Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Program TPBIS Perpusnas RI Diperluas Jadi Bagian Kerja Sama Selatan-Selatan

Haufan Hasyim Salengke
16/11/2023 18:03
Program TPBIS Perpusnas RI Diperluas Jadi Bagian Kerja Sama Selatan-Selatan
ejumlah pengunjung membaca buku di Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Jakarta.(ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

PERPUSTAKAAN Nasional (Perpusnas) RI menggagas program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS), yang akan diperluas menjadi bagian dari Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) melalui Colombo Plan.

Kepala Biro Perencanaan-Keuangan Perpusnas, Joko Santoso, menyebut ada harapan besar dari program untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat tersebut.

Dalam sesi pelatihan bagi peserta dari lima negara Colombo Plan (Laos, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, dan Vietnam) dan 10 peserta lainnya dari provinsi/kabupaten/kota di Indonesia, yang diselenggarakan di Gedung Perpusnas, Jakarta pada 13-17 November 2023, mencuat tekad agar perpustakaan bertransformasi menjadi ruang komunal yang memberikan solusi bagi kesejahteraan masyarakat.

Baca juga: TPBIS Jadi Wujud Komitmen Indonesia Terhadap Pembangunan Global

Joko menekankan, perpusnas, sebagai pengelolaa kekayaan literer suatu bangsa, memang memiliki peran sentral dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Perpustakaan adalah salah satu lembaga yang didirikan untuk mendorong pencapaian salah satu tujuan negara: mencerdaskan kehidupan bangsa. 

“Begitu penting peran perpustakaan ini, sehingga tak satupun negara berperadaban tinggi yang mengabaikan keberadaan dan pengembangan perpustakaan,” ujar Joko dalam sebuah keterangan tertulis, Kamis (16/11).  

Pertanyaannya, apakah perpustakaan masih relevan di era digital ini? Joko merujuk ke penulis dan guru besar ilmu hukum dari Norwegia, Jon Bing, yang punya analogi menarik.

Masih Butuh Perpustakaan di Era Digital

Mengutip pernyataan Bing, Joko mengatakan,“Kita masih membutuhkan perpustakaan, kendati ada banyak informasi di tempat lain, seperti kita memerlukan peta jalan ketika sudah ada begitu banyak jalan.”

Baca juga: Perpusnas Beri Penghargaan kepada 22 Individu/Institusi

Alhasil, perpustakaan masih sangat relevan. Masalahnya, di Indonesia, perpustakaan hanya dikenal sebagai tempat yang pasif menunggu kedatangan orang untuk membaca dan meminjam buku.

Selama beberapa dekade, seperti itulah citra perpustakaan, ekslusif, sunyi, dan menyendiri.

Perpusatakaan Harus Ambil Peran Aktif

“Citra itu harus berubah. Perpusnas harus mengambil peran lebih aktif dalam menyebarkan semangat peningkatan literasi masyarakat. Perpustakaan harus proaktif mempromosikan pentingnya literasi demi peningkatan kesejahteraan masyarakat,” kata Joko. 

Penguatan literasi masyarakat mensyaratkan rasio ketersediaan bahan bacaan dibanding jumlah masyarakat secara memadai.

Studi dari program rintisan INOVASI mengonfirmasi korelasi yang kuat antara hasil literasi yang buruk dengan kurangnya buku yang sesuai usia pembacanya.

Baca juga: Perpustakaan Bisa Berperan dalam Perubahan Sosial dan Ekonomi

Temuan serupa disampaikan Pitoyo yang menyatakan, hasil literasi yang rendah dikaitkan dengan terbatasnya akses kepada buku serta akses yang tidak merata ke teknologi dan perpustakaan yang lengkap. 

Joko menyebut solusi atas keterbatasan pasokan buku bacaan cetak bagi masyarakat Indonesia adalah dengan menyediakan buku bacaan digital atau e-book melalui berbagai aplikasi.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan dokumentasi karya cetak dan karya rekam untuk dikomputasi datanya secara digital. 

“Perpusnas dapat membuat platform daring yang memudahkan pemustaka mengakses koleksi digital, memberikan kesempatan untuk membaca, mendengarkan, atau menonton konten literasi dengan lebih mudah. Mereka yang tinggal jauh dari ibukota, yang memerlukan literatur berbagai subjek, tetap dapat memperoleh layanan dari Perpusnas,” katanya.

Penggunaan media sosial dan platform daring lainnya juga dapat dimanfaatkan untuk mengadakan diskusi, pertukaran pendapat, dan kegiatan literasi lainnya.

Baca juga: Perpusnas, Kemendes PDTT Kerjasama Tingkatkan Literasi di Desa-Desa

"Dengan cara ini, perpustakaan dapat membangun komunitas literasi yang dinamis dan saling mendukung," je;asnya.

Gedung layanan Perpustakaan Nasional dan fasilitasnya pun dioptimalkan sesuai gaya hidup pro-literasi. Ini melibatkan penataan ruang yang mendukung kolaborasi, kreativitas, dan pembelajaran.

Ruang khusus untuk lokakarya, pertemuan kelompok, dan presentasi dapat diciptakan untuk memfasilitasi kegiatan pro-literasi.

Selain itu, kolaborasi dengan lembaga pendidikan, industri kreatif, dan komunitas lokal dapat meningkatkan keterlibatan pemustaka. Program-program khusus, seperti kunjungan sekolah, pameran seni rupa, pameran musik, diskusi film, workshop digital, atau penampilan karya sastra, dapat menjadi daya tarik utama untuk mengundang lebih banyak orang mengunjungi perpustakaan.

”Dengan begitu, perpustakaan tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga menjadi pusat pembelajaran dan kegiatan sosial budaya yang mendukung peningkatan kualitas hidup pemustaka,” ujar Joko. (RO/S-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya