Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Polusi udara di Jakarta beberapa waktu terakhir berpotensi mengancam pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Hasil riset mengungkap polusi udara di Jakarta dapat mengurangi angka harapan hidup hingga 5,5 tahun.
Persoalan polusi udara dan permasalahan lain terkait peningkatan kualitas SDM Indonesia harus menjadi prioritas pembangunan pemimpin ke depan jika bonus demografi dan peluang Indonesia Emas 2045 tidak berubah menjadi kutukan demografi.
Hal itu disampaikan Koordinator Tim Ahli Sekretariat Nasional SDGs Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Yanuar Nugroho dalam siniar Series Kemerdekaan berjudul "78 Tahun Indonesia Merdeka, Polusi Udara dan SDGs di Indonesia" yang ditayangkan oleh akun Youtube BKN PDI Perjuangan, Senin (21/8).
"Berdasarkan hasil riset Air Quality Life Index 2021, masyarakat Indonesia secara rata-rata nasional berpotensi kehilangan 2,5 angka harapan hidupnya. Belum selesai, di kota-kota besar, seperti di Jakarta, dengan polusi udara itu dapat memperpendek angka harapan hidup masyarakat sampai 5,5 tahun," kata akademisi Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara ini.
Menurut Yanuar persoalan polusi udara yang semakin parah belakangan ini harus segera ditangani dengan kebijakan yang tepat sasaran.
Menurut dia, persoalan tersebut tidak bisa ditangani dengan kebijakan yang bersifat sementara seperti Work From Home (WFH) dan 4 in 1 melainkan harus menyeluruh dengan mengembalikan baku mutu udara yang dimiliki Indonesia.
Ikhwal baku mutu udara, Yanuar mengatakan, sejalan dengan konsep Sustainable Development Goals (SDGs) yang fokus dalam menjaga kondisi iklim dan lingkungan di dunia.
“Sebagai negara yang mewajibkan penerapan SDGs, meski sebenarnya sifat SDGs adalah voluntary, sudah seharusnya Indonesia menerapkan konsep pembangunan berdasarkan ilmu pengetahuan dan inovasi. Dengan demikian, pembangunan akan tetap memperdulikan kondisi alam sehingga tidak mengancam pertumbuhan sumber daya manusia kita,” kata Yanuar.
Deputi II Kepala Staf Kepresidenan 2015-2019 ini menjelaskan, pemerintah sudah seharusnya memiliki concern terhadap hal-hal yang mempengaruhi pertumbuhan sumber daya manusia.
Hal itu karena sudah terdapat ancaman yang nyata bagi bangsa Indonesia jika tidak memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Menurutnya, bonus demografi yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk menopang Indonesia emas 2045 bisa berbalik menjadi bencana atau kutukan demografi jika pembangunan manusia gagal dimanfaatkan.
Pria yang meraih gelar doktor dari University of Manchester itu menambahkan, sudah banyak negara maju yang menjadikan pembangunan sumber daya manusia sebagai kunci kebangkitan negaranya. Ia menceritakan bagaimana Jepang yang membangun kembali negaranya setelah sempat hancur karena tragedi bom atom menimpa Hiroshima dan Nagasaki pada 1945.
“Hal pertama kali yang dilakukan oleh Kaisar Hirohito sebagai pemimpin Jepang saat itu adalah memastikan berapa jumlah guru yang selamat dari musibah tersebut, hal itu terjadi karena ia sadar bahwa satu-satunya cara untuk mereka bangkit lagi adalah dengan menciptakan pendidikan yang baik,” tutur Yanuar.
Lebih lanjut, Yanuar menjelaskan pemerintah sebenarnya telah memiliki program-program strategis guna memperbaiki pembangunan di sektor hulu yang berkaitan dengan sumberdaya manusia dalam 10 tahun terakhir. Beberapa di antaranya, yaitu dengan program BPJS Kesehatan dan program pengentasan stunting.
“Program-program pembangunan sumber daya manusia ini penting untuk dilakukan dan dioptimalisasi guna memastikan generasi Indonesia kedepan dapat lebih sehat, dan lebih pintar. Maka dari itu, pemerintah perlu berkolaborasi dengan berbagai tokoh dan akademisi untuk mamastikan program tersebut terlaksana. PDIP patut berbangga, karena Ketua Umum Megawati Soekarnoputri menjadi salah satu tokoh yang getol menyuarakan pemberantasan stunting," ujar Yanuar.
Adapun, Yanuar mengakui, masih terdapat sektor yang perlu perhatian lebih oleh pemimpin selanjutnya, yaitu segi tata kelola pemerintahan dan birokrasi yang baik. "Kita harus mengakui bahwa reformasi hukum, reformasi birokrasi, dan pelayanan kesehatan kita masih perlu diperbaiki kualitasnya, karena jika tidak bonus demografi yang harusnya dinikmati bangsa Indonesia untuk menggapai visi Indonesia emas, malah jadi bencana bencana ataupun kutukan demografi,” kata Yanuar. (X-7)
Visi Indonesia emas 2045 ibarat mahakarya yang butuh perjuangan keras semua lapisan untuk mewujudkannya.
program cek kesehatan gratis (CKG) bagi siswa yang digelar serentak pada Senin (4/8), dinilai sebagai langkah positif untuk memperkuat fondasi kesehatan nasional,
Kamaruddin menekankan pentingnya kolaborasi lintas generasi di tubuh Nahdlatul Ulama untuk mendukung pembangunan nasional.
Dia menemukan ada pelajar kelas 1 dan 2 SMP di Kabupaten Serang, Banten, belum bisa membaca.
Presiden Prabowo Subianto memiliki tiga senjata untuk atasi kemiskinan dan mencapai visi Indonesia Emas.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menyerukan penghentian praktik pekerja anak di wilayahnya dalam rangka peringatan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak
Jika bonus demografi ini bisa dikapitalisasi dengan benar, negara akan bisa melakukan saving dan reinvestasi setiap tahun.
Saat bonus demografi, terjadi surplus usia produktif yang sangat tinggi. Angkanya rata-rata 70% dari keseluruhan jumlah penduduk usia produktif.
Meski tingkat pengangguran terbuka turun ke angka 4,7%, jumlah absolut pengangguran justru meningkat.
Masih terlalu fokus mencetak ijazah, bukan menyiapkan talenta, baik dari sisi keterampilan, etos kerja, maupun literasi digital.
SULIT menjadi Indonesia. Bukan lantaran tak punya sumber daya, melainkan karena harapan selalu membuncah melebihi kapasitas institusi yang mengelola.
Proses mempertemukan pelaku usaha atau business matchmaking dianggap menjadi jurus ampuh bagi Indonesia untuk bisa keluar dari jebakan pendapatan menengah atau middle income trap.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved