mengundurkan diri ketika mengalami kekerasan dan pelecehan di tempat kerja, mereka tidak tahu harus lapor ke mana dan ke siapa karena tidak ada salurannya, hingga RP3 ini diharapkan bisa mempermudah akses pengaduan sehingga pekerja perempuan memiliki opsi dan tidak kehilangan pekerjaan,” tuturnya.

Ngadiem mengungkapkan meskipun jumlah kasus di sektor industri memang tidak sebanyak jenis kekerasan yang terjadi di ranah privat, tetapi dalam beberapa kajian dan testimoni, perempuan pekerja rentan terhadap tindakan kekerasan terlebih ada relasi kuasa yang kuat. Melalui adanya ancaman tersebut, dibutuhkan sosialisasi dan dialog kepada pihak perusahaan dan pekerja.

“Kami sudah melakukan dialog sosial dengan para pengusaha dan serikat perusahaan lebih dari 2.000 orang yang mana 200 pekerja sudah tergabung dalam sosialisasi kami. Sementara itu, ada 72 perusahaan yang menandatangani kebijakan nol toleransi terhadap kekerasan pelecehan seksual di tempat kerja. Kami serikat dan federasi pekerja juga mendorong agar perusahaan menerapkan kebijakan tetapi menuangkannya dalam perjanjian kerja kepada perusahaan,” tandasnya. (Z-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda
Berita Lainnya