Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
SEKITAR 30 ribu para tenaga medis dan kesehatan yang tergabung dalam 5 organisasi profesi (OP) Medis dan Kesehatan kembali menyuarakan kegelisahannya akan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dalam Aksi Damai Jilid 2 yang diadakan di depan Gedung DPR-MPR Jakarta, Senin (5/6). Kelima OP itu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
"Dalam transformasi kesehatan seharusnya pemerintah Pemerintah memprioritaskan masalah kesehatan yang masih banyak belum tertangani terutama di wilayah terpencil, bukannya dengan membuat RUU Kesehatan yang tidak ada urgensinya ini. Banyaknya jumlah regulasi ternyata tak berbanding lurus dengan kemampuan regulasi itu menyelesaikan berbagai persoalan," ujar Moh Adib Khumaidi, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Senin (5/6).
"Jika aturan-aturan hukum yang dikeluarkan tidak sinkron, salah satu akibatnya adalah tidak adanya kepastian hukum bagi rakyat, dalam hal ini tenaga medis dan kesehatan, juga masyarakat,” tegasnya.
Baca juga: Polisi Kerahkan 2.432 Personel Amankan Demo Tolak Omnibus Law RUU Kesehatan
Sejak draft RUU Kesehatan itu bocor pada 2022, membuat tenaga medis dan kesehatan (nakes) tidak aman dan nyaman untuk bekerja. Padahal selama pandemi covid-19, nakes berada di garis terdepan untuk melindungi pemerintah dan masyarakat.
"Tidak sedikit nyawa tenaga medis dan kesehatan yang menjadi korban. Namun usai bekerja keras membantu memulihkan situasi kesehatan di Indonesia, seruan para tenaga medis dan kesehatan akan RUU Kesehatan seperti angin lalu bagi pemerintah, sebagaimana terjadi sebelumnya dalam pembuatan UU Cipta Kerja yang tidak transparan,” kata Harif Fadhillah, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
Baca juga: Aksi Damai 5 Organisasi Profesi Kesehatan Minta Tunda Pembahasan RUU Kesehatan
“Belum tampak perbaikan dari perlindungan (hukum) bagi tenaga medis dan kesehatan dalam hal kontrak kerja, sebagaimana UU Existing yang seharusnya cukup dibuat peraturan perundang-undangan pada tingkat di bawahnya yang lebih spesifik,” kata Emi Nurjasmi, Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
Sementara itu, Ketua Ikatan Apoteker Indonesia, Noffendri Roestam menyoroti masalah multi OP yang berisiko menimbulkan standar ganda/multi dalam penegakan etika. Standar ganda itu akan membahayakan keselamatan pasien di kemudian hari.
“Banyak OP dengan banyak standar etika yang berbeda, maka di satu OP yang mungkin saja tidak dianggap sebagai di OP lain akan dimanfaatkan oknum-oknum tertentu,” tegas Noffendri.
Selain itu, Pasal 235 mengatakan RUU, pengalaman kerja di luar negeri bukan merupakan jaminan kualitas tenaga medis/tenaga kesehatan warna negara asing (WNA) dapat melakukan pelayanan kesehatan di Indonesia, sehingga bukan tidak mungkin akan berisiko membahayakan masyarakat.
“Pemerataan pelayanan kesehatan dapat dicapai dengan mengoptimalkan peran dan kemampuan dari tenaga medis/tenaga kesehatan yang ada di Indonesia, sehingga perlu dipertimbangan apakah Pemanfaatan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing Lulusan Luar Negeri misalnya dalam kemudahan perizinan, kemudahan warga negara asing dalam mengikuti Pendidikan spesialis di Indonesia tidak akan membawa dampak negatif bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara Indonesia itu sendiri,” kata Usman Sumantri, Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI)
Dalam Aksi Damai Jilid 2 ini, semua tenaga kesehatan yang hadir meminta agar pemerintah, Panja, serta seluruh pihak yang terlibat dalam RUU Kesehatan ini melibatkan OP secara Konstitusi sehingga tidak terkesan buru-buru.
“Banyak hal yang masih dapat dan perlu diperbaiki dengan duduk bersama Demi Indonesia yang lebih baik. Bersama kita ciptakan proses demokrasi yang sesuai dengan Pancasila yang berkeadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” Seru masing-masing ketua OP dalam Orasi Aksi Damai JIlid 2. (Z-3)
Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) terkait industri tembakau disebut berpotensi membawa kerugian
ASOSIASI Petani Tembakau Indonesia (APTI) Pamekasan Jawa Timur menilai bahwa Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 dibuat tanpa libatkan petani tembakau.
PP Kesehatan diterbitkan sebagai upaya langkah preventif dalam menjaga kesehatan masyarakat.
KOMISI IX DPR RI meminta Kemenkes mempercepat penerbitan aturan turunan UU Kesehatan terkait dengan pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit atau hospital based.
Menkopolhukam Mahfud MD mempersilahkan pihak yang tidak menerima penetapan Undang-Undang omnibus law Kesehatan mengujinya ke Mahkamah Konstitusi.
Penolakan RUU Kesehatan Omnibus Law yang telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR 2023 terus datang dari berbagai pihak.
Presiden Prabowo ingin menyelesaikan dan memutuskan secara langsung kasus sengketa pulau antara Aceh dan Sumatera Utara.
Ketua Fraksi Golkar DPR Muhammad Sarmuji mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset akan dibahas setelah RUU KUHAP rampung pada akhir tahun ini
Nasir Djamil mengapresiasi keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil alih sengketa 4 pulau antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut)
Dr. Edy Wuryanto tegaskan istitha’ah kesehatan jemaah haji jadi wewenang Kemenkes. Koordinasi dengan Kemenag penting untuk seleksi calon jemaah berisiko.
Angka kematian jemaah haji Indonesia disorot Saudi. Timwas DPR minta seleksi kesehatan diperketat demi keselamatan jemaah, khususnya lansia berpenyakit.
Timwas DPR RI soroti rasio tak ideal tenaga medis haji Indonesia. Usul bangun RS Haji di Makkah demi layanan lebih maksimal bagi jemaah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved