Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
MASYARAKAT diimbau tidak menunda konsultasi dan terapi jika menyadari ada gangguan bipolar (GB) dan skizofrenia, baik pada diri sendiri, keluarga maupun lingkungan sekitar. GB dan skizofrenia memerlukan penanganan medis secara tepat dan cepat untuk mencegah perburukan penyakit pada pasien. Konsultasi dan terapi sebaiknya segera dilakukan pada spesialis kedokteran jiwa (psikiatri).
Penatalaksanaan skizofrenia dan GB sebaiknya bersifat komprehensif. Yang paling utama yaitu memperbaiki kekacauan kimia otak melalui pengobatan serta melibatkan orang terdekat dari penderita untuk mendukung penderita berobat dengan baik dan teratur. Hal yang perlu diperhatikan yaitu melibatkan pemerintah dalam penyediaan skema pengobatan termasuk pembiayaanya agar bersifat berkesinambungan. Selain itu, penyediaan lapangan kerja yang sesuai dengan kapasitas penderita.
Menurut dokter spesialis kedokteran jiwa dr. Ashwin Kandouw, Sp.KJ, skizofrenia merupakan gangguan mental berat, bersifat kronis, dan memengaruhi pikiran perasaan dan perilaku penderita. Gangguan pikiran pada penderita bisa berupa kekacauan proses pikir yang terlihat melalui cara bicara yang kacau, bisa juga terganggu isi pikir yang tampak sebagai waham yaitu keyakinan yang salah dan tidak sesuai dengan realita yang ada, tetapi diyakini oleh penderita. Gangguan perasaan bisa berupa penumpulan emosi atau bahkan mood yang kacau. Gangguan perilaku biasanya berupa perilaku yang kacau, bahkan bisa agresif. Sering juga ada gangguan persepsi panca indera berupa halusinasi, yaitu adanya persepsi panca indera (pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, rabaan) tanpa ada sumber rangsangnya.
"Sedangkan GB merupakan gangguan mood atau suasana perasaan. Bi berarti dua dan polar berarti kutub. Jadi penderita bipolar akan mengalami mood yang berubah-ubah secara ekstrem dari kutub manik ke kutub depresi dan juga sebaliknya. Beberapa gejala yang muncul pada fase manik seperti rasa gembira dan rasa percaya diri yang berlebihan, banyak sekali ide yang datang secara bersamaan, merasakan peningkatan tenaga dan semangat yang berlebihan, dorongan bicara dan dorongan belanja yang berlebihan dan sulit dikendalikan, menjadi sangat impulsif, cenderung menjadi sembrono, nekat, dan menyerempet bahaya, peningkatan nafsu makan dan libido yang di atas kebiasaannya," papar Ashwin dalam keterangannya, Jumat (25/7).
Sedangkan pada fase depresi, gejalanya berupa rasa sedih yang berlebihan dan sulit dikendalikan, kehilangan kesenangan dari hobi yang biasanya menyenangkan, terjadi penurunan tenaga dan konsentrasi, perubahan nafsu makan, gangguan tidur, menurunnya keinginan sosialisasi dan kepercayaan diri, kesulitan mengambil keputusan, kecenderungan melukai diri sendiri bahkan ingin mengakhiri hidup.
Walaupun gangguan skizofrenia dan GB merupakan dua gangguan yang berbeda tetapi ada juga beberapa kesamaannya. Kesamaan keduanya yaitu terjadi gangguan keseimbangan kimia otak, bersifat kronis atau perjalanan penyakitnya lama, bersifat kambuhan alias ada saat gejala bisa berkurang tetapi juga ada saatnya bisa kambuh lagi. Kedua gangguan ini juga mengganggu fungsi dan produktivitas penderita, menyebabkan penderitaan baik bagi penderita maupun keluarga penderita dan orang-orang di sekitar penderita.
Semakin cepat penderita mendapatkan pertolongan medis yang tepat, hasil pengobatannya juga akan jauh lebih baik. Sebaliknya, semakin lambat penderita mendapat pertolongan medis, peluang untuk pulih pun semakin berkurang. Semakin sering terjadi kekambuhan, hasil pengobatannya juga cenderung akan kurang baik bila dibandingkan dengan penderita yang jarang kambuh.
Ia mengingatkan perlu diperhatikan bahwa pada setiap kekambuhan juga akan terjadi kerusakan sel otak yang tidak bisa diperbaiki lagi. Artinya semakin jarang kambuh semakin banyak sel otak yang terselamatkan. Semakin sering kambuh, semakin banyak sel otak yang mengalami kerusakan. Perlu diketahui bahwa sel otak yang sudah rusak cenderung tidak bisa pulih lagi.
Country Group Head Wellesta Indonesia, Hanadi Setiarto, menyatakan pihaknya berkomitmen terhadap kesehatan dan kualitas hidup pasien, termasuk untuk pasien GB dan skizofrenia. Sangat penting meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat terkait kondisi penyakit mental yang terkadang tidak disadari. "Kami menyadari, jika tidak diatasi dengan baik, kejadian GB dan skizofrenia akan terus bertambah sehingga ke depan akan menurunkan kualitas hidup, peningkatan mortalitas dini, hingga berkontribusi pada penyakit fisik seperti kardiovaskular, metabolik, dan infeksi," urainya.
Pihaknya sangat percaya bahwa kolaborasi merupakan kunci keberhasilan dalam upaya Kesehatan mental. Untuk itu, perusahaan ini secara aktif menjalin kerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan dinas kesehatan terkait untuk mendukung program kesehatan mental nasional. Kerja sama ini dapat mencakup mendukung layanan kesehatan mental dasar, memberikan pelatihan kepada tenaga medis, dan berpartisipasi dalam kampanye kesehatan mental nasional.
Melalui sejumlah program dan kolaborasi itu, Hanadi berharap dapat menciptakan lingkungan yang lebih suportif, mengurangi stigma, dan memastikan bahwa setiap individu memiliki akses terhadap perawatan dan dukungan yang mereka butuhkan untuk hidup berkualitas. (I-2)
Untuk skizofrenia, ketidakpatuhan tak hanya memperburuk gejala psikotik tetapi juga meningkatkan risiko menyakiti diri sendiri dan orang lain.
Kepatuhan terhadap pengobatan dan dukungan sosial yang kuat merupakan kunci utama dalam proses pemulihan pasien yang mengalami Gangguan Bipolar (GB) dan Skizofrenia
Ketegangan otot, nyeri kronis, insomnia, hingga kelelahan dapat menjadi manifestasi dari beban emosional yang belum terselesaikan.
Masyarakat diajak untuk tidak ragu dan malu melakukan pemeriksaan kesehatan ke puskesmas jika memiliki gejala kasus TB sebab penyakit tersebut bisa disembuhkan.
Terapi ini terbukti efektif menangani sejumlah penyakit berat, seperti leukemia, krisis myasthenia gravis, Guillain-Barré syndrome, dan berbagai gangguan neurologis autoimun lain.
Gerakan cepat dalam latihan, seperti agility dengan shuttlecock, memicu rasa pusing hebat yang membuat Gregoria Mariska Tunjung khawatir akan kambuh mendadak.
Studi ini mengukur gejala seperti heartburn, nyeri dada, naiknya asam lambung, dan mual menggunakan kuesioner penilaian mandiri (GERD-Q, skor 0–18).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved