Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Seiring perkembangan zaman, ada banyak terapi yang kemudian dapat menjadi solusi untuk menyembuhkan penyakit degeneratif, salah satunya yakni terapi sel punca atau stem cell.
Dengan bertambahnya usia apalagi dengan gaya hidup yang tidak sehat, penyakit degeneratif memang akan semakin mengintai. Penyakit degeneratif adalah kondisi kesehatan yang menyebabkan jaringan atau organ memburuk dari waktu ke waktu. Beberapa penyakit degeneratif di antaranya thalasemia, hemofilia, parkinson, kolesterol, diabetes hingga kanker.
Deputi Direktur Stem Cell and Cancer Institute, Sandy Qlintang mengungkapkan, sel punca merupakan sebuah sel yang memiliki kemampuan untuk berubah menjadi berbagai jenis sel yang ada dalam diri kita. Meskipun sel punca merupakan sel yang belum terdiferensiasi, tapi bisa menghasilkan sel-sel yang terspesialisasi seperti sel otot, jantung, darah, saraf hingga menjadi sel jaringan organ dan sistem organ.
Baca juga: Demensia dan Alzheimer Ancam Kejahteraan Hidup, Cegah sejak Dini
Melalui terapi stem cell, dapat dibentuk jaringan baru untuk menggantikan sel-sel yang rusak yang menyebabkan kerusakan organ.
“Terapi sel punca ada macam-macam. Ada naive stem cell atau stem cell yang dikembangbiakkan lalu diberikan kepada pasien. Lalu ada stemcell yang diedit baru diberikan kepada pasien,” beber Qlintang, Sabtu, (30/9).
Salah satu terapi sel punca adalah pada pasien thalasemia. Saat ini, penyakit itu belum ditemukan obatnya dan hanya dapat diatasi dengan transfusi darah seumur hidup. Terapi sel punca pada pasien thalasemia disebut dengan allogeneic stem cell.
Baca juga: Susun Standar Layanan Sel Punca, Kemenkes Uji Publik Aturan Turunan UU Kesehatan
“Bagaimana caranya? Dari donor sehat, diambil sel puncanya, lalu dilakukan terapi gen-gen tertentu, dan dimasukkan lagi ke dalam tubuh pasien. Dan pasien kemudian menjadi sehat dan thalasemia hilang. Ini adalah salah satu contoh terapi masa depan,” beber dia.
Beberapa terapi sel punca yang sudah berhasil di antaranya ialah pada pasien penyakit hemofilia dan parkinson. Qlintang juga membeberkan sebenarnya terapi ini bisa dilakukan di banyak penyakit, seperti covid-19, cedera lutut dan diabetes.
“Jadi stem cell ini bisa diambil dari diri sendiri, dari sumsum tulang dan dikembangbiakkan, lalu bisa juga dari orang lain, tapi dengan syarat melakukan tes kecocokan,” ucap dia.
Kendala Biaya
Namun, Qlintang mengakui saat ini terapi sel punca masih sebatas penelitian berbasis layanan. Ada beberapa hal yang membuat penelitian terapi sel punca berjalan lama. Di antaranya biaya yang mahal. Ia menyebut bahwa dalam satu kali terapi sel punca, bisa membutuhkan dana sekitar Rp2 miliar.
“Terapi ini belum bisa dilakukan banyak orang, Karena terapi ini gak gampang. Komplikasinya bisa menyebabkan kegagalan dan immune rejection,” jelas Qlintang.
Selain itu, untuk mendapatkan izin edar, perlu satu penelitian yang besar. Mulai dari uji hewan, uji fase 1, fase 2 hingga fase 3. Dan setiap pelayanan pada penyakit yang berbeda, dibutuhkan uji yang berbeda pula.
“Dan setiap proses itu membutuhkan biaya Rp15 miliar. Itu yang cukup sulit untuk di-approve,” imbuh dia.
Di samping itu, meskipun dikatakan sebagai terapi masa depan, terapi sel punca belum tentu berhasil. Pasalnya, ada berbagai faktor yang dapat menentukan faktor keberhasilan itu.
“Misalnya, pasien yang dikasih stem cell itu ngerokok, dugem, dan sebagainya. Bagaimana stem cell bisa bekerja kalau ada rokoknya atau hidupnya gak sehat. Itu gak berhasil juga kan,” beber Qlintang.
Namun, ia menyatakan bahwa penelitian stem cell tengah mengalami perkembangan yang pesat di seluruh dunia. Beberapa negara pun menjual stem cell tourism, di antaranya Thailand, Jepang dan Swiss.
“Nah, karenanya kita sedang membuat kawasan ekonomi khusus, dan diharapkan nanti akan ada stem cell ini untuk wisata kesehatan,,” pungkas dia.
(Z-9)
Gerakan cepat dalam latihan, seperti agility dengan shuttlecock, memicu rasa pusing hebat yang membuat Gregoria Mariska Tunjung khawatir akan kambuh mendadak.
Studi ini mengukur gejala seperti heartburn, nyeri dada, naiknya asam lambung, dan mual menggunakan kuesioner penilaian mandiri (GERD-Q, skor 0–18).
Lutetium PSMA hadir sebagai solusi terapi radioaktif yang efektif bagi pasien kanker prostat stadium lanjut.
Penyanyi Teddy Swims membuka diri tentang perjuangannya mengatasi patah hati dan masalah mental sebelum akhirnya mencoba terapi.
Gejala mata kering dapat berupa rasa mengganjal, mata kemerahan, perih, sensasi mata seperti berpasir, kotoran mata menumpuk dan sulit membuka mata tanpa mengucek.
SEBUAH kisah yang mengesankan tentang John Mulligan, pria keturunan Skotlandia.
Terapi sel punca (stem cell) ortopedi telah dijamin kehalalannya karena menggunakan sel punca yang diperoleh dari plasenta.
Meskipun sel punca tidak secara langsung bisa membunuh virus HIV atau menghentikan pertumbuhan kanker, terapi tersebut bisa membantu meregenerasi jaringan yang rusak.
Sebuah studi terbaru dari City of Hope mengungkap penuaan memicu munculnya jenis baru sel punca adiposit, yang secara aktif memproduksi sel lemak baru, khususnya di perut.
Sebagai Ketua Kongres, Deby didampingi Sekjen WOCPM asal Rusia Prof Svetlana Trofimova memimpin berbagai sesi ilmiah, panel diskusi, serta membuka ruang kolaborasi internasional.
Dengan adanya kolaborasi ini, diharapkan teknologi sel punca dapat semakin berkembang dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi dunia medis di Indonesia.
STEM Cell (SC) atau sel punca dapat diartikan sebagai materi kasar dari tubuh manusia. Sel punca adalah sel yang dapat berubah menjadi sel tubuh lain sesuai kebutuhan tubuh.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved