Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Deteksi Kanker Payudara tidak Cukup Hanya dengan Sadari

Basuki Eka Purnama
25/8/2023 23:04
Deteksi Kanker Payudara tidak Cukup Hanya dengan Sadari
Petugas menyiapkan alat mamografi di acara deteksi dini kanker payudara dengan Metode Mammografi, di kompleks Media Group, Jakarta.(MI / ADAM DWI)

KETUA Himpunan Perawat Onkologi Indonesia Kemala Rita W menganjurkan perempuan mendeteksi dini kanker melalui pemeriksaan payudara klinis oleh tenaga kesehatan ahli ketimbang hanya melakukan pemeriksaan sendiri (Sadari) agar mendapatkan hasil akurat.

"Sekarang kita tidak lagi menganjurkan untuk Sadari (saja), karena kalau Sadari mereka cenderung bilang tidak apa-apa, jadi harus BCE oleh tenaga yang ahli," ujar Kemala, dikutip Jumat (25/8).

Sadanis dan Sadari sebenarnya bertujuan untuk menemukan benjolan dan tanda-tanda lain pada payudara sedini mungkin agar dapat dilakukan tindakan secepatnya.

Baca juga: YKPI Gelar Pelatihan Pendamping Pasien Kanker Payudara

Menurut Kemala, deteksi dini kanker, khususnya pada payudara, perlu terus disosialisasikan agar kalaupun kanker ditemukan, stadiumnya masih awal.

Dia lalu mengatakan peran dalam deteksi dini kanker ini salah satunya ada di tangan perawat mengingat dokter saat ini jumlahnya terbatas. Perawat pun, sambung dia, perlu memiliki kompetensi melalui pendidikan untuk mumpuni melakukan pemeriksaan klinis.

Bukan hanya deteksi dini, perawat juga memiliki peranan dalam fase penegakan diagnosis seorang pasien, termasuk mendampingi dokter dalam persiapan pemeriksaan.

Baca juga: Hari Jadi Ke-75 Polwan, Biddokkes Polda DIY Sosialisasi Deteksi Dini Kanker Payudara

Selanjutnya pada fase perawatan pasien, mengingat modalitas terapi kanker cukup banyak seperti kemoterapi, terapi target, terapi hormon dan ini menuntut suatu kompetensi perawat karena tidak mungkin dokter yang melakukan itu seorang diri.

"Selanjutnya, survival, di mana pasien menyelesaikan satu siklus, di situ dia harus didampingi. Dia merasa khawatir kumat lagi penyakitnya, itu perawat ada di situ," jelas Kemala.

Perawat juga mempunyai peranan pada fase paliatif pasien yakni saat dia tidak bisa lagi menjalani pengobatan. Perawat perlu mendampingi hingga ujung akhir kehidupan pasien.

"Perawat itu 24 jam di samping pasien. Perawat kompeten dan dalam hal ini, salah satu peran himpunan meningkatkan kompetensi perawat baik melalui pendidikan formal maupun nonformal," kata Kemala.

Kanker sebagai salah satu penyakit penyebab kematian utama di Indonesia menjadi salah satu prioritas dalam transformasi kesehatan. Pemerintah terus berupaya memaksimalkan ketersediaan layanan kanker di 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Selain ketidakmerataan jumlah dan fasilitas layanan kanker (Oncology Medical, Oncology Nursing, serta Oncology Pharmacy), terbatasnya jumlah tenaga medis ahli khusus kanker juga menjadi tantangan dalam penanganan kanker di Indonesia.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2018 menunjukkan rasio tenaga perawat di Indonesia sekitar 2,4 per 1.000 penduduk. Jumlah ini masih jauh di bawah rata-rata global yakni 3,7 per 1.000 penduduk dan di bawah standar minimum WHO yaitu 4 per 1.000 penduduk. (Ant/Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya