Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
RADIOTERAPI, yang selama ini dikenal sebagai perawatan lokal untuk kanker, kini terbukti mampu memicu respons imun tubuh secara luas. Penelitian terbaru menunjukkan kombinasi radioterapi dan imunoterapi dapat “membangunkan” tumor paru-paru yang sebelumnya kebal terhadap pengobatan, terutama jenis tumor “dingin” yang biasanya tidak merespons imunoterapi.
Efek ini terjadi melalui fenomena langka yang disebut abscopal effect, di mana radiasi pada satu area tumor memicu sistem kekebalan tubuh menyerang tumor lain yang jauh dari lokasi radiasi. Hasilnya, pasien dengan tumor yang “menghangat” setelah kombinasi terapi ini mengalami perbaikan yang signifikan.
Penelitian ini dilakukan tim Johns Hopkins Kimmel Cancer Center bekerja sama dengan Netherlands Cancer Institute. Penelitian ini juga didukung National Institutes of Health. Hasilnya dipublikasikan di Nature Cancer.
Imunoterapi bekerja dengan memanfaatkan sistem kekebalan tubuh untuk menyerang sel kanker. Namun, sebagian tumor “dingin” tidak menimbulkan respons imun karena memiliki ciri tertentu, seperti mutasi rendah, tidak mengekspresikan protein PD-L1, atau adanya mutasi pada jalur sinyal Wnt.
Radioterapi memicu sel tumor di lokasi utama mati dan melepaskan “jejak molekuler” yang dikenali sistem imun. Jejak ini membantu tubuh mempelajari karakter tumor, sehingga sel imun dapat menyerang kanker di lokasi lain.
“Pada sebagian tumor paru yang diperkirakan tidak merespons pengobatan, radiasi terbukti membantu mengatasi resistensi awal terhadap imunoterapi. Bahkan, mungkin juga bermanfaat untuk resistensi yang muncul belakangan,” jelas Dr. Valsamo “Elsa” Anagnostou, peneliti utama dari Johns Hopkins.
Dalam uji klinis fase II, peneliti menganalisis 293 sampel darah dan jaringan tumor dari 72 pasien kanker paru-paru. Separuh pasien mendapat imunoterapi saja, sementara sisanya menerima kombinasi radioterapi diikuti imunoterapi (obat PD-1 inhibitor pembrolizumab).
Hasilnya, tumor “dingin” yang tidak terkena radiasi langsung mengalami perubahan besar pada lingkungan mikrotumor. Setelah kombinasi terapi, area ini berubah menjadi lebih “hangat”. Hal itu ditandai dengan peningkatan aktivitas sel T yang berperan melawan kanker.
Tim peneliti juga menemukan pasien dengan tumor “dingin” yang berhasil “menghangat” melalui radioterapi memiliki hasil pengobatan yang lebih baik dibanding mereka yang hanya menjalani imunoterapi.
“Temuan ini menunjukkan bagaimana radiasi dapat memperkuat respons imun sistemik pada kanker paru yang sebelumnya tidak merespons imunoterapi,” kata Justin Huang, penulis utama studi ini, yang juga menerima Paul Ehrlich Research Award 2025 atas penelitiannya.
Selain meningkatkan efektivitas imunoterapi, penelitian ini membuka peluang untuk memprediksi pasien mana yang akan merespons lebih baik terhadap kombinasi terapi.
“Ini sangat menarik karena kami tidak hanya menangkap efek abscopal, tetapi juga menghubungkan respons imun dengan hasil klinis pada tumor yang awalnya kebal imunoterapi,” tambah Anagnostou.
Langkah selanjutnya, tim akan memantau respons tubuh melalui deteksi circulating tumor DNA (ctDNA) di darah pasien, guna memahami lebih jauh bagaimana kombinasi terapi ini bekerja. (Science Daily/Z-2)
Ilmuwan dari Universitas Southampton telah merancang ulang antibodi menjadi versi super kuat yang mampu memperkuat sistem imun dalam menyerang kanker
Pembangunan fasilitas fraksionasi plasma pertama di Indonesia terlaksana berkar kerja sama antara PT. Triman dengan GC Biopharma Corp. Korea yang diwakili PT Medquest Mitra Indonesia (MMI).
Kanker kolorektal menyerang jaringan usus besar (kolon) dan usus paling bawah sampai anus (rektum). Biasanya masyarakat lebih mengenak kanker kolorektal dengan sebutan kanker usus.
"Imunoterapi diketahui efektif terhadap kanker paru, kanker payudara, dan kanker serviks yang angka kasusnya terbesar saat ini. Hal itu meningkatkan harapan hidup yang cukup besar."
Saat ini di Indonesia ada empat orang meninggal akibat kanker paru setiap jam dan berpotensi untuk meningkat setiap hari jika tidak dijadikan prioritas nasional.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved