Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Aktivis: Sanksi bagi Pabrik Penyumbang Emisi Jangan Cuma Gertak Sambal

Atalya Puspa
19/8/2023 16:27
Aktivis: Sanksi bagi Pabrik Penyumbang Emisi Jangan Cuma Gertak Sambal
Ilustrasi asap pembuangan pabrik yang menyumbang emisi penyebab polusi udara.(Antara)

MENTERI Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengancam akan menutup pabrik bandel penyumbang emisi dan polusi udara terbesar di wilayah Jabodetabek. Menanggapi itu, Climate Impact dari Yayasan Indonesia Cerah Diya Farida mengungkapkan, hal itu merupakan perkembangan yang bagus. Namun, ia menegaskan agar jangan sampai ancaman Luhut itu hanya sebatas 'gertak sambal' semata.

"Sanksi baru bisa dilihat efektivitasnya jika betul-betul dijalankan dengan konsisten dan tanpa tebang pilih. Apabila hal itu tidak dilakukan, ya tentu ini akan cuma menjadi gertak sambal," kata Diya saat dihubungi, Sabtu (19/8).

Menurut dia, salah satu contoh aturan mengenai pengendalian polusi udara di Jabodetabek yang tidak berjalan efektif adalah uji emisi. Padahal, aturan itu sudah ada jauh sebelum isu polusi udara Jabodetabek ramai diperbincangkan.

Baca juga: Luhut Ancam Tutup Pabrik Bandel Penyumbang Emisi Besar Penyebab Polusi

"Jadi saya kira ini bergantung dari bagaimana implementasinya di lapangan. Sanksi bagi pelanggar di pabrik dan industri juga perlu dijalankan secara konsisten, jangan hanya menjadi ajang seremonial di saat isu tersebut ramai diperbincangkan," beber dia.

Menurut dia, sudah sepantasnya para pabrik yang melanggar aturan emisi diberikan sanksi. Pasalnya, selain transportasi dan kendaraan bermotor, pabrik dan industri serta PLTU batu bara adalah sumber polusi di Jabodetabek.

Baca juga: Rapat Polusi Udara, Bahas WFH Seluruh Kementerian

Selesaikan dari Hulu

Juru Kampanye Keadilan Perkotaan Greenpeace Indonesia Charlie Abajalil menilai, permasalahan polusi udara harus diselesaikan dari sumber masalahnya. Solusi jangka panjang dan kebijakan yang ambisius harus diambil jika tak ingin masalah ini berulang.

"Pemerintah harus melakukan inventarisasi emisi secara berkala, perketat standar pencemaran udara mengikuti ambang batas WHO, serta merancang sistem peringatan dini jika kualitas udara tercemar," beber dia.

Dengan begitu, menurut dia, dampak polusi udara dapat ditekan dan warga bisa mendapatkan hak untuk menghirup udara bersih.

"Kebijakan pemberian subsidi kendaraan listrik adalah solusi palsu. Subsidi tersebut sebaiknya digunakan untuk memperbanyak transportasi umum massal berbasis listrik, bukan kendaraan pribadi. Terlebih lagi sumber listriknya masih berasal dari energi fosil," pungkas dia.

(Z-9)


 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya